Presiden Prabowo Subianto menyebut Indonesia masih harus menghadapi kenyataan masih banyak kebocoran, penyelewengan, dan korupsi.Â
Hal ini tentu membahayakan masa depan anak dan cucu generasi yang akan datang. "Kita harus menghadapi kenyataan bahwa masih terlalu banyak kebocoran, penyelewengan, korupsi di negara kita.Â
Ini adalah yg membahayakan masa depan kita dan masa depan anak-anak kita dan cucu-cucu kita," kata Prabowo dalam pidato kenegaraan presiden pada sidang paripurna MPR di Gedung Nusantara, kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Minggu (20/10/2024), dikutip dari Investir.co.id.
Pengakuan jujur Presiden Prabowo terkait korupsi ini, semakin membuka-kan mata dan hati bangsa ini, korupsi sangat membahayakan bagi kelangsungan berbangsa dan bernegara.Â
Maka treatment lima tahun ke depan harus tepat. Korupsi sangat nyata, memberangus hak-hak rakyat untuk menikmati kesejahteraan.
Dari beberapa "cara" untuk meniadakan korupsi, seperti memaksimalkan hukuman (penjatuhan hukuman mati), perampasan aset (yang sampai sekarang belum juga disyahkan oleh DPR) dari aspek law enforcement, pelibatan semua elemen dan komponen bangsa, edukasi hingga perbaikan system yang menjadi kesatuan komprehensip dari amanat Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Kelewat ruwetnya masalah korupsi sehingga penangananya tidak tuntas tuntas, karena sudah kelewat menggurita, merambah ke mana-mana, hampir di semua aspek kehidupan, semua aspek profesi dan semua lini Kementerian atau Kelembagaan Negara.
Dari beragam prespektif kajian juga sudah disampaikan oleh pakar-nya masing-masing pada event-event ilmiah, diskusi, seminar, pembekalan-pembekalan kader ormas, partai politik, eksekutif, yudikatif, legislatif bahkan sampai ke lingkungan TNI dan Polri.
Itu seolah tidak lepas dari bahasan ihwal korupsi ini. Namun, kemarin pidato Presiden Prabowo "meneguhkan" Kembali bahwa korupsi belum hengkang dari bumi pertiwi ini.
Negara memberikan Amanah pada Polri, Kejaksaan dan KPK untuk memberantas korupsi. Bahkan terkini, di ujung pemerintahannya Pak Jokowi menanda tangani Peraturan Presiden Nomor 122 Tahun 2024 Tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Kepolisian Negara Republik Indonesia, yang pada intinya dibentuk Korps khusus dalam Polri dalam pemberantasan korupsi. Outputnya tentunya, lebih mengefektifkan lagi pemberantasan korupsi oleh Polri.
Dari rangkaian narasi ini, kesimpulannya adalah bahwa masalah korupsi, pemerintah dalam beberapa kali rezim sudah berusaha semaksimal mungkin dengan beragam cara, namun hasilnya belum seperti yang diharapkan. Jadi titik lemahnya di mana?
Dari beberapa penyebab dan muasal korupsi dalam kondisi seperti sekarang, saya memandang masalah "integritas" aparat penegak hukum-lah yang bisa menjadi kuncinya. Saya kontruksikan sebagai berikut :
Saat terjadi dugaan tindak pidana korupsi, penyidik dengan kaca mata kuda memproses perkara tersebut. Maju ke Penuntutan dan diajukan dipersidangan.Â
Hakim menjatuhkan hukuman maksimal (bisa juga hukuman mati) kemudian terpidana menjalankan hukuman tersebut (baik hukuman badan ataupun denda).Â
Semua berproses dalam aturan normative, tanpa ada yang "tergoda" dan "menggoda" dengan janji-janji atau tumpukan uang, jabatan ataupun kekuasaan.
Konstruksi yang ideal ini menjadi track yang membumi, dari awal perkara hingga pascaputusan dilanjutkan dengan adanya upaya hukum sampai benar-benar inkracht van gewijsde, yang dilaksanakan secara transparan menjunjung tinggi nilai-nilai keadilan.Â
Terhadap aparat yang berbuat abuse of power, jangan tebang pilih, jatuhkan hukuman seberat-beratnya dan dipecat dari kedinasannya. Intinya terapkan zero tolerance, baik kepada pelaku dan aparat penegak hukumnya. Semua dalam koridor integritas yang tinggi.
 Jadi, aparat penegak hukum yang mempunyai integritas yang tinggi menjadi salah satu variable penting bagi keberhasilan pemberantasan korupsi.Â
Momentum pidato perdana Presiden Prabowo yang berapi-api kemaren, menerbitkan semangat baru dalam pemberantasan korupsi di negeri ini. Siap-siap mereka yang terbiasa bermain api saat menangani korupsi akan terbakar. Menyala Indonesia!
Sebagaimana data KPK yang dirilis kompas.com, telah tercatat pelaku tindak pidana korupsi yang berasal dari aparat penegak hukum itu sendiri, yaitu hakim 31 kasus, pengacara 13 kasus, Jaksa 12 kasus dan polisi 5 kasus.Â
Angka ini, sangat mungkin sebagai fenomena gunung es, di mana data yang terekam atau yang terjadi tadi hanya puncaknya, sementara yang ada di bawah permukaan dan menjadi dark number atau angka gelapnya lebih banyak.Â
Fenomena ini terekam dari data ombusman.go.id, sebelum tahun 2024 ini tercatat laporan masyarakat terkait substansi hukum, hak asasi manusia  dan politik hampir 1.120 laporan.Â
Lebih rinci terkait kinerja kepolisian  mencapai 699 laporan, lembaga peradilan  284 laporan,  Kejaksaan 82 laporan dan lembaga Permasyarakatan 35 laporan.Â
Walaupun secara spesifik data dari Ombudsman ini tidak menyasar dengan obyek dugaan korupsi, namun tidak menutup kemungkinan bagian potensi adanya dugaan korupsi walau dalam cluster atau kelompok tertentu.
Sudah saatnya, spreekhuis van de wet -- apa kata undang-undang itulah hukumnya. Jangan ada pembelokan, rekayasa, apalagi mengaburkan perkara.Â
Semua berjalan sebagaimana kata-kata dalam undang-undang. Ut sementem faceris ita mates-siapa yang menanam sesuatu dia yang akan memetik hasilnya.
Salam Anti Korupsi
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H