Mohon tunggu...
Dr. Herie Purwanto
Dr. Herie Purwanto Mohon Tunggu... Penegak Hukum - PNYD di KPK (2016 sd. Sekarang)

Bismilah, Menulis tentang : - Korupsi dan Bunga Rampai (2022) - Korupsi (2023) - Hukum dan Korupsi (22 Oktober 2024 sd. sekarang) - Sebelum aktif di Kompasiana (2022), menulis di Jawa Pos, Suara Merdeka, Tribun dan Beberapa Media Internal Kepolisian

Selanjutnya

Tutup

Hukum Artikel Utama

Kejar Koruptor Hingga Antartika

30 Oktober 2024   16:37 Diperbarui: 31 Oktober 2024   08:53 202
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: Freepik/BillionPhotos

Saya membuka TikTok tadi, ada tulisan humor yang membuat hati saya terhibur. Bahkan sempat saya tulis dalam status saya. Ini rangkaian kata-kata humor tersebut:

Kaki Kiri Injak Gas, Kaki Kanan Injak Kopling, Suami Kerja Keras, Biar Istri Bisa Shopping. 

Kemudian saya beri emoji tertawa. Saya posting tidak lebih dari 20 menit, ternyata ada 20 view dari sahabat, rekan, kolega dan tentunya keluarga saya.

Saya tertarik dengan kata-kata humor tersebut, di samping menggelitik, juga saya gunakan cocoklogi dengan situasi saat ini, khususnya komentar-komentar netizen yang bersliweran di media sosial terkait dengan pemberitaan korupsi akhir-akhir ini, di mana ditangkap makelar kasus yang sejak tahun 2012 berkeliaran di Lembaga Peradilan dan menyimpan uangnya hampir 1 triliun berikut lantakan emas hampir 50 kilogram.

Disusul kemudian dengan penahanan mantan Menteri Perdagangan tahun 2015-2016, yang saya sebut saja TL. Dugaan korupsi yang dilakukan diduga mengakibatkan kerugian negara hampir 400 Milyar sebagai imbas kebijakan impor gula pada era ia menjabat.

Komentar netizen atas kejadian tersebut adalah : mengapa perkara lama baru diungkap sekarang? Ada apa? Jangan-jangan kasus simpanan yang oleh rezim baru dimunculkan untuk kepentingan tertentu?

Tentu saya tidak dalam ranah menjawab dalam pandangan cocoklogi tersebut. Sebab domain saya lebih pada pembuktian. Bahwa penyidik selama perkara belum daluarsa, maka perkara tersebut masih bisa dilakukan penyidikan. Bukan masalah sebentar atau lamanya proses penyidikan tersebut, karena yang dihadapi penyidik adalah bagaimana alat bukti bisa dikumpulkan.

Sepanjang pembuktian ini belum diperoleh, baik secara formil maupun materiil, maka tidak bisa diukur kapan perkara bisa diajukan di depan persidangan. 

"Deviasi" atau selisih waktu atau tempus sebuah perkara dengan pengungkapan perkara, menjadi celah penafsiran-penafsiran publik, itu sebagai sebuah kewajaran. 

Namun dalam proses pembuktian, khususnya tindak pidana korupsi tidak terpengaruh atas asumsi, persepsi maupun anggapan-anggapan di luar konteks pembuktian tadi.

Namun, seloroh-seloroh komentar yang bersliweran ramai di media sosial, setidaknya menjadi bagian dari respon gegap gempita atas terungkapnya korupsi-korupsi di awal pemerintahan Presiden Prabowo Subianto. Sangat berharap kita semua, KPK, Kejaksaan Agung dan Polri menunjukan taringnya.

Tidak perlu takut atau terbelenggu, karena tekad Presiden Prabowo Subianto yang jelas-jelas akan menyiapkan pasukan mengejar koruptor ke antartika sekalipun.

Sebuah analog yang yang lebih dekat pada satire pedas pada koruptor yang belum tertangkap ataupun calon-calon koruptor yang mencoba-coba mencuri kue dari APBN yang sejatinya ditujukan demi kemakmuran dan kesejahteraan rakyat negeri ini.

Sebagaimana ditulis Kompas.com, Center for Strategic and International Studies (CSIS) berharap Presiden Prabowo Subianto benar-benar mewujudkan komitmennya memberantas korupsi di Tanah Air.

Peneliti Departemen Politik dan Perubahan Sosial CSIS Nicky Fahrizal mengatakan, pemerintahan Prabowo menghadapi pekerjaan cukup berat dalam konteks penegakan hukum tindak pidana korupsi.

Sebab, Prabowo harus mampu menyinkronisasikan setiap lembaga penegakan hukum yang berada di bawah kekuasaan eksekutif. "Pekerjaan rumah saat ini yang cukup berat adalah mengintegrasikan dan menyinkronisasikan aktor penegakan hukum yang berada di bawah rumpun kekuasaan eksekutif."

Sebagai bagian dari elemen bangsa, tentunya sesuai dengan porsi kita berperan serta dalam pemberantasan korupsi menjadi hal yang relevan dan urgen, setidaknya bila dalam skala bermasyarakat, ada ketidakberesan dalam pengelolaan dana desa, bansos maupun penyaluran atau pelayanan publik yang berbau korupsi, dengan ringan tangan dan Ikhlas hati melaporkan pada aparat penegak hukum setempat. Jangan membiarkan.

Bila ini dilakukan dan menjadi kesadaran bersama, maka bukan hal yang mustahil korupsi benar-benar bisa enyah dari negeri ini dan mereka para koruptor akan menikmati hari-harinya di balik terali besi.

Justitia non est neganda, non differenda-keadilan tidak dapat disangkal atau ditunda.

Jadi, ayo bersama semangat Presiden yang baru, bersama pula berangus korupsi. Menutup artikel ini saya cukilkan pantun dari Kompasianer Ibu Yuyun Srimulyati.

Berlayar mengejar arus,
Kapal motor harus sering diperiksa,
Kejarlah kejar terus,
Tindak koruptor sampai ke antariksa.

Salam Anti Korupsi

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun