Konsep berpikir atas penghargaan pada hukum, bila menjadi sebuah komitmen berbangsa dan menjadi parameter penghormatan atas hukum adalah kehadiran saksi untuk memberikan keterangan, jelas-jelas tidak bisa diwakilkan, karena memang ia yang mengetahui, ia yang mendengar atau ia yang mengetahuinya. Sedangkan acara yang bersifat seremonial, sekali lagi, sangat memungkinkan adanya pendelegasian.
Memang ada perangkat hukum untuk memaksa mereka yang suka menunda mendatangi panggilan. Jika seseorang tidak hadir sesuai waktu yang ditetapkan dalam surat panggilan, maka penyidik akan menerbitkan surat panggilan kedua.Â
Apabila tanpa alasan yang patut dan wajar, pihak yang dipanggil tidak memenuhi surat panggilan kedua, maka penyidik dapat menerbitkan Surat Perintah Membawa bagi pihak yang dipanggil tersebut.
Bila ada kesengajaan untuk tidak memenuhi panggilan yang sah, maka sebagaimana disebutkan dalam Pasal 224 KUHAP sebagai berikut:
"Barang siapa dipanggil sebagai saksi, ahli atau juru bahasa menurut undang-undang dengan sengaja tidak memenuhi kewajiban berdasarkan undang-undang yang harus dipenuhinya, diancam: dalam perkara pidana, dengan pidana penjara paling lama 9 bulan; dalam perkara lain, dengan pidana penjara paling lama 6 bulan."
Rasa-rasanya akan menjadi sebuah pemandangan dan tontonan yang tidak bisa dijadikan tuntunan, apabila ada pejabat, public figure ataupun orang-orang terkenal di masyarakat, yang dengan mudahnya membuat alasan untuk ngeles memenuhi panggilan.Â
Kontraproduktif dengan semangat penghargaan akan hukum di negeri ini. Apalagi bila sampai penegak hukum "membawa paksa", lengkaplah sudah, pemandangan yang sangat tidak elok dilihat.
Celah hukum bahwa bisa saja tidak memenuhi panggilan yang pertama, namun dari situ sudah bisa terbaca bagaimana itikad baik dan penghargaan pada hukum. Ini yang substansi dari seorang yang menjadi panutan di masyarakat.
Jangan menjadi preseden buruk dan asumsi negatif menjadi isu ketidakpatuhan pada hukum, sehingga akan menurunkan kepercayaan (trust) pada proses hukum itu sendiri.
Saya membayangkan sebagai berikut:
Seorang pejabat, sangat terkenal di negeri sana, ia sangat berapi-api ketika berbicara tentang proses dan penegakan hukum. "Jadilah teladan, jadilah panutan, agar hukum dipercaya sebagai panglima di negeri kita." Begitu sering ia tampil di media. Sampai pada suatu ketika, ia diduga tersandung sebuah perkara.