Mohon tunggu...
Dr. Herie Purwanto
Dr. Herie Purwanto Mohon Tunggu... Penegak Hukum - PNYD di KPK (2016 sd. Sekarang)

Bismilah, Menulis Tentang Korupsi

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Gimik Politik dalam Pusaran Korupsi

25 September 2024   17:08 Diperbarui: 25 September 2024   17:12 159
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Berdasarkan KPU Nomor 2 Tahun 2024 tercantum tahapan dan jadwal pelaksanaan kampanye Pilkada 2024 yang dimulai pada Rabu (25/9/2024) September 2024 dan berakhir pada Sabtu (23/11/2024). Nantinya, usai melaksanakan kampanye yang berlangsung selama sekitar 2 bulan itu, maka tahapan akan dilanjutkan dengan tahap pemungutan suara hingga pengesahan pasangan calon terpilih. Pemilih akan mencoblos paslon kepala daerah pada Rabu (27/11/2024), dikutip dari Bisnis.com.

Para calon Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah, baik yang Tingkat Propinsi hingga Kota/Kabupaten, sudah mengambil nomor urut di depan KPU. Artinya, bila diibaratkan pertandingan tinju, para calon Kepala Daerah dan Wakilnya, sudah masuk di atas ring. Bel sudah dibunyikan dan siap untuk saling menjatuhkan lawan dan memenangkan pertandingan.

Dengan berbekal nomor yang "diundi", tadi Tim Sukses akan merespon segera untuk menebar jaring ke publik, mendulang suara dan memenangkan pemilihan. Mengenai penetapan nomor, entah nomor satu, nomor dua, nomor tiga dan seterusnya, saya bisa jadi yang tidak percaya pada "mitos", pemegang nomor satu diuntungkan dalam meraup suara. Nomor tidak ada relevansi dengan pundi-pundi suara, selama tidak dibarengi dengan program-program yang ingin "dijual ke publik."

Terkait prioritas program, tidak lepas dari seputar janji-janji kesejahteraan, kesehatan, pendidikan dan hal-hal yang "dibutuhkan dan menjadi kebutuhan dasar publik." Saya nilai, program prioritas tadi sangat idealis, bagi terwujudnya masyarakat yang adil dan makmur. Sebuah cita-cita yang mulia bila memang program priotitas tadi bisa diterima publik dan mengantarkan Si Cakada dan Wakilnya, melenggang ke kursi eksekutif dengan cara-cara yang elegan, bersih dan tanpa harus bagi-bagi amplop yang akan menjadikan politik berbiaya tinggi.

Politik berbiaya tinggi ini, ditengarai menjadi salah satu variable yang signifikan tingginya prosentase korupsi yang melibatkan Kepala Daerah. Kepala Daerah yang mempunyai "kekuasaan", bisa mempengaruhi proses pengadaan barang dan jasa dan kebijakan lainnya di daerah sebagai perilaku abuse of power, impact dari "biaya tinggi" yang ia keluarkan untuk kemenangan dirinya tadi. 

Data dikutip dari  bpkp.go.id, 85% kasus korupsi yang melibatkan minimal 306 Gubernur/Bupati/ Walikota adalah kasus Pengadaan Barang/Jasa dan  Penelitian KPK : >70% Kasus Korupsi Berasal dari PBJ.

Sejalan dengan fakta tersebut, Dr. H. Fahrurrazi, MSi, CPOF, CPSP, CCMS, CPST ahli Pengadaan Barang dan Jasa, dan sering dihadirkan sebagai ahli di depan persidangan perkara korupsi, merasa prihatin bahwa sistim politik memengaruhi dengan pola yang sekarang, biaya atau cost yang tinggi. Hal ini membawa konsekuensi pada jabatan yang dipegang kemudian dalam tata kelola anggaran yang menjadi kewenangannya, salah satunya pengadaan barang dan jasa.

Pada konteks gimik-gimik saat "merayu" calon pemilih di masa kampanye bersama Tim-Suksesnya, dengan beragam cara yang dilakukan, maka seharusnya ia sudah mempertimbangkan bahwa jalan yang tengah ia rintis, yang ingin ia capai dengan berkuasa di jajaran eksekutif, membawa konsekuensi akan berhadapan dengan "peluang untuk memeroleh penghasilan" melalui kekuasaan yang ia miliki. Atau dengan kata lain potensi untuk melakukan korupsi semakin terbuka.

Potensi yang ada di depan mata, akan membuatnya goyah atau tetap ia jaga on the track menjadi pejabat yang bersih dan amanah. Ini tantangan yang seharusnya sudah dipertimbangkan jauh sebelum masuk sebagai Calon Kepala Daerah atau Wakil Kepala Daerah. Hingar bingar saat kampanye, tebaran janji-janji manis hingga muncul gimik-gimik dalam menarik publik, harus juga dibarengi semangat untuk anti korupsi. Karena dengan sikap anti korupsi ini, menjadi salah satu tools mengantarkannya pada figure pemimpin yang sangat dibutuhkan di negeri ini, saat ini maupun saat mendatang.

Bila bersikap sebaliknya, apalagi sudah ada mens rea (sikap batin) yang jahat, yaitu saat  berkuasa dan dengan kuasanya tersebut untuk menumpuk kekayaan sebagai modal melanggengkan kekuasaan, maka jeruji besi atau kemarahan rakyat yang bakal diterimanya. Semesta-pun akan mengutuknya.

Salam Anti Korupsi

Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun