Mohon tunggu...
Dr. Herie Purwanto
Dr. Herie Purwanto Mohon Tunggu... Penegak Hukum - PNYD di KPK (2016 sd. Sekarang)

Bismilah, Menulis tentang : - Korupsi dan Bunga Rampai (2022) - Korupsi (2023) - Hukum dan Korupsi (22 Oktober 2024 sd. sekarang) - Sebelum aktif di Kompasiana (2022), menulis di Jawa Pos, Suara Merdeka, Tribun dan Beberapa Media Internal Kepolisian. (Masuk Dalam Peringkat #50 Besar dari 4.718.154 Kompasianer Tahun 2023)

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Jangan Terulang, Penyelenggara Pemilu Korupsi!

30 November 2023   04:04 Diperbarui: 30 November 2023   07:16 197
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tahapan Pemilihan Umum, dari hari ke hari kian mendekati hari-H. Tanggal 14 Pebruari 2024, menjadi saat yang ditunggu-tunggu. 

Dalam waktu yang tersisa, tentu saja salah satu pihak yang "harus bekerja keras" agar kegiatan nasional tersebut bisa berjalan dengan baik adalah penyelenggara pemilu. 

Semua tentu sudah melalui time-lime dan perencanaan step by step. Tidak ada pendadakan. Sehingga dari sisi perencanaan yang sudah matang tadi, "mewajibkan" bahwa semua berjalan baik-baik saja, on the track dan tidak ada "penyelewengan", terutama menyangkut pengadaan barang dan jasa dari semua kegiatan tadi.

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum, Penyelenggara Pemilu adalah lembaga yang menyelenggarakan Pemilu yang terdiri atas Komisi Pemilihan Umum (KPU), Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP). 

Ketiga lembaga ini adalah satu kesatuan fungsi Penyelenggaraan Pemilu untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat, anggota Dewan Perwakilan Daerah, Presiden dan Wakil Presiden, dan untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah secara langsung oleh rakyat, dikutip dari kpk.go.id

Apakah ada potensi "penyelewengan" alias korupsi yang dimungkinkan terjadi dalam proses pengadaan oleh penyelenggara Pemilu tadi? O, sangat mungkin, dan ingat itu pernah terjadi. 

Masih dikutip dari kpk.go.id Ini bukan isapan jempol. Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) dalam pernyataannya pada November 2022 menyebutkan bahwa ada 44 kasus korupsi pengadaan barang dan jasa oleh anggota KPU/KPUD di rentang 2014-2022.

Nah, itu adalah fakta yang tidak terbantahkan. Apakah dengan pelakunya sudah mendekam di penjara, mempertanggungjawabkan perbuatannya sudah menimbulkan efek jera dan tidak akan terulangi lagi? Ini yang masih dipertanyakan dan tentunya, sangat diharapkan tidak terulang. Sudah pada kapok dan taubat. Sehingga bukan sebagai fenomena es, artinya yang sudah tertangkap tadi atau terungkap hanya permukaannya saja, yang lain belum terungkap?

Di antara jenis-jenis tindak pidana korupsi yang bisa dilakukan penyelenggara pemilu adalah konflik kepentingan/ conflict of interest dalam pengadaan barang dan jasa, pemerasan, menerima suap, hingga perbuatan curang. 

Pengadaan barang dan jasa yang bisa dipantau oleh masyarakat misalnya terkait dengan pengadaan tinta saat coblosan, pengadaan kotak suara/ bilik suara atau terkait dengan surat suara. Ini semua dipastikan akan melibatkan mereka yang mempunyai kewenangan dalam pengadaan barang dan jasa tadi dan pihak penyelenggara pemilu.

Sekedar merefresh kembali, kasus yang terkenal terjadi pada 2020 lalu ketika Komisioner KPU Wahyu Setiawan divonis 6 tahun penjara dan Mantan Anggota Bawaslu Agustiani Tio Fridelina Divonis 4 Tahun Penjara karena menerima suap dari kader PDIP Harun Masiku untuk memilihnya menjadi anggota DPR melalui pergantian antarwaktu (PAW). Hingga artikel ini diturunkan, Harun Masiku masih buron. 

Wahyu Setiawan bukan satu-satunya Komisioner KPU yang terjerat kasus korupsi. Ada nama Nazaruddin Syamsuddin, Mulyana W. Kusumah, Daan Dimara, dan Rusadi Kantaprawira, yang sebelumnya juga divonis penjara karena korupsi mulai dari penyelewengan dana pengadaan barang dan jasa hingga suap (sumber: data kpk.go.id)

Pertanyaan sekarang apakah hal tersebut bisa terulang lagi?

Pertama, sangat mungkin terbuka peluang untuk terulang kembali, dengan catatan celah yang pernah dimanfaatkan, atau modus yang pernah terjadi, benar-benar dimanfaatkan kembali untuk melakukan hal yang sama, hanya tentunya dengan modifikasi atau menyesuaikan celah trend yang ada, misalnya dengan pemanfaatan atau up date tehnologi, modus suap menyuap yang terbarukan dan lain sebagainya.

Kedua, terjadi lagi namun dengan modus-modus baru, seiring dengan berkembangnya dinamika sosial, IT, hingga metode atau regulasi yang masih bisa disiasati. Sebagaimana adagium dalam dunia kriminalitas bahwa kejahatan akan selalu selangkah di depan penegakan hukumnya. Ini juga yang pernah disampaikan Presiden Jokowi pada sebuah kesempatan, namun pada saat penyampaian ini dihadapan Polri. Setidaknya menjadi warning bagi semua penegak hukum yang ada di negeri ini. 

Saya kutip dari merdeka.com sebagai berikut: Presiden Joko Widodo atau Jokowi meminta anggota Polri untuk terus berinovasi dan meningkatkan penguasaan terhadap teknologi. Hal ini agar anggota Polri semakin siap dalam menghadapi ancaman teknologi terbaru. 

"Kita harus semakin siap dalam menghadapi ancaman kejahatan berbasis teknologi terbaru. Oleh sebab itu, Polri harus lebih maju dibandingkan pelaku kejahatan. Polri harus terus berinovasi dan meningkatkan penguasaan teknologi."

Ketiga, sebagai bentuk peran serta masyarakat, perlu mengawal agar potensi korupsi yang dilakukan penyelenggara pemilu tidak terjadi, maka salah satunya adalah dengan keperdulian terkait dengan pengadaan barang dan jasa oleh penyelenggara pemilu, seandainya dalam pelaksanaannya ada yang tidak wajar, menjadi pembuka kotak pandora, dengan melaporkannya pada penegak hukum, serta kongkalikong berupa suap sebagaimana modus yang dilakukan Harun Masiku untuk memenuhi ambisinya tadi.

Namun harapan kita semua, pemilu mendatang benar-benar aman, jujur dan adil, serta dalam proses persiapan hingga pelaksanaannya terbebas dari korupsi yang dilakukan oleh pihak-pihak terkait.

Semoga, Salam Anti Korupsi

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun