Dalam hitungan minggu dan bulan, ternyata sudah ramai muncul berita korban-korban lainnya, ada yang pejabat yang dikenal korup karena pada LHKPN banyak tidak mencantumkan harta yang sebenarnya, pejabat yang doyan makan duit proyek, demikian juga korban dari swasta yang suka kong-kalikong untuk memenangkan pekerjaan pemerintah, ada juga dari kalangan penegak hukum sendiri yang juga menjadi korban pembunuhan berantai tersebut. Orang menduga korban dari penegak hukum tersebut memang dikenal bersahabat erat dengan lingkungan maklar kasus.
Publik heboh. Semua heboh. Hampir tiga bulan media cetak, media sosial, media elektronik menampilkan berita utama seputar ditemukannya korban yang diduga ada kaitannya dengan perilaku korup. Nah. kesimpulan ini ternyata berdampak, pada bulan ke empat, ke enam dan setahun kemudian, media seperti sepi dalam pemberitaan terkait dengan korupsi.
Ya, setahun setelah itu, pembunuhan berantai tidak terungkap, seperti sebuah kesenyapan. Demikian juga berita korupsi tidak lagi terdengar atau terbaca dari media.
Mungkin ada pertaubatan nasional bagi pelaku korupsi. Takut ia, takut tubuhnya ditemukan di pinggir jalan atau dekat jembatan dengan luka di jantung dan kepalanya.
****
Itu sebuah imajinasi, sebuah solusi yang sangat ekstrim, sadis, tidak berperikemanusiaan serta jauh dari ciri negara yang berdasarkan hukum. Namun bila ternyata selama ini hukum tidak juga efektif, banyak jutaan korban rakyat atas keserakahan para mereka yang tertembak jantung dan kepala dalam alinea imajinasi tadi, masih kah perlu cara-cara yang soft, lunak dan biasa-biasa saja? Bukankah korupsi merupakan kejahatan luar biasa alias extra ordinary crime, yang juga harus dilawan dengan cara yang sangat luar biasa?
Ah, sudahlah, saya akhiri imajinasi saya dengan sebaris harapan : " Semoga kali ini ada perubahan di negeri ini. Korupsi menjadi sebuah mitos bagi anak cucu negeri ini. "
Biar koruptor memetik hasilnya-ut sementem faceris ita mates.
Salam Anti Korupsi
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H