Mohon tunggu...
Dr. Herie Purwanto
Dr. Herie Purwanto Mohon Tunggu... Penegak Hukum - PNYD di KPK (2016 sd. Sekarang)

Bismilah, Menulis tentang : - Korupsi dan Bunga Rampai (2022) - Korupsi (2023) - Hukum dan Korupsi (22 Oktober 2024 sd. sekarang) - Sebelum aktif di Kompasiana (2022), menulis di Jawa Pos, Suara Merdeka, Tribun dan Beberapa Media Internal Kepolisian

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Pilihan

Apa Harus Dengan Cara Ini Lawan Korupsi?

8 November 2024   09:16 Diperbarui: 8 November 2024   10:13 200
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sepertinya, perang melawan korupsi benar-benar sudah ditabuh di erah Presiden Prabowo Subiyanto. Gerakan ini mulai nampak masif diawali dengan kalimat menggelegar : " Ikan Busuk Dari Kepalanya. ", di sambut oleh jajaran kabinet Merah Putih, misalnya " Berantas Korupsi Dari Diri Sendiri. ". Beberapa Menteri sudah menunjukan action di lapangan. Korupsi, memang menjadi bidikan serius. Meskipun, tentu saja ada yang berkomentar sinis dan minir. " Ah, biasa, panas-panas tahi ayam. "

Selalu aja muncul pro dan kontra. Ada yang mendukung, ada yang mencibir, pesimis hingga skeptis. Wajar, terlebih obyeknya adalah korupsi. Sebuah kata yang sangat bermakna sangat merugikan bagi negeri ini. Karena korupsi-lah, hak-hak rakyat menjadi hilang musnah menguap atau masuk ke perut tikus-tikus berdasi. Sampai terberitakan korupsi bukan hanya oleh tikus-tikus di kota, namun sudah merambah desa. Banyak Kepala Desa menggerogoti Dana Desa. Alhasil hampir 30% dana APBN bocor, seperti disampaikan beberapa pejabat negara yang merilis temua Transparancy Indonesia. Tentu ironis.

Sepertinya, bila gembar gembor ihwal korupsi begitu masif, anggaplah itu sebagai bagian dari "keseriusan" level atas. Bagaimana kesiapan para level di bawahnya? Para eselon I, II, III dan para pelaksana di lapangan? Jangan-jangan tidak mendengar atau pura-pura tidak mengetahui ada "kegencaran" dari level atas untuk memberangus korupsi, sehingga perlu dibentuk sebuah desk tersendiri oleh Menkopolkam, untuk menangani korupsi ini? 

Jangan sampai perilaku korup menjadi zona nyaman bagi pelaku dan koleganya.

 Konsep apa lagi yang akan ditawarkan? Misal konsep Aparat Penegak Hukum (APH) setelah melakukan penegakan hukum di suatu daerah, langsung disusul dengan perbaikan sistem di daerah itu, apa yang menjadi modus, misal dalam pengadaan barang dan jasa, di bobol, dikorupsi dan ditangkap. Lalu sistemnya yang menjadi celah korupsi tadi, diperbaiki. Selesai? Hal seperti ini sudah berulang kali dilaksanakan. Nyatanya, terus saja berulang, bisa jadi mengulangi modus yang sama di daerah lain, atau dengan modus baru oleh pejabat yang lainnya.

Sepertinya korupsi memang sangat sangat kebangetan. Korupsi menjadi hal yang bersilangan dengan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat. Salus populi suprema lex- kemakmuran dan kesejahteraan rakyat adalah hukum yang tertinggi dalam suatu negara.

****

Dalam sebuah imajinasi, tergambar. Seorang yang dikenal sebagai pejabat (karena saat ditemukan warga di dekat jembatan batas kota, berdasi), mati tergeletak berlumuran darah, terutama pada bagian jantung dan kepala. Bila dilihat dari dua bagian tubuh tadi, sangat mungkin itu karena terjangan timah emas. Warga mengerumuni tempat tersebut. Polisipun sibuk mengolah TKP dan beberapa waktu kemudian muncul rilis : " Ditemukan pejabat A, diduga ditembak jantung dan kepalanya...." begitu yang tersiar di media.

Waktu yang bersamaan, di daerah lain, juga ditemukan mayat yang diduga pejabat juga, karena saat ditemukan masih menggunakan jas warna hitam. Hampir sama luka penyebab matinya dengan pejabat A yang ditemukan mati sebelumnya. Rilis yang kemudian tersiar di media sosial : " Ditemukan pejabat B, juga diduga mati ditembak. "

Menyusul kemudian pada malam harinya breaking news media TV, di daerah lainnya juga ditemukan mayat, kali ini meski diduga mati ditembak kepala dan jantungnya, tidak disebut sebagai pejabat, namun korban dikenal sebagai seorang pengusaha yang oleh publik dikenal sebagai "pengusaha licik suka main proyek. ". Begitulah, dua hari kemudian juga ditemukan lagi mayat yang dengan korban dengan latar belakang yang sama. 

Dalam hitungan minggu dan bulan, ternyata sudah ramai muncul berita korban-korban lainnya, ada yang pejabat yang dikenal korup karena pada LHKPN banyak tidak mencantumkan harta yang sebenarnya, pejabat yang doyan makan duit proyek, demikian juga korban dari swasta yang suka kong-kalikong untuk memenangkan pekerjaan pemerintah, ada juga dari kalangan penegak hukum sendiri yang juga menjadi korban pembunuhan berantai tersebut. Orang menduga korban dari penegak hukum tersebut memang dikenal bersahabat erat dengan lingkungan maklar kasus.

Publik heboh. Semua heboh. Hampir tiga bulan media cetak, media sosial, media elektronik menampilkan berita utama seputar ditemukannya korban yang diduga ada kaitannya dengan perilaku korup. Nah. kesimpulan ini ternyata berdampak, pada bulan ke empat, ke enam dan setahun kemudian, media seperti sepi dalam pemberitaan terkait dengan korupsi.

Ya, setahun setelah itu, pembunuhan berantai tidak terungkap, seperti sebuah kesenyapan. Demikian juga berita korupsi tidak lagi terdengar atau terbaca dari media.

Mungkin ada pertaubatan nasional bagi pelaku korupsi. Takut ia, takut tubuhnya ditemukan di pinggir jalan atau dekat jembatan dengan luka di jantung dan kepalanya.

****

Itu sebuah imajinasi, sebuah solusi yang sangat ekstrim, sadis, tidak berperikemanusiaan serta jauh dari ciri negara yang berdasarkan hukum. Namun bila ternyata selama ini hukum tidak juga efektif, banyak jutaan korban rakyat atas keserakahan para mereka yang tertembak jantung dan kepala dalam alinea imajinasi tadi, masih kah perlu cara-cara yang soft, lunak dan biasa-biasa saja? Bukankah korupsi merupakan kejahatan luar biasa alias extra ordinary crime, yang juga harus dilawan dengan cara yang sangat luar biasa?

Ah, sudahlah, saya akhiri imajinasi saya dengan sebaris harapan : " Semoga kali ini ada perubahan di negeri ini. Korupsi menjadi sebuah mitos bagi anak cucu negeri ini. "

Biar koruptor memetik hasilnya-ut sementem faceris ita mates.

Salam Anti Korupsi

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun