Salah satu strategi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam pemberantasan korupsi adalah dengan pencegahan. Pencegahan yang menjadi framing publik, tentunya berupa kegiatan "mencegah" agar tidak terjadi korupsi. Namun, ada sisi lain dari strategi pencegahan itu sendiri, yaitu pencegahan ofensif. Bagaimana kegiatan pencegahan ofensif ini dilakukan?
Pencegahan ofensif dilakukan karena dianggap memberikan dampak signifikan. Kegiatan yang "bernada mengancam " akan menjebloskan ke tahanan pejabat negara atau swasta yang menurut KPK berpotensi merugikan negara. Misalnya pejabat yang selesai dengan jabatannya namun menguasai aset berupa rumah dinas, mobil dinas ataupun barang-barang lainnya. Pemerintah daerah setempat, melalui Badan Keuangan  dan Aset Daerah sudah memberikan peringatan dan melakukan upaya-upaya persuasive, namun tidak berhasil. Atau Bappeda ada kesulitan dalam menarik pajak terhadap restoran, hotel, pengelolaan tempat wisata dan wajib pajak lainnya menemui jalan buntu. Pada titik inilah, KPK hadir dengan pencegahan ofensif tadi, sebagaimana tervisualisasi dalam cover artikel ini, Kasatgas Pencegahan Dian Patria, turun lapangan melakukan pendampingan dengan jajaran Pemda Sumba Barat Daya.
Tidak serta merta pencegahan ofensif diterapkan, namun beriringan dengan kegiatan guna mendorong capaian MCP (Monitoring Center for Prevention). Kegiatan MCP yang dikemas KPK ini dengan menggandeng stakeholder jajaran Kementerian Dalam Negeri dan BPKP untuk akselerasi pencegahan korupsi di Pemerintah Daerah.
Ada delapan area atau sasaran MCP, yaitu Pengawasan APIP, Pengadaan Barang dan Jasa, Pelayanan Publik, Manajemen ASN, Perencanaan APBD, Penganggaran APBD, Pengelolaan BMD dan Optimalisasi Pajak Daerah.
Melalui Kedeputian Koordinasi dan Supervisi, KPK dibawah komando Deputi Korsup, Didik Widjanarko, Â menerjunkan Satuan Tugas Kolaborasi (Gabungan Satgas Pencegahan dan Satgas Penindakan) ke wilayah-wilayah, dari Sabang sampai Merauke. Satgas kolaborasi ini langsung menyasar hingga tingkat Kabupaten dan Kota (Gambar 2, Satgas audiensi dengan jajaran Polres Sumba Barat Daya, dengan tujuan pelibatan APH dalam penegakan hukum bila upaya pencegahan ofensif tidak efektif)
Hasil strategi pencegahan ofensif, juga membuka peluang untuk masuknya aparat penegak hukum lain dalam menindak perilaku korup yang dilakukan oleh pihak-pihak di wilayah non penyelenggara negara. Salah satu bentuk "umpan" yang dilempar oleh Satgas Kolaborasi ini adalah adanya dugaan pungutan liar di tempat obyek wisata Raja Ampat, Papua.
Sebagaimana dikutip dari Kompas.com, KPK menduga adanya pungutan liar (pungli) terhadap wisatawan di Kabupaten Raja Ampat, Papua Barat Daya. Diperkirakan nominalnya hingga milyaran rupiah. Sekretaris Satuan Tugas Sapu Bersih Pungutan Liar Republik Indonesia (Saber Pungli) Irjen Pol Andry Wibowo mengaku, pihaknya bakal meminta keterangan dari Kepala Kantor Unit Penyelenggara Pelabuhan kelas II Raja Ampat dan Inspektur Pengawasan Daerah (Irwasda) Polda Papua Barat.
Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf) Sandiaga Salahuddin Uno berharap, aparat penegak hukum menindak tegas pelaku pungutan liar (pungli) terhadap wisatawan di Kabupaten Raja Ampat, Provinsi Papua Barat Daya. "Itu harus ditindak tegas karena parekraf itu adalah zona integritas. Parekraf ini bisa maju kalau ada kepercayaan kepada para pelakunya oleh para wisatawan, dikutip dari Antaranews.com.
Gaung dari pergerakan pencegahan ofensif oleh KPK ini, setidaknya memberikan sinyal, meskipun bergerak hingga ujung negeri, akan terpantau dan direspon oleh stakeholder, di tingkat pusat. Follow up atas "umpan" dari Satgas Pencegahan Offensif KPK ini bila dilaksanakan secara masif, dengan mengambil sasaran yang random, seperti pelayanan publik, tempat wisata, potensi wajib pajak yang menunggak dan sebagainya, akan mengecambah menjadi sebuah gerakan yang langsung menyentuh perilaku yang bisa dicluster-kan sebagai perilaku korup. (Gambar 3, Satgas pendampingan saat penyerahan aset mobil di Sumba Barat Daya)