Mohon tunggu...
Dr. Herie Purwanto
Dr. Herie Purwanto Mohon Tunggu... Penegak Hukum - PNYD di KPK (2016 sd. Sekarang)

Bismilah, Menulis tentang : - Korupsi dan Bunga Rampai (2022) - Korupsi (2023) - Hukum dan Korupsi (22 Oktober 2024 sd. sekarang) - Sebelum aktif di Kompasiana (2022), menulis di Jawa Pos, Suara Merdeka, Tribun dan Beberapa Media Internal Kepolisian. (Masuk Dalam Peringkat #50 Besar dari 4.718.154 Kompasianer Tahun 2023)

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Artikel Utama

Momentum KPK-Reborn (1)

14 November 2024   16:47 Diperbarui: 18 November 2024   09:57 883
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saya memandang, ada relevansi yang tidak bisa dikesampingkan momentum pemilihan Pimpinan KPK oleh DPR dengan tiga momentum tadi, mengapa? Lembaga anti rasuah KPK, menjadi Lembaga negara yang diberikan kewenangan dalam pemberantasan korupsi, namun tidak "dilibatkan" dalam desk bentukan Menkopolkam. Padahal dari sisi kelembagaan, sejak berlakunya UU Nomor 19 Tahun 2019, KPK sudah masuk dalam rumpun eksekutif.

Dengan memandang bahwa semua untuk kepentingan yang lebih besar dan menyamakan persepsi bahwa korupsi sebagai musuh bersama-public enemy, maka baik adanya desk anti korupsi maupun Kortas Tipikor Polri, sebagai bagian memperkuat pemberantasan korupsi itu sendiri dengan lebih mengharmonisasikan sinergitas. Semakin banyak badan atau Lembaga, semakin meningkatkan kuantitas sumber daya dalam melawan korupsi.

Efektivitas sinergitas tadi dipastikan berhadapan pada permasalahan klasik, yaitu ego sektoral. Ini yang harus dieliminir. Bekerja dengan memandang diri lebih hebat dan mengecilkan peran yang lainnya, pada titik semangat perang melawan korupsi menjadi hal yang kontraproduktif.

Ada titik kerja sama yang perlu untuk ditumbuhkan, terkait dengan fokus korupsi yang terlanjur masuk ke semua lini di negeri ini. Pimpinan KPK yang nantinya terpilih, harus menyadari, bahwa posisi lembaganya, bukan lagi "di atas" dua Lembaga lainnya yang diberikan kewenangan dalam memberantasan korupsi, meskipun tugas koordinasi dan supervisi masih melekat sebagaimana amanat Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019.

Sangat rasional bila harapan publik pada KPK agar lebih dan fokus pada kasus korupsi yang kakap, menjadi semacam "ukuran standar kinerja KPK" saat ini dan waktu mendatang.

Fakta, publik tidak lagi terkesima dengan hasil tangkapan KPK dengan melihat nilai kerugian negara perkara yang ditangani, menjadi sebuah sikap rasional publik terkait dengan maksud negara menghadirkan Lembaga KPK. Seolah direpresentasikan KPK lawan koruptor kakap, bukan lawan koruptor kelas teri. 

Satu hal yang perlu diperhatikan saat sekarang, sebagai sebuah analog, dalam sebuah arena, ada beberapa tim yang ikut berkompetisi. Masing-masing tim ingin menjadi juara dan unggul di banding tim lainnya.

Ini wajar, namun ketika yang dihadapi adalah obyek yang sama, maka sejatinya meninggalkan sikap ego sektoral yang direduksikan dalam sebuah sinergitas, menjadi sebuah keharusan dan menjadi tools menghadapi musuh bersama yang bernama korupsi tadi.

Kebersamaan demi kepentingan yang lebih besar, yang merupakan rumah besar bernama Indonesia agar terbebas dari korupsi.

Salam Anti Korupsi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun