Sebuah pertanyaan terkait dengan bagaimana sebenarnya pencegahan ofensif oleh KPK dilaksanakan? Siapa yang melaksanakan fungsi pencegahan ofensif ini? Pemahaman umum terkait pencegahan biasa dipahami sebagai proses, cara, tindakan mencegah atau tindakan menahan agar sesuatu tidak terjadi (Kamus Besar Bahasa Indonesia).
Sedangkan pencegahan ofensif pro-active and aggressive approach, merupakan sebuah pendakatan melalui tahapan baseline, eksekusi dan pengakhiran (penyelesaian). Dalam tahap baseline, dilakukan pemetaan terhadap stakeholder dan kepatuhan, permasalahan lintas yang ada serta data terkait kebijakan.
Tahap berikutnya merupakan tahap eksekusi, dengan kegiatan penagihan kewajiban stakeholders hingga debottlenecking, yaitu sebagai upaya untuk mengurangi permasalahan yang muncul dengan tujuan optimalisasi target atas kebijakan. Berikutnya tahap pengakhiran berupa penegakan sanksi, upaya lanjutan dan evaluasi.
Apa yang menjadi tahapan dalam pencegahan ofensif ini, diimplementasikan oleh Satgas Pencegahan dan Satgas Penindakan Korsup KPK yang memfusi dalam Satgas Kolaborasi. Kabupaten Sumba Barat Daya, Kabupaten Sumba Barat, Sumba Tengah, Sumba Timur dan Kabupaten Manggarai Barat menjadi sasaran satgas ini.
Dian Patria, sebagai leader dalam Satgas Kolaborasi Korsup KPK-RI, ketika mengadakan rapat dengan jajaran Pemda Kabupaten Sumba Barat, menyinggung masalah perlunya mendorong, mencegah jangan sampai lewat, segala bentuk dari benih-benih korupsi, yang dilihat dari adanya proyek yang mangkrak, perencanaan anggaran yang "disengaja" defisit, masalah penguasaan aset oleh pejabat serta wajib pajak yang sengaja tidak membayar kewajibannya.
Ironisnya, keadaan tersebut "seolah" tidak bisa disentuh, tidak dicarikan solusinya sehingga berlarut. Bisa jadi "kesengajaan" yang dibuat tadi, menjadi sebuah alibi dan memang dinikmati oleh pejabat-pejabat tertentu. Oleh sebab itu, dengan kondisi yang demikian, KPK hadir dengan strategi pencegahan ofensif. Namun, pencegahan tadi merupakan  pencegahan yang harus ada ujungnya. Jangan sampai berujung pada sikap dan munculnya moral hazard. KPK hadir dengan memberi solusi.
Sehingga ketika ada permasalahan seperti masuk dalam ranah abu-abu, yang tidak kunjung terselesaikan, maka ultimum remidium menjadi ranah aparat penegak hukum untuk dilibatkan dan tentunya dukungan dari aparat penegak hukum di daerah sangat diperlukan. Sebagaimana dalam foto, audiensi dengan Kapolres Sumba Barat AKBP Dorizen juga dilaksanakan.
Dalam konteks asas hukum dikenal asas litis finiri oportet-perkara harus ada akhirnya. Ini memberikan suatu dorongan, sehingga dengan langkah bersama antara KPK dan jajaran pemda, bisa meminimalisir potensi adanya abuse of power, yang berujung pada perilaku korup. Jangan malah sebaliknya, membiarkan potensi penyalahgunaan wewenang, sebagai hal kontraproduktif untuk meningkatkan pendapatan asli daerah, sehingga tidak selalu menumpu harapan anggaran dari pusat.
Kegiatan nyata yang secara langsung membuahkan hasil adalah ketika wajib pajak Hotel Cap Karoso, Sumba yang menunggak pajak daerah hingga Rp 2 Milyar, bersedia membayar pada Pemda serta beberapa aset mobil dinas yang dikuasai mantan pejabat dikembalikan pada Badan Keuangan dan Aset Daerah, tervisualisasikan dalam foto pendampingan Satgas Kolaboratif saat mendampingi salah satu wajib pajak di Sumba Barat, sebagaimana dalam cover artikel ini.
Salam Anti Korupsi
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H