Begitu saya tulis data judi online 2023 pada mesin telusur Google, muncul narasi disertai deretan angka sebagai berikut: sepanjang 2023 PPATK menemukan ada sekitar 168 juta transaksi terkait judi online, dengan nilai total transaksi Rp327 triliun.
PPATK juga menyatakan pada 2023 ada sekitar 3,29 juta orang di Indonesia yang bermain judi online, dan sebagiannya melakukan penyalahgunaan rekening.
Berikutnya saya tulis lagi kerugian negara akibat korupsi tahun 2023 muncul: ICW juga mencatat, total potensi kerugian negara akibat kasus korupsi tahun 2023 mencapai Rp28,4 triliun.
Melihat data tersebut, tentu yang segera muncul di benak kita adalah, korupsi yang selama ini terstigma sebagai salah satu bentuk kejahatan yang sudah memprihatinkan bagi negara kita, menjadi lebih terjengah lagi ketika tersaji data total transaksi judi online hampir 11 kali lipat dari korupsi.
Makanya, tepat adanya political will dari pemerintah untuk memberangus judi online tadi, salah satu action-nya adalah dengan pembentukan Satuan Tugas dengan gerak cepat membekukan rekening yang diduga ada kaitan dengan judi online.
Tentu membandingkan keduanya, antara judi dan korupsi kurang relevan karena memang dari aspek rumpun dan modusnya berbeda. Sehingga tidak matching bila dipaksakan untuk dianalisis korelasi keduanya.
Fakta Empiris
Namun pada sisi lain, dari aspek empiris saya sebagai penyidik tindak pidana korupsi, ada sebuah fakta menarik yaitu beberapa tersangka kasus korupsi, di depan penyidik dan tertuang dalam Berita Acara Pemeriksaan, ketika ditanya digunakan apa saja uang hasil korupsi, jawabnya: Ada yang digunakan untuk perjudian on line. Inikah yang akan dibahas pada artikel ini? Bukan.
Yang akan dikulik adalah fakta nekad melakukan korupsi karena menumpu pada harapan yang seirama dan menjadi unsur utama dari perjudian, yaitu untung-untungan. Mengharap menang ketika melakukan judi sebangun dengan narasi mengharap aman tidak ditangkap ketika melakukan korupsi.
Memang belum ada penelitian atau data yang bisa saya pergunakan untuk menunjukan kausalitas niat saat akan melakukan korupsi dengan sikap untung-untungan dengan harapan tidak apes atau sial/kurang beruntung-bahasa Jawa.