Mohon tunggu...
Heri Hermawan
Heri Hermawan Mohon Tunggu... Penulis - Reseacher Publik | Pegiat Literasi Tangerang | The Young Entrepenuer

Hobby : Ngopi sambil Baca-baca buku, kadang suka motoran, kadang blusukan ke kebon naik Gunung, biasa isengĀ² jadi kang photo dan Tour Guide. Minat Bacaan : Filsafat, Fiksi, Self improvment, Baca Quote Para Filsuf dan Sufi.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Pikir adalah Lentera Hati!

3 Oktober 2024   12:40 Diperbarui: 3 Oktober 2024   12:42 48
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pikir adalah lentera yang menerangi hati, sebuah cahaya yang membimbing manusia dalam perjalanan hidupnya. Dalam filsafat, pikiran dipandang sebagai alat utama manusia untuk memahami dan memaknai eksistensinya di dunia. Pikiran bukan sekadar proses kognitif yang menganalisis realitas, tetapi juga jendela yang membuka pandangan batin menuju kebenaran yang lebih dalam.

Hati sering kali diidentikkan dengan perasaan dan intuisi. Namun, tanpa bimbingan fikiran, hati bisa tersesat dalam kabut emosi yang tak terkendali. Sebaliknya, fikiran tanpa hati bisa menjadi kaku dan tak memiliki empati. Oleh karena itu, dalam filsafat, keduanya harus bekerja sama secara harmonis. Pikiran yang sehat akan menuntun hati untuk melihat kebenaran dengan jelas, sementara hati yang tulus memberi arah kepada pikiran agar tidak hanya terfokus pada hal-hal yang material dan dangkal.

Filsuf seperti Immanuel Kant berbicara tentang pentingnya otonomi moral yang dibimbing oleh rasio. Bagi Kant, manusia harus menggunakan akal budi untuk menentukan apa yang benar dan salah, tidak semata-mata mengikuti nafsu atau perasaan. Di sinilah letak lentera yang dimaksud; pikiran menjadi cahaya yang membedakan mana yang patut dan mana yang tidak, mana yang membawa pada kebajikan dan mana yang menjerumuskan.

Namun, lentera itu tak selamanya menyala terang. Ada kalanya fikiran terjebak dalam prasangka, kebodohan, atau dogma yang membatasi cahayanya. Di sini, manusia harus terus-menerus memurnikan fikiran dengan refleksi mendalam, dialog, dan pembelajaran yang tiada henti. Seperti lentera yang perlu dijaga apinya, fikiran harus terus diasah agar dapat menjadi penuntun hati yang benar-benar mencerahkan.

Pada akhirnya, ketika pikiran berfungsi sebagai lentera hati, manusia akan mampu melangkah dengan lebih bijaksana, memahami dirinya dan dunia di sekitarnya dengan lebih mendalam. Hati yang diterangi oleh pikiran tak lagi dibutakan oleh nafsu sesaat atau ketakutan yang tak beralasan, melainkan berjalan menuju kebijaksanaan yang sejati.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun