Mohon tunggu...
Dr. Herie Purwanto
Dr. Herie Purwanto Mohon Tunggu... Penegak Hukum - PNYD di KPK (2016 sd. Sekarang)

Bismillah, Menulis Seputar Hukum dan Korupsi

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Sang Profesor Terjebak Gurita Korupsi

10 November 2023   10:43 Diperbarui: 10 November 2023   10:56 326
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Anti tesis dari itu semua, pendidikan yang tinggi selangit tadi, bila akhirnya perilakunya bertentangan dengan norma-norma yang ada dalam masyarakat, maka semakin menguatkan tesis yang saya kontruksikan tadi bahwa tidak ada jaminan tingginya pendidikan seseorang memiliki integritas dan moral yang baik sehingga tidak melakukan korupsi.

Jadi semakin menguatkan tidak adanya relevansi atau hubungan antara integritas moral dengan tinggi rendahnya pendidikan. Ini menjadi sebuah penguatan pula sebagai sebuah dalil yang sederhana tidak membutuhkan penjelasan lebih lanjut-absolute sentiefia expositore non indiget.

Namun demikian menjadi sebuah harapan, bahwa kepada mereka yang berpendidikan sangat tinggi hingga memeroleh gelar profesor, sangat logis dan seharusnya tidak terjerat dalam gurita korupsi negeri ini. Ini alasannya :

Pertama, dengan pendidikan yang tinggi, sangat wajar sudah terlatih dan terbiasa mempunyai kemampuan dalam menganalisis sebuah permasalahan. Bila ada keadaan atau situasi yang merupakan "jalan awal" atau terbukanya peluang korupsi, pastilah bisa terbaca atau diketahui sejak dini. Ada semacam early warning alami karena kemampuan tadi. Masak iya, tidak "sadar" bahwa menerima sesuatu yang bukan haknya, bukan sebagai suatu kesalahan? Apalagi bila ia sendiri menjanjikan sesuatu, sehingga terjadi kesepakatan atau meeting of mind? Benarlah pepatah : tidak ada makan siang gratis, mungkin cocok untuk dibuatkan peradaiannya.

Kedua, apapun latar belakang keilmuan, bila sudah bergelar profesor tentu sangat bisa membedakan ini hitam, itu putih. Jangan mengambil posisi abu-abu atau grey area, dalam posisi punya jabatan atau kewenangan. Ini sama dengan meletakan satu kaki di penjara, satu kaki di kuburan. Pastilah karena keilmuannya tadi, sangat-sangat tahu dan menyadari apa yang dilakukan orang lain, bawahan atau staf di lingkungan jabatan tadi akan membawa pada posisi warna hitam, warna putih atau di antara ke duanya. Ada sikap mandiri untuk bisa mengkatalisir atau menetralisir dengan tetap tegak lurus pada nilai-nilai integritas.

Ketiga, dengan pendidikan yang di atas rata-rata tadi, tentu akan banyak yang membutuhkan tenaga dan pikirannya. Ini menjadi ladang penghasilan yang sah dan berkah. Menjadi nara sumber, penulis buku, pengajar, konsultan dan banyak lainnya. Selama batasannya adalah kewajaran. Bila menghendaki lebih dari kewajaran, ya tadi, menjadi terbuka peluang untuk berperilaku korupsi karena memang mempunyai jabatan dan kewenangan. Belum lagi income yang sah dari padatnya kegiatan di internal kampus dan luar kampus sebagai pembimbing skripsi, tesis, desertasi, ujian-ujian kelulusan, mengajar ekstension wah bejibun jadwal-nya. Sangat padat dan itu : uang. Masih kurang?

Salam Anti Korupsi di Hari Pahlawan

Hormat yang mendalam Kepada Para Pahlawan-Negeri ini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun