Hukum dan Aparat Pengawas Intern Pemerintahan di Manokwari adalah Pengadaan Barang dan Jasa. Materi ini menjadi salah satu pengetahuan yang "wajib" untuk dikuasai oleh mereka-mereka yang terlibat dalam "core business" pemberantasan korupsi.
Salah satu materi yang dibedah dan diskusikan pada Pelatihan Bersama Aparat PenegakPengalaman empiris saya sebagai penyidik KPK, bila diinventarisir perkara yang pernah ditangani, hampir 70-80 % terkait dengan Pengadaan Barang dan Jasa. Perlu pendalaman dalam memahami beberapa modus dan titik rawan korupsinya. Â Â
Banyak kasus korupsi yang melibatkan minimal kepala daerah merupakan kasus yang berkaitan dengan pengadaan barang/jasa dan kasus penyimpangan tersebut terjadi pada tahap perencanaan. Oleh karena itu dipandang perlu dilakukan prosedur audit mulai pada saat identifikasi kebutuhan dalam penyusunan Rencana Umum Pengadaan (RUP) yang merupakan bagian dari penyusunan RKA SKPD. 85% Kasus Korupsi yang melibatkan minimal 306 Gubernur/Bupati/ Walikota adalah Kasus Pengadaan Barang/Jasa. 3.423 Kasus Korupsi yang ditangani BPKP Sejak Tahun 2003 adalah Kasus PBJ. Hasil penelitian KPK, salah satunya menyimpulkan lebih dari 70% kasus korupsi terkait dengan PBJ, dikutip dari bpkp.go,id.
Dr. H. Fahrurrazi, MSi, CPOF, CPSP, CCMS, CPST ahli Pengadaan Barang dan Jasa, sangat berkompenten menyampaikan materi. Ia sudah sering dihadirkan sebagai ahli di depan persidangan perkara korupsi. Jabatan yang diemban sebagai Ketua DPD Ikatan Ahli Pengadaan Indonesia dan sebagai Dewan Pendiri Pusat Pengkajian Pengadaan Indonesia. Pada Selasa, 6 Agustus 2024, di depan para peserta Pelatihan Bersama menyampaikan prolognya :
Pengadaan barang dan jasa itu luas, namun permasalahannya berulang. Tidak ada permasalahan yang remeh temeh terkait barang dan jasa. Semua saling kait mengait. Bahasan tentang Pengadaan Barang dan Jasa sangat teknis, masih sering memunculkan perbedaan-perbedaan. Pola-pola kenakalan dalam penyalahgunaan dalam Pengadaan Barang dan Jasa sangat variatif.
Regulasi atau aturan Pengadaan Barang dan Jasa dinamis dan banyak berubah. Di BUMN, misal dalam satu tahun bisa berubah dua kali. Menjadi tantangan tersendiri bagi penegak hukum, terkait peraturan dasar dalam pengadaan barang dan jasa yang dinamis dan sering berubah tadi. Hal ini berkaitan dengan pola-pola pelaksanaan dan siapa yang bisa dipertanggungjawabkan secara hukum.
E-purchasing adalah suatu metode yang paling aman, namun sebelum Mei 2022, setelah itu e purchasing adalah sarana untuk bisa mengamankan proyek yang perlu diamankan. Keterkaitan para pihak perlu kecermatan.
Antusias Peserta
Antusias dari peserta pelatihan terlihat dari respon untuk bertanya, misalnya seperti yang disampaikan Masjuli, penyidik dari Polres Bintuni. Masjuli menyoal tentang pengadaan barang dan jasa melalui e purchasing bermasalah, Misal ada satu dinas melakukan barang dan jasa sebesar Rp. 2 Milyar, nomenklatur dengan anggaran yang sama. Dalam kontrak anggaran sudah dipecah-pecah, jumlah akhir sama. Ada 4 penyedia, masing-masing beberapa kontrak. Masjuli juga menyinggung masalah pokok pikiran (Pokir) yang menjadi permasalahan di daerah.
Inti dari jawaban yang diberikan simpel dengan bahasa yang mudah dipahami, " pemecahan atau penggabungan paket, harus melihat pasarnya, apakah masih dalam satu pasar atau tidak. Misal pengadaan AC dan korden, tentu tidak ada penyedia yang menjual AC dan korden satu toko, sehingga pemaketan harus sesuai cluster. Terkait pokir, tidak ada yang salah. Anggota legislatif tidak boleh melampaui kewenangan, yaitu sebatas mengusulkan. Tidak sampai pada pemaketan pola sendiri. Termasuk mengusulkan pelaku usahanya. Bila sudah ada penunjukan, jelas melebihi kewenangan. " jelas Fahrurrazi.
Nancy, Inspektorat propinsi Papua Barat sharing, sekarang banyak jual paket, banyak terjadi Bapaknya, Mamanya, Anaknya punya bendera sendiri, kebanyakan demo-demo yang terjadi ada pihak ketiga yang menjamin. Paket di propinsi banyak. Yang Mulia memerintahakan paket dipecah. Paket tidak dikerjakan. Unjungnya paket dijual. Pihak lain yang mengerjakan. Ada pimpinan tertinggi yang "mengamankan".
Terkait hal ini, tanggapan nara sumber intinya : " Pinjam bendera atau mengalihkan seluruh pekerjaan, dalam regulasi tidak boleh. Bila sudah masuk kontrak, harus diputuskan kontraknya. Tugas PPK bisa memutuskan kontrak yang menjadi kewenangannya" Â Ujar Fahrurrazi. Ini menjadi tantangan bagi Inspektur tentunya" Dalam prakteknya, ketika pinjam bendera seperti ini bisa berefek pada volume yang kurang, pemalsuan dokumen. 60% dari pengalaman sebagai ahli di persidangan menyangkut masalah pinjam bendera ini. " tambahnya.
Relevansi PBJ dengan Sistim Politik Saat Ini
Terkait dengan data yang saya tampikan pada bagian awal artikel ini, di mana banyak penyelenggara negara yang terlibat dalam perkara korupsi, sebuah pertanyaan saya ajukan pada Dr. Fahrurrazi, yaitu apa sebenarnya yang menjadi hal mendasar dari adanya penyalahgunaan kewenangan pada Pengadaan Barang dan Jasa, dalam perbincangan sebelum kegiatan dimulai, tadi pagi.Â
Atas pertanyaan saya ini,  Dr. H. Fahrurrazi merasa prihatin bahwa sistim politik memengaruhi dengan pola yang sekarang, biaya atau cost yang tinggi. Hal ini membawa konsekuensi pada jabatan yang dipegang kemudian dalam tata kelola anggaran yang menjadi kewenangannya, salah satunya pengadaan barang dan jasa.
Dijelaskan juga, dari sisi proses persegmen, misal  pengadaan krusial karena kalau dari awal tidak ada pengawasan akan beruntun mempunyai efek pada tahap berikutnya, misalnya butuh ada honorarium tim tehnis, sehingga tidak minta pada penyedia, ujung-ujungnya akan mengurangi kualitas, volume dan sebagainya, sehingga menjadi  titik rawan terjadinya korupsi.
Kalau dari kondisi pasar misal sudah e purchasing, pasar belum siap dan mapan, sementara dalam katalog pasarnya belum sehat, pasarnya dikondisikan sehingga menjadi tidak baik-baik saja. Perencanaan menjadi titik yang krusial. PPK tidak punya goodwill untuk mengendalikan kontrak bahkan ironisnya terjadi irasionalisasi dalam gratifkasi terlalu ekstrim. Masih banyak yang menganggap biasa-biasa dan tidak masalah.
Konstruksi dan akar masalah penyalahgunaan wewenang atau abuse of power pada pengadaan barang dan jasa yang dikaitkan dengan sistim politik saat ini, benang merahnya menjadi jelas. Jajaran kuasa anggaran dari jajaran pegawai negeri dan penyelenggara negara, terdorong dan masuk dalam lingkaran sistim politik yang high cost tadi, pada sisi lain untuk melanggengkan kekuasaan atau untuk memeroleh jabatan atau kekuasaan tadi. Ketika peluang saat ia menjabat ada di depan mata, maka peluang itu memunculkan niat.
Semoga, ke depan siapapun yang terlibat dalam pengadaan barang dan jasa menyadari bahwa sejatinya apa yang dilakukan dengan siasat jahat dan bukan hak yang sah, dalam prespektif relegi, akan ada pertanggungjawabannya di hadapan Yang Maha Kuasa.
Artikel  lain Pengadaan Barang dan Jasa, dengan nara sumber Dr. Fahrurrazi bisa dibaca pada link :
Salam Anti Korupsi
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H