Apakah ada perangkat untuk meredam atau mengeliminir seseorang yang "berpotensi-tersangka" tidak melarikan diri hingga kemudian menjadi Daftar Pencarian Orang (DPO)? Dijelaskan sebagai berikut:
Pertama, sebelum penetapan tersangka, penyidik dipastikan sudah mempunyai dan memetakan siapa para pihak yang berpotensi menjadi tersangka.Â
Apakah tersangka yang sudah "dibidik-dari awal" atau tersangka hasil pengembangan perkara. Sehingga harus ada kekhawatiran terhadap profil tersangka tertentu, misalnya akan melarikan diri ke luar negeri.Â
Sehingga sebagaimana diberikan wewenang pada Pasal 12 UU No 19/2019 tentang KPK Komisi Pemberantasan Korupsi berwenang memerintahkan kepada instansi yang terkait untuk melarang seseorang bepergian ke luar negeri.
Kedua, momentum ketika akan dilakukan penetapan sebagai tersangka, tidak boleh berlarut-marut alias berlama-lama, karena akan membuka peluang calon tersangka berpikir untuk menghindari tanggung jawab hukum dengan cara melarikan diri.Â
Maka, sebelum itu terjadi dengan mempertimbangkan rentang waktu seefektif mungkin, setelah ditemukan minimal 2 (dua) alat buah yang sah sebagaimana diatur dalam Pasal 184 KUHAP, pada kondisi subyektif, perlu dilakukan penahanan.Â
Awalnya, seseorang, apalagi publik figure, bisa jadi berperilaku santun dan hormat pada proses hukum, namun ketika detik-detik penetapan tersangka atau setelah ditetapkan sebagai tersangka namun tidak segera dilakukan penahanan, pikiran bisa berubah dan nekat untuk kabur.
Ketiga, pemberdayaan fungsi intelijen untuk selalu memantau pergerakan "calon tersangka" yang berpotensi kabur. Fungsi ini tidak semata dilakukan oleh badan intelijen, namun yang utama tindakan pemantauan atas aktivitas calon tersangka tadi.
Keempat, bisa dipastikan, melarikan diri atau kabur, entah ke luar negeri ataupun di dalam negeri, akan melibatkan orang-orang terdekat. Sehingga terhadap pihak-pihak yang membantu proses melarikan diri ini, bila suatu saat ditangkap, harus diproses hukum sebagai pelajaran dan shock therapy pihak manapun yang membantu.Â
Jangan sampai menjadi preseden buruk. Seolah membantu melarikan diri seseorang yang ingin lepas dari tanggung jawab pidana, tidak tersentuh oleh aturan hukum.
Bagaimana dengan Harun Masiku, misalnya?Â