Salah satu pasal dalam MOU tadi, terkait dengan sinergitas menyebutkan bahwa dalam rangka pelaksanaan koordinasi dan atau supervisi atas kegiatan penanganan perkara tindak pidana korupsi, para pihak mendukung pelaksanaan Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan secara online dan dapat diakses oleh para pihak.
Adanya SPDP On line, menjawab ending dari artikel saya kemaren Menelisik Satgas Penindakan Korsup-KPK RI (1) : Urai Benang Kusut. Dengan SPDP On line ini, ketiga instansi pemberantas korupsi bisa saling memantau perkara korupsi yang sedang ditangani.
SPDP menjadi obyek penting, karena dari situlah menjadi entry point sebuah perkara dimulai. Ia menjadi dasar dan pijakan hukum atas tindakan hukum yang akan dilakukan oleh penegak hukum.
Pertanyaan yang muncul adalah, apakah benar semua perkara yang sedang ditangani tersebut oleh operator SPDP on line di up load, sehingga kumulatif yang muncul di aplikasi tersebut sebagai angka yang riil?
Pengalaman empiris menyebutkan fakta sebagai berikut :
Pertama, jumlah perkara korupsi yang ada dalam SPDP On-line, tidak semuanya fakta atas perkara korupsi yang ditangani (saya tidak menyebut instansi mana). Ada fenomena, up load data ke SPDP On line sebagai "formalitas" dan ada dark number di sana. Bila ini sebagai sebuah kekhilafan operator, atau hambatan jaringan masuk ke sistem atau yang sifatnya human error, termasuk di sini ketidakadanya transfer knowledge operator yang pindah tugas, masih bisa ditolerir. Namun bila ada "upaya sengaja" untuk menyembunyikan data riil, menjadi sebuah pertanyaan, apa maksudnya?
Satgas Penindakan Korsup KPK yang menjalin komunikasi terkait permintaan data audit PKKN ke BPK, BPKP dan Inspektorat, menjadi pintu masuk diketahuinya masalah tersebut. Pada daftar permohonan permintaan audit PKKN tadi, muncul perkara namun tidak ter up load di SPDP On Line.
Kedua, menyoal fakta perkara korupsi yang riil dan sedang  ditangani serta  terpantau di SPDP Online tadi, sejatinya akan menyemai sinergitas dengan mengesampingkan sikap ego sentris kelembagaan. Ini dengan asumsi, bahwa data yang transparan, menjadi bagian dari concern atas bentuk keprihatinan korupsi yang terjadi.
Dari situ, akan terpantau perkara mana yang mengalami hambatan atau kendala, sehingga akan dikomunikasikan dalam sebuah Rapat Dengar Pendapat atau Gelar Perkara, sehingga solusi pasti akan didapatkan. Semakin memendam sebuah perkara dalam ketidakpastian, maka akan menjadi kontraproduktif dan berlawanan arus asas litis finiri oportet-setiap perkara harus ada akhirnya.
Dalam konstruksi inilah, maka peran Satgas Penindakan Korsup KPK memegang domain. Menjembatani, memfasilitasi, hingga membersamai aparat penegak hukum dan stakeholder seperti auditor, akademisi (dalam konteks Ahli yang dibutuhkan guna memperkuat pembuktian) dalam pemberantasan korupsi.
Sepanjang tahun 2024 ini, misalnya kegiatan yang dilakukan oleh Satuan Tugas Penindakan Korsup KPK di Direktorat V adalah fasilitasi ahli untuk Perkara RS Boking NTT dilanjutkan dengan Gelar Perkara yang mengundang Tim Monev-Kejagung, Bareskrim, Penyidik Polda NTT, Ahli Konstruksi dan BPKP NTT di Gedung Merah Putih Jakarta serta tindak lanjut gelar perkara yaitu Pemeriksaan Fisik oleh Ahli di Poltek Bandung, Rapat Dengar Pendapat dengan Penyidik di Polda Papua Barat, Koordinasi masalah PKKN dengan Inspektorat di Papua Barat, Maluku dan NTT serta kegiatan lainnya.