Jangan sampai terulang, apa yang menjadi kekhawatiran begawan hukum pidana dan tokoh hak asasi manusia, almarhum Profesor Dr. Muladi : " di era masyarakat sipil muncul keprihatinan tentang praktik dan  penegakan hukum dengan kecenderungan yang diambil sepihak, tanpa partispasi publik dan due process of law yang baik. Hal ini sangat mengkhawatirkan karena Indonesia adalah negara hukum. "
Praktik penegakan hukum yang  due process of law yang tertuang dalam KUHAP diantaranya : perlakuan yang sama di muka hukum tanpa diskriminasi apapun. Pada konteks pemberantasan korupsi, apa yang menjadi "tuduhan" dan asumsi publik, terkait dengan tebang pilih perkara yang melibatkan tokoh publik, ada dalam kontruksi ini. Bisa dipahami tebang pilih bila dikaitkan masalah kuantitas perkara yang masuk di KPK sehingga harus bottle neck.
Satu hal yang sangat berpotensi menjadi alat KPK dalam akselerasi trust publik adalah memberikan jawaban atas asumsi dan persepsi adanya intervensi dari pihak tertentu atas proses hukum yang dilakukan KPK. Meskipun bantahan terkait intervensi ini secara massif juga disampaikan kepada publik, bahwa KPK bekerja jauh dari intervensi, KPK menghindari adanya COI atau Conflict Of Interest. Namun sepertinya, sampai detik ini publik belum mempercayai sepenuhnya.
Salah satu rumor yang mengidentifikasikan dugaan intervensi ini adalah dugaan intervensi dalam kasus e-KTP diungkapkan Ketua KPK periode 2015-2019 Agus Rahardjo saat sesi wawancara di acara Rosi yang tayang di KompasTV pada Kamis (30/11/2023) malam. Agus mengaku pernah dipanggil Presiden Jokowi pada 2017 dan diminta untuk menghentikan kasus korupsi e-KTP yang menjerat Setnov, seperti diberitakan Kompas.id. Meskipun atas hal ini pihak Istana telah membatahnya.
Bantahan tidak ada intervensi tadi, sejatinya lebih pada makna kias, karena yang perlu tunjukan dalam bantahan bukan semacam pers release atau pernyataan ke publik melalui juru bicara, ini lebih pada simbolik saja. Bantahan yang saya maksudkan adalah lebih pada kerja nyata, bahwa proses hukum atau proses bisnis yang dilakukan bisa memberikan keyakinan publik, memang yang dilakukan adalah benar, pure, murni proses hukum.
Dalam bahasa gen-z, tidak ada lagi drama-drama terkait dengan penetapan tersangka, bisa terjawab secara logis mengapa perkara dengan waktu (tempus) yang lama tiba-tiba dimunculkan dengan adanya momen tertentu, sehingga publik tidak langsung memberikan stempel "perkara tersebut pesanan".
Sisi Lain Dari Perhatian Publik
Pada sisi lain, sebagai salah satu strategi dalam pemberantasan korupsi sebagai amanat UU Nomor 19 Tahun 2019 adalah sisi pencegahan. Fakta yang tidak bisa dikesampingkan sekarang, ketika melihat KPK, tidak melulu persoalan bagaimana itu OTT dan Case-building-nya, namun juga ada upaya besar yang dilakukan, yaitu dari sisi koordinasi, supervisi, monitoring dan pencegahan korupsi.
Salah satu media dalam pencegahan yang sudah dilakukan dengan bekerja sama dengan Kementerian Dalam Negeri dan BPKP adalah Monitoring Centre for Prevention (MCP) yang  merupakan program kolaborasi yang bertujuan untuk mendorong optimalisasi upaya pencegahan korupsi agar tercipta tata kelola Pemerintah Daerah yang bersih dan bebas dari korupsi. Â
Keberhasilan program ini secara substantif, bukan sekedar administratif tentunya akan menjadi variable yang signifikan bagi pemulihan trust publik kepada KPK. Semoga, sekali lagi, semoga KPK akan terus bergerak ke titik yang lebih baik lagi.
Salam Anti Korupsi