Mohon tunggu...
Heri Hermawan
Heri Hermawan Mohon Tunggu... Penulis - Reseacher Publik | Pegiat Literasi Tangerang | The Young Entrepenuer

Hobby : Ngopi sambil Baca-baca buku, kadang suka motoran, kadang blusukan ke kebon naik Gunung, biasa isengĀ² jadi kang photo dan Tour Guide. Minat Bacaan : Filsafat, Fiksi, Self improvment, Baca Quote Para Filsuf dan Sufi.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Kemelekatan Sumber Penderita'an!

24 Juli 2024   12:00 Diperbarui: 24 Juli 2024   12:03 200
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dalam banyak tradisi filsafat dan spiritualitas, kemelekatan sering kali diidentifikasi sebagai akar dari penderitaan manusia. Kemelekatan, atau keterikatan yang berlebihan pada hal-hal duniawi, dapat menyebabkan ketidakpuasan, kecemasan, dan penderitaan yang mendalam. Pemahaman ini dapat ditelusuri dalam berbagai ajaran, mulai dari filsafat Timur hingga Barat.

Perspektif Buddhisme

Salah satu ajaran yang paling terkenal tentang kemelekatan berasal dari Buddhisme. Buddha mengajarkan bahwa keinginan (tanha) dan kemelekatan (upadana) adalah penyebab utama dari penderitaan (dukkha). Menurut Empat Kebenaran Mulia, penderitaan adalah bagian tak terpisahkan dari kehidupan manusia, dan penyebab utamanya adalah keinginan yang tidak terpenuhi. Dengan melekat pada keinginan-keinginan ini, manusia terus-menerus berada dalam siklus ketidakpuasan dan penderitaan.

Buddha juga mengajarkan tentang Jalan Mulia Berunsur Delapan sebagai cara untuk mengatasi penderitaan ini. Dengan mengembangkan kebijaksanaan (panna), etika (sila), dan meditasi (samadhi), individu dapat belajar untuk melepaskan kemelekatan dan mencapai kedamaian batin.

Perspektif Stoikisme

Filsafat Stoikisme, yang berkembang di Yunani dan Roma Kuno, juga menawarkan pandangan yang serupa tentang kemelekatan. Stoik percaya bahwa penderitaan timbul ketika seseorang terlalu melekat pada hal-hal yang berada di luar kendalinya, seperti kekayaan, kekuasaan, atau bahkan hubungan personal. Sebagai gantinya, Stoik menekankan pentingnya mengembangkan kebajikan (virtue) dan hidup sesuai dengan alam (nature).

Salah satu filsuf Stoik terkenal, Epictetus, mengatakan bahwa manusia seharusnya hanya mengkhawatirkan hal-hal yang dapat mereka kendalikan dan menerima dengan tenang hal-hal yang tidak dapat mereka kendalikan. Dengan demikian, mereka dapat mencapai ketenangan pikiran dan kebebasan dari penderitaan yang disebabkan oleh kemelekatan.

Perspektif Eksistensialisme

Eksistensialisme, sebuah aliran filsafat yang menekankan kebebasan individu dan makna subjektif, juga menyoroti bahaya kemelekatan. Jean-Paul Sartre, salah satu tokoh utama eksistensialisme, berargumen bahwa manusia sering kali menciptakan penderitaan mereka sendiri dengan melekat pada identitas, status, atau pandangan hidup yang kaku. Kebebasan eksistensial menuntut individu untuk melepaskan kemelekatan ini dan menerima kenyataan bahwa makna hidup adalah sesuatu yang harus diciptakan sendiri.

Kemelekatan, dalam berbagai perspektif filsafat, dianggap sebagai sumber penderitaan yang signifikan. Dengan melepaskan kemelekatan ini, baik melalui praktik spiritual, pengembangan kebajikan, atau penerimaan kebebasan eksistensial, individu dapat mencapai kedamaian batin dan kebebasan dari penderitaan. Ini adalah perjalanan yang menuntut refleksi diri yang mendalam dan keberanian untuk menghadapi ketidakpastian hidup tanpa tergantung pada hal-hal duniawi yang sifatnya sementara.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun