Pilpres 9 Juli 2014 telah usai, namun belum "TUNTAS" tas,, tas. Mengapa, karena Hasil Quick Count memberikan kesimpulan berbeda. Capres No.1 Prabowo-Hatta di "menangkan" oleh 4 Lembaga Survei yaitu JSI, LSN, IRC dan Puskaptis, Sedangkan pasangan No. 2 Jokowi-JK di unggulkan oleh 8 Lembaga Survei seperti Litbang Kompas, RRI, LSI, Cyrus, Poltracking, dan 3 yang lain. Masyakarat jadi bingun itu pasti. Dan bahakn serpti tampak ada "gejolak" dimasayrakat. Namun jika diliat dari beberapa hari terkahir sepertinya kondisinya "tegang" itu semkain berkurang, seiring dengan semakin banyaknya "real data" yang masuk di KPU. Hitungan di tingkat PPS, PPK dan Kabupaten Kota sudah selesai. Artinya data yang ada sudah semakin mudah untuk dilihat dan dihitung tidak saja oleh KPU. Selama itu datanya "ASLI" sesuai dengan hasil rekap C1 dan Plano C1 di PPS maka sudah bisa mulai "diketahui" siapa yang jadi Pemenang Pilpres. Ketika datanya ASLI dan proses Penghitungan di tingkat lebih tinggi juga Jujur maka, Suara sudah bisa dilihat akan menuju "kutub" yang mana. Saya memang menjadi pendukung salah satu calon. Sama seperti msarakat yang lain, sempat bingun dengan adanya "dualisme" hasil Quick Count. Namun akhirnya rasa khawatir dan deg-degan semakin hilang siring dengan rampungya proses pengihitunagan resmi di tingkat PPS, PPK dan Kabupaten Kota. Dan ternyata hasilnya sudah bisa "mulai" diyakini REALNYA. Disinilah mulai diketahui, siapa yang dengan benar melakukan Quick Count dan siapa yang tidak. Dengan Fakta itu maka "ketegangan" seperti antara 2 kubu sudah makin turun. Bagi kubu yang "sudah" menang bersadrkan data yang sudah masuk tentu "kekhawatiran terjadinya perubahan angka-angka semakin berkurang, sedangkan bagi kubu yang "kalah" seharusnya sudah mulai bisa menentukan sikap, karena sumber data yang digunakan untuk menghitung sama. Sikap "SUPER NGEYEL" yang saat ini sudah ditunjukan oleh pihak yang "kalah" sebaiknya mulai disikapi dengan hati yang terbuka sehingga bisa "mendengar" masukan, saran berbagai pihak demi kebaikan bersama. Karena setelah proses "berakhir" tgl 22 JUli, kita harus kembali menjalani kehidupan seperti biasa dengan membawa harapan baru pada presiden yang terpilih. Ngeyel memang tidak dilarang, apalagi jika disertai dengan data yang akurat, namun jika saat ini data yang dijadikan dasar sudah mulai ketahuan "tidak akurat" maka demi menjaga "Kehormatan dan Harga Diri" tentu menerima dan mengakui kekalahan adalah sikap Kesatria. Adanya waktu untuk menggugat dan menguji hasil Pilpres ke MK juga harus disikapi dengan bijak, bukan semata-mata membabi buta "menolak" kemenangan lawan, sehingga data yang digunakan juga "mentah", karena andaipun dikabulkan gugatan, hasilnya tidak akan mempengaruhi kemenangan suara "lawan". Bagi saya sendiri, Pilpres sudah berakhir dan siapa yang jadi pemenang juga sudah kelihatan. Eforia saya juga sudah kembali ke titik awal sebelum ada Pilpres bahkan sebelum ada Pileg. Sudah tidak ada beban apapun. Yang ada sekarang adalah bagaimana "mengawal" Pemenang Pilpres yang akan penjadi Presiden Pilihan Rakyat, agar melaksanakan semua program yang sudah di kampanyekan dengan tujuan Rakyat semakin Sejahtera.
Salam
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H