Diilhami oleh Kisah Nyata sebagai Penyidik KPK : Satuan Tugas Anti Rasuah (7)
Pengungkapan skandal korupsi, psikis saat transisi regulasi, di-mix dengan haru biru sisi manusiawi penyidik yang juga butuh akan cinta.
Episode :
Stigma Friksi
Alan sudah duduk satu meja dengan Farid, yang sempat terbengong ketika Alan menyapa dan duduk di seberang. Ketika penyaji menghampiri dan menawari minuman hangat, Alan memesan air hangat.
“ Saya teh. “ Timpal Farid setelah menyadari kedatangan Alan. Selepas itu, Mutia sudah bergabung. Farid seperti tergagap, saat Alan bertanya :
“ Kalian janjian ya untuk turun ke resto pagi ini? “
“ Tidak Bang. Mutia tadi jogging di seputaran kolam. “ Tanpa sadar Farid mengucap kalimat itu. Ini yang membuat Mutia menoleh ke arah Farid.
“ Kebetulan saja Bang, pas saya sudah di resto, ngeliat Mutia tuh jalan di seputar kolam renang.”
“ Janjian juga tidak apa-apa “ Ucap Alan, yang belakangan ini mengetahui seperti ada kedekatan antara Farid dan Mutia.
“ Tidak Bang, saya yang duluan turun tadi. “ Sela Mutia.
Berkata begitu, tangan Mutia sembari mengaduk minuman dan membenarkan letak duduknya. Farid sendiri no comment dan melanjutkan menikmati makanan ringan yang sudah diambil sebelum rekan-rekannya bergabung di meja yang sama.
Alan memperlihatkan tampilan sebuah berita di HP pada Farid.
“ Hari ini akan ada demo besar, di depan kantor kita maupun di Senayan. Banyak elemen mahasiswa dari luar kota ikut bergabung. “
“ Ya Bang, saya juga sudah buka link-nya tadi. “
“ Tahun ini sepertinya akan menjadi tahun yang panas bagi keberadaan Lembaga Anti Rasuah kita Bang. “ Timpal Mutia.
“ Ya. “
“ Seandainya disetujui dalam pembahasan oleh DPR, apa yang akan terjadi ke depannya Bang?”
Alan diam. Dia dengar, ada beberapa rekan-rekannya ada ikut aktif, bahkan turun langsung ikut demo menentang undang-undang yang diasumsikan justru akan melemahkan kewenangan Lembaga Anti Rasuah. Sehingga menjadi salah satu motiv dari kelompok pegawai yang dikenal “keras” untuk bergabung dengan mereka yang kontra perubahan.
Bukan rahasia lagi, bahwa di dalam internal Lembaga Anti Rasuah ada semacam kelompok-kelompok. Publik, bahkan sebuah media mainstream pernah melaporkan, ada kelompok garis kiri, garis keras dan moderat di internal Lembaga Anti Rasuah. Ini juga berimbas bagi lingkungan penyidik.
Garis keras, mereka yang dipersepsikan tegak lurus dalam idealisme, baik dalam proses penanganan perkara maupun dalam menegakkan nilai-nilai atau jati diri Lembaga Anti Rasuah. Mereka dipersepsikan oleh publik benar-benar musuh koruptor.
Sedangkan penganut garis kiri, disebut-sebut mereka yang cenderung bersikap sesuai dengan arus. Apa yang menjadi kebijakan pimpinan Lembaga yang bersifat kolektiv kolegial, akan dianut. Namun dalam hal tertentu, ketika menyangkut dengan maruah Lembaga anti rasuah, bisa tergerak untuk berada di garda terdepan, meski sejatinya mereka berasal dari luar Lembaga. Mereka ditugaskan dari instansi asalnya, melalui rekruitmen dengan standar yang ditentukan oleh Lembaga Anti Rasuah.
Sementara untuk yang moderat atau garis tengah, lebih memosisikan diri pada jalur yang aman. Ia bisa di posisi garis keras, lain waktu juga dia garis jalur kiri.
Meskipun sudah dipersepsikan seperti itu dan stigma publik seolah sudah melekat, namun satu persamaan yang menguatkan Lembaga Anti Rasuah, mereka orang-orang yang mempunyai integritas tinggi, menjunjung egaliter dan profesionalisme dalam perang melawan korupsi. Tidak segan dan tidak jarang, mereka kertika sudah di lapangan, menghadapi perkara, siapapun akan dihadapi, meski itu adalah rekan, kolega atau instansi tempat mereka berasal.
Bila dipetakan seperti persepsi publik maka, Satgas Alan bisa dinarasikan sebagai berikut :
Alan, pada posisi moderat, meski condong ke garis kiri. Lebih banyak diam apabila muncul isu-isu sensitive di kantornya. Jono, lebih cederung ikut ke garis keras, namun belum sepenuhnya. Meski sesekali ikut dalam kumpul-kumpul garis keras, tidak dimunculkan dalam sikap keseharian dalam Satgas. Ia bisa melebur diri.
Bagaimana dengan Haris? Ia produk asli dari program rekruitmen Negeri Memanggil. Pandangannya lebih moderat. Sedangkan Farid, mendekat pada sikap Jono. Namun, ia tidak mau terbawa arus.
Sedangkan Mutia, seperti halnya kebanyakan pegawai lainnya, lebih berada pada pihak yang diam, namun aktif mengikuti dinamika kelembagaan.
Meskipun bisa dipetakan, untuk hal-hal yang sensitive, mereka tidak membahas. Meski tahu apa yang terjadi, tidak pernah muncul dalam pembicaraan, sikap ataupun keseharian. Terlebih dalam pelaksanaan tugas, tidak pernah menyinggung adanya “perbedaan-perbedaan”. Satu tujuan mereka, tuntaskan perkara yang mereka tangani dalam kebersamaan.
Itulah uniknya. Bisa jadi, dipahami karena sisi historis berdirinya Lembaga Anti Rasuah di mana rekruitmen pegawai sebagai Lembaga baru, bersumber dari mana-mana. Ada Kepolisian, Auditor, Advokat, Jaksa, Kementerian Keuangan, Swasta hingga yang fresh graduate dari beragam perguan tinggi di negeri ini. Bisa dibayangkan, bagaimana kemudian muncul beragam sikap dan idealisme sebagaui pegawai Lembaga Anti Rasuah.
Hal tersebut disadari oleh mereka yang ada di baris terdepan dalam membentuk pondasi akar karateristik, pedoman perilaku dari Lembaga Anti Rasuah tersebut. Seiring waktu, pondasi tadi terus dikuatkan, seiring dengan dinamika yang terjadi. Namun, sebagai pribadi, tentu masing-masing membawa sifat bawaan, sebagai hal yang menusiawi.
Adanya “friksi” ini, akankah berpengaruh dalam kasus-kasus yang ditangani oleh Lembaga Anti Rasuah? Meski, bila perkara sudah on progress, mereka bersikap professional. Namun bagaimana dengan proses awalnya? Adakah perkara yang ditangani bisa dipilih-pilih? Karena, publik-pun tahu, kelompok-kelompok tadi tentu mempunyai afiliasi atau pilihan politik yang tidak mungkin terelakan.
“ Ok, nanti kita ke tempat pemeriksaan jam 09.00. Butuh waktu 15 menit dari hotel. “ Ucap Alan.
“ Siap Bang. Untuk boarding nanti sore tidak ada perubahan dari maskapai. Tetap jam 19.00, Bang.” Mutia mengingatkan.
“ Jadi nanti turun lobi sekalian cek out, estimasi pemeriksaan jam 17.00 sudah selesai semua. “
“ Baik Bang. Tidak banyak materi pertanyaan nanti. Lebih pada penguatan perbuatan materiil dari saksi yang saya periksa nanti Bang. “
“ Saya tulis di WA grup ya Bang, biar menjadi reminder kita semua. “
“ Ok, Tksh Mutia. “
Beberapa saat kemudian, mereka bertiga sudah meninggalkan resto, setelah tadi sarapan pagi. Ketika akan melewati batas resto, Jono dan Haris muncul bersamaan keluar dari lift. Mereka say hello dan masing-masing melanjutkan langkah kakinya.
(Bersambung)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H