Dokumen Pribadi
Sebagai salah satu upaya Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam mengimplementasikan tekad "berantas korupsi hingga ujung negeri", adalah dengan turunnya Satuan Tugas Koodinasi dan Supervisi ke tanah Papua. Satuan Tugas Pencegahan berkolaborasi dengan Satuan Tugas Penindakan datang langsung ke Papua Barat, untuk menyampaikan upaya-upaya pencegahan korupsi di tanah Cendrawasih tersebut.
Fungsi pencegahan, yang merupakan salah satu dari tiga strategi KPK dalam pemberatasan korupsi, lebih mengedepankan peran preventif kepada stakeholder yang langsung mempunyai peran sentral dan berpengaruh dalam keikutsertaan dan peran sebagai decision maker juga sebagai solidarity maker di Tanah Papua, khususnya di Propinsi Papua Barat dengan menyasar Kabupaten Manokwari Selatan yang beribukota di Ransiki dan Kabupaten Manokwari.
Dokumen Pribadi
Pemerintah Daera Propinsi, Dewan Perwakilan Daerah dua Kabupaten dan Propinsi Papua Barat serta Majelis Rakyat Papua (MRP-Papua Barat), menjadi sasaran penyempaian program-program pencegahan dengan out pemerintah daerah bisa  melakukan Upaya pencegahan korupsi dalam tata Kelola pemerintahan, sehingga terwujudnya clean government.
Dalam kegiatan yang lebih banyak terkemas dengan bentuk seremonial yang menghadirkan PJ. Gubernur Papua Barat, Kajati Propinsi Papua Barat dan Ketua Majelis Rakyat Papua Barat beserta pengurusnya, hingga Bupati serta Jajaran legislative tersebut, mereduksikan beberapa permasalahan mendasar. Setidaknya, ini catatan saya :
Pertama, masalah korupsi di tanah Papua, menjadi masalah serius yang harus dibenahi. Berdasarkan Survei Penilai Integritas (SPI) yang mengukur keberhasilan Anti Korupsi di Pemda Tahun 2024, menempatkan Pemerintah Propinsi Papua Barat pada skor 50. Artinya masih jauh capaian ideal sebagaimana dicapai oleh Propinsi lain di Indonesia, misalnya Propinsi Bali dengan indeks 98, yang juga dicapai Propinsi Jawa Barat dan Kalimantan Barat (data bersumber dari Korsup V.2-KPK).
Dokumen Pribadi
Adapun untuk dua Kabupaten, yaitu Kabupaten Manokwari Selatan dengan capaian indeks 27, sedangka Kabupaten Manokwari 47.
Kedua, fakta tersebut, tidak menutup mata stakeholder di tanah Papua, mereka menyadari banyak hal yang harus dibenahi, utamanya kesadaran untuk memperbaiki dalam tata kelola dan pencegahan korupsi pada 8 area, yaitu aspek perencanaan, pengadaan barang dan jasa, perizinan, pengawasan Aparat Pengawas Intern Pemerintahan, aspek penganggaran, pelayanan publik, manajemen BMD dan manajemen ASN.
Ketiga, adanya keinginan yang kuat dari stakeholder (Birokrat maupun MRP) untuk lebih memberdayakan setiap kucuran dana dari Pusat, termasuk Dana Otsus. Meskipun disadari hal tersebut bukan hal yang mudah. Perlu adanya sinergitas dengan semua pihak dalam mengawal dana-dana tadi, hingga bisa dirasakan oleh Masyarakat.
Bentuk keinginan ini misalnya disampaikan oleh salah satu anggota DPRD Propinsi Papua Barat dari Fraksi Otsus, George, yang meminta kepada KPK ikut mengawasi adanya potensi pelanggaran pada tahap perencanaan maupu  pelaksanaan dana Otsus. Pada aspek lain, kolega George, Barnabas, menilai adanya kontruksi regulasi terkait  dana Otonomi Khusus yang kontradiksi interminus. Atas hal tersebut bentuk solusinya adalah perlunya semacam forum Grup Diskusi (FGD) guna sinkronisasi sehingga tujuan diadakannya Dana Otsus benar-benar memberikan manfaat bagi rakyat Papua.
Keempat, ketika berdialog dengan Majelis Rakyat Papua Barat, Judson Ferdinandus Waprak, Ketua MRP Papua Barat, terungkap keinginan lembaganya yang juga diberikan kewenangan dalam pengawasan Dana Otsus bisa terlibat langsung dalam pengawasan, agar penggunaan anggaran Otsus tepat sasaran dan menyentuh Masyarakat.
Catatan tersebut, bagi saya menjadi sebuah dasar untuk menyimpulkan, bahwa salah satu upaya nyata yang bisa diimplementasikan dalam rangka memberikan dan mewujudkan Masyarakat Papua yang lebih sejahtera adalah perlunya transparansi  dalam pengelolaan anggaran dari pemerintah. Bukan hanya dana otsus yang jumlah sangat besar, namun juga dana DAK, DAU dan lainnya yang bersumber dari APBN.
Dokumen Pribadi
Salah Satu Solusi
Transparansi tadi bisa terwujud, salah satunya dengan mekanisme yang diawali dari perencanaan, pencairan hingga penyaluran bisa terintegrasi dalam sebuah sistem yang bisa diakses ooleh siapapun. Sehingga bila ada penyimpangan, Tindakan represif sebagai efek jera harus ditempuh, tidak usah lagi dengan cara-cara yang penyelesaian pengembalian keuangan negara dengan ujung selesai perkaranya. Mengapa ini harus dilakukan? Karena sejatinya, upaya pencegahan sudah banyak dilakukan, sehingga pemberlakukan prinsip hukum ultimum remidium tidak perlu diperdebatkan lagi.
Sebagai gambaran, bersumber dari cnbcindonesia.com, Dana Otonomi Khusus tahun 2024 yang diterima Papua Barat sebesar 334,6 Miliar. Pemerintah mengarahkan dana otsus untuk mendukung percepatan Pembangunan dengan rencana induk antara lain penurunan kemiskinan, peningkatan investasi dan  kegiatan strategis seperti bea siswa, jaminan Kesehatan serta bantuan langsung peningkatan produktivitas Masyarakat/ Orang Papua Asli.
Setidaknya, kehadiran Komisi Pemberantasan Korupsi di tanah Papua, bisa menjadi sinyal atau kode, tentang keseriusan Lembaga anti rasuah KPK, tidak hanya focus pada perkara korupsi di Kementerian atau kelembagaan di Jakarta, namun benar-benar merealisasikan upaya berantas korupsi hingga ujung negeri. Datang bukan hanya dalam rangka law enforcement, namun juga lebih dini melakukan pencegahan. Pada titik tertentu, diyakini, mencegah akan lebih efektif dan efisien dibandingkan dengan melakukan pengobatan
Salam Anti Korupsi, dari Tanah Papua
Manokwari, 070624
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H