Untuk hari Rabu, 3 Juli 2024 yang merupakan hari ketiga di Kota Sorong, Tim Kolaborasi, yaitu Satgas Pencegahan dan Satgas Penindakan Korsup Wilayah V KPK-RI, akan melakukan rapat koordinasi MCP dengan seluruh Kepala daerah, Sekda, inspektur dan Admin MCP se Papua Barat Daya di Kantor Gubernur, hadir juga Forkopinda Papua Barat dan Ketua Majelis Rakyat Papua Barat Daya, Alfons Kambu.
Bahasan ihwal MCP, dikutip dari kpk.go.id, MCP atau Monitoring Center for Prevention KPK, merupakan salah satu upaya yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam rangka mendorong  pendegahan korupsi melalui upaya-upaya preventif dengan berbagai intervensi.Â
Kedelapan area yang diintervansi tadi meliputi perencanaan dan penganggaran APBD, Pengadaan Barang dan Jasa, Perizinan (Pelayanan Terpadu Satu Atap), Aparatur Pengawasan Intern Pemerintah (APIP), Manajemen ASN, Optimalisasi Pajak, Manajemen Aset Daerah dan Tata Kelola Dana Desa.Â
Sangat relevan sekali, bila Pj Gubernur Papua Barat Daya Mohammad Abud Musa'ad menyampaikan bahwa kegiatan pencegahan korupsi sangat penting bagi masyarakat Papua Barat Daya karena belum lama sebagai daerah pemekaran.Â
Beberapa tahun terakhir, KPK konsen pada aspek pencegahan korupsi. Hal utama yang penting adalah masalah komitmen masing-masing individu, terkait juga dengan masalah tanggung jawab tugas.Â
Proses-proses peralihan, transisi yang terkait dengan peralihan aset, menjadi hal yang penting dalam menciptakan pemerintahan yang bersih dan baik. Semua proses tadi harus dilaksanakan sesuai dengan taat asas biar tidak ada masalah di kemudian hari.
Pada sisi lain, dalam pemaparannya, Kasatgas Pencegahan Korsup Wilayah V KPK-RI, Dian Patria menarasikan fakta berupa tantangan pemerintah di wilayah Timur Indonesia, di antaranya PAD kecil, tergantung dana transfer dari pusat, alokasi APBD untuk belanja pegawai di atas 40%, anggaran untuk  belanja publik masih rendah, APBD defisit, bentang alam yang unik, kepulauan dan jarak ke ibukota jauh, biaya transportasi tinggi dan logistik mahal, infra struktur terbatas serta patologi birokrasi.
Untuk postur APBD se-Papua Barat Daya, Â defisit -11,07 %, sehingga bisa digolongkan rawan. Lebih rawan lagi bila masih juga terjadi korupsi.Â
Korsup KPK, berupaya untuk membantu dan mendorong pemasukan pendapatan asli daerah diantaranya dengan optimalisasi pajak dan pengembalian aset daerah.
Area MCP lain yang mendapat perhatian adalah fakta yang sejatinya sangat dibutuhkan oleh masyarakat terkait dengan pelayanan publik yaitu adanya transparansi dan sikap responsiv dari petugas.Â
Untuk melihat langsung bagaimana hal ini dilaksanakan, Satgas kolaborasi Korsup KPK-RI Wil V dengan didampingi Inspektur Kota Sorong, Ruddy, menyambangi Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Kota Sorong, sebagaimana dalam foto ke dua artikel ini.
Salah satunya adalah mengecek bagaimana mekanisme pengurusan izin usaha melalui System Onlien Single Submission (OSS) yang merupakan implementasi dari pelaksanaan UU Nomor 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja.Â
Mekanisme tersebut memudahkan pelayanan selama dokumen persyaratan sesuai peraturan sekotoral terpenuhi, di mana secara umum syarat tersebut adalah izin Lokasi, izin lingkungan dan IMB, surat pernyataan pemenuhan komitmen dan permohonan lain usaha dan operasional komersial.
Apa yang dilakukan dalam tugas kolaborasi di Sorong oleh Korsup KPK-RI tersebut, menjadi sebuah edukasi publik, bahwa pemberantasan korupsi, tidak semata-mata berada di konteks penegak hukum (law enforcement), namun juga ada sisi lain yang tidak kalah pentingnya, yaitu Pendidikan Masyarakat dan Pencegahan.
Peran Korsup KPK-RI, dalam pendampingan wajib pajak yang menunggak ekiuvalen dengan menjembatani pemda guna optimalisasi pajak daerah Hal ini  menjadi salah satu bukti konkrit  keberadaan KPK sebagai lembaga anti korupsi, telah mempunyai branding dan siapapun tidak ingin mempunyai urusan hukum dengan KPK.Â
Brand image tersebut melekat juga pada wajib pajak, yang welcome menerima pendampingan dalam menagih hutang atau kewajiban mereka pada daerah.
Kemudian peran Korsup KPK dengan turun langsung mengecek pelayanan masyarakat dalam penerbitan ijin di Dinas DPMPTSP untuk menjamin bahwa prosedur atau mekanisme dilaksanakan dengan baik, tanpa ada rekayasa pemanfaatan kelemahan system yang ujung-ujungnya adalah adanya uang kutipan, uang terima kasih dan sebagainya istilah yang merupakan salah satu bentuk petty corruption.
Dikutip dari google, petty corruption adalah korupsi skala kecil oleh pejabat publik yang berinteraksi dengan masyarakat. Jenis korupsinya seperti pungutan liar, uang pelican atau pemerasan untuk memuluskan pelayanan publik atau birokrasi.
Pada konteks itulah, sebagaimana dikutip dari kpk.go.id, KPK melalui kedeputian Kordinasi dan Supervisi bersama Badan Pengawas keuangan dan Pembangunan (BPKP) dan Kementerian Dalam Negeri melaksanakan program Monitoring Center for Prevention (MCP) yang evalusi pelaksanaan dilakukan di Propinsi Papua Barat Daya, sebagaimana dinarasikan tadi.
Fungsi penindakan mengingatkan kembali ihwal perbuatan suap dan gratifikasi yang harus dihindari oleh para Kepala Dinas, OPD dan jajaran birokrat. Karena seringkali, perbuatan korupsi "tidak disadari" sebagai perbuatan melawan hukum, hanya karena keyakinan saat tanda tangan dokumen dalam proses pengadaan barang dan jasa, ia tidak menerima uang satu rupiah pun. Ia, lupa bahwa unsur korupsi salah satunya adalah " memperkaya diri sendiri atau orang lain".Â
Sehingga untuk dijeratnya seseorang sebagai pelaku korupsi, tidak harus ia menerima hasil korupsi-nya. Bila ada orang lain atau pihak lain memeroleh keuntungan, terpenuhi sudah unsur tersebut. Terstigmalah ia sebagai koruptor.
Salam Anti Korupsi Sorong, 3 Juli 2024
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H