Tahapan Pemilihan Umum, dari hari ke hari kian mendekati hari-H. Tanggal 14 Pebruari 2024, menjadi saat yang ditunggu-tunggu.Â
Dalam waktu yang tersisa, tentu saja salah satu pihak yang "harus bekerja keras" agar kegiatan nasional tersebut bisa berjalan dengan baik adalah penyelenggara pemilu.Â
Semua tentu sudah melalui time-lime dan perencanaan step by step. Tidak ada pendadakan. Sehingga dari sisi perencanaan yang sudah matang tadi, "mewajibkan" bahwa semua berjalan baik-baik saja, on the track dan tidak ada "penyelewengan", terutama menyangkut pengadaan barang dan jasa dari semua kegiatan tadi.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum, Penyelenggara Pemilu adalah lembaga yang menyelenggarakan Pemilu yang terdiri atas Komisi Pemilihan Umum (KPU), Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP).Â
Ketiga lembaga ini adalah satu kesatuan fungsi Penyelenggaraan Pemilu untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat, anggota Dewan Perwakilan Daerah, Presiden dan Wakil Presiden, dan untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah secara langsung oleh rakyat, dikutip dari kpk.go.id
Apakah ada potensi "penyelewengan" alias korupsi yang dimungkinkan terjadi dalam proses pengadaan oleh penyelenggara Pemilu tadi? O, sangat mungkin, dan ingat itu pernah terjadi.Â
Masih dikutip dari kpk.go.id Ini bukan isapan jempol. Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) dalam pernyataannya pada November 2022 menyebutkan bahwa ada 44 kasus korupsi pengadaan barang dan jasa oleh anggota KPU/KPUD di rentang 2014-2022.
Nah, itu adalah fakta yang tidak terbantahkan. Apakah dengan pelakunya sudah mendekam di penjara, mempertanggungjawabkan perbuatannya sudah menimbulkan efek jera dan tidak akan terulangi lagi? Ini yang masih dipertanyakan dan tentunya, sangat diharapkan tidak terulang. Sudah pada kapok dan taubat. Sehingga bukan sebagai fenomena es, artinya yang sudah tertangkap tadi atau terungkap hanya permukaannya saja, yang lain belum terungkap?
Di antara jenis-jenis tindak pidana korupsi yang bisa dilakukan penyelenggara pemilu adalah konflik kepentingan/ conflict of interest dalam pengadaan barang dan jasa, pemerasan, menerima suap, hingga perbuatan curang.Â
Pengadaan barang dan jasa yang bisa dipantau oleh masyarakat misalnya terkait dengan pengadaan tinta saat coblosan, pengadaan kotak suara/ bilik suara atau terkait dengan surat suara. Ini semua dipastikan akan melibatkan mereka yang mempunyai kewenangan dalam pengadaan barang dan jasa tadi dan pihak penyelenggara pemilu.