Mohon tunggu...
Dr. Herie Purwanto
Dr. Herie Purwanto Mohon Tunggu... Penegak Hukum - PNYD di KPK (2016 sd. Sekarang)

Bismilah, Menulis Tentang Korupsi

Selanjutnya

Tutup

Hukum Artikel Utama

Sinergi pada Penyidikan Dugaan Pemerasan Syahrul Yasin Limpo

16 Oktober 2023   10:17 Diperbarui: 16 Oktober 2023   16:49 310
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sangat wajar, ekspektasi dan keinginan tahu publik pada setiap progres atau perkembangan perkara dugaan pemerasan mantan Menteri Pertanian SYL oleh petinggi Komisi Pemberantasan Korupsi-KPK begitu tinggi. 

Mengapa saya tulis petinggi KPK? Karena sebagian besar media memberitakan bahwa dugaan pemerasan tersebut dilakukan oleh pimpinan KPK. Nomenklatur pimpinan KPK, bersifat kolektif kolegial, berarti merujuk pada 5 orang pimpinan KPK yaitu Firli Bahuri, Alexander Marwata, Nawawi Pomolango, Nurul Ghufron dan Johanis Tanak.

Maka, bila merujuk tersangka dugaan pemerasan dilakukan oleh salah satu dari mereka, maka sejatinya bukan disebut pimpinan KPK. Penyebutannya Ketua KPK Firli Bahuri, Wakil Ketua Alexander Mawarta, Nawawi Pomolango, Nurul Ghufron dan Johanis Tanak. Ini perlu diluruskan karena terkait dengan subyek hukum. Jangan sampai penyebutan subyek hukum tadi tidak benar yang akan berdampak pada subyek hukum yang salah pula (cacat formil).

Beberapa saksi yang sudah diperiksa oleh Polda Metro Jaya, meneguhkan bahwa tahapan perkara tersebut memang sudah tahap penyidikan dan bisa dikatakan tinggal satu langkah lagi pada tahap penentuan tersangka. 

Di lingkungan penyidikan Kepolisian, surat perintah penyidikan tidak harus mencantumkan nama tersangka atau biasa dikenal sebagai surat perintah penyidikan yang bersifat umum. 

Dalam ranah ini, sebagai diatur dalam KUHAP, penyidik mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi guna menemukan tersangkanya. Dengan logika hukum ini, maka ujung dari terbitnya surat perintah penyidikan yang bersifat umum tadi adalah penentuan tersangka-nya.

Kapolda Metro Jaya menunjukan komitmennya dalam pemberantasan tindak pidana korupsi, karena sebelum menjabat sebagai Kapolda Metro Jaya beliau adalah Deputi Penindakan - KPK. Sehingga sangat paham bagaimana jajarannya ingin menunjukan bentuk-bentuk transparansi sehingga hasil penyidikannya tadi benar-benar bisa dipertanggungjawabkan. 

Oleh karenanya, langkah strategis yang ditempuhnya sudah tepat, salah satunya dengan mengajak KPK menurunkan Tim Kordinasi dan Supervisinya, sebagaimana diberitakan beberapa media.

Kapolda Metro Jaya Irjen Karyoto menyurati pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait permohonan supervisi penanganan perkara kasus dugaan pemerasan pimpinan lembaga antirasuah itu terhadap eks Mentan Syahrul Yasin Limpo (SYL). 

Permohonan supervisi tertanggal 11 Oktober itu berisi permohonan kepada Pimpinan KPK untuk menugaskan Deputi Bidang Koordinasi dan Supervisi untuk ikut terlibat dalam penanganan kasus itu. 

Ini bentuk transparansi penyidik Polda Metro Jaya dengan tim gabungannya dari Direktorat Tindak Pidana Korupsi Bareskrim Polri untuk menggandeng KPK dalam pelaksanaan koordinasi maupun supervisi dalam penanganan perkara, dikutip dari  cnnindonesia.com

Dengan pelibatan Tim Kordinasi dan Supervisi dari KPK, sisi positif yang akan didapatkan adalah sebagai berikut:

Pertama, tahapan krusial dalam penentuan tersangka ataupun tahap lainnya dalam proses penyidikan akan melibatkan Tim Kordinasi dan Supervisi KPK, sehingga tidak ada lagi hal-hal yang ditutup-tutupi ataupun menghilangkan asumsi negative dari proses yang dilaksanakan.

Kedua, semangat yang dibangun oleh Polri, dalam konteks ini Polda Metro Jaya adalah mengimplementasikan juga semangat UU No 19 tahun 2019 tentang KPK, di mana dalam pemberantasan korupsi dibutuhkan sinergitas antara KPK, Polri dan Kejaksaan yang sudah berada dalam satu rumpun eksekutif. Masing-masing lembaga menjalan tugas dan kewenangannya tanpa ada yang merasa superior. Satu dengan yang lainnya harus setara dan menjaga harmonisasi dalam pemberantasan tindak pidana korupsi.

Ketiga, terwujudnya kontruksi pemberantasn tindak pidana korupsi yang tidak mengedepankan ego sektoral. Namun sudah menumpu dan bertujuan pada pemberantasan tindak pidana korupsi yang lebih besar lagi yaitu dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia. 

Tiga lembaga tadi (KPK, Kejaksaan dan Polri) menepis sifat ego sektoral demi kepentingan bangsa dan Negara. Sikap ini sangat penting untuk dibangun dan disemaikan, karena memberantas korupsi, tidak mungkin bisa dilakukan secara parsial, namun harus komprehensip dengan pelibatan seluruh elemen bangsa dan Negara ini.

Jangan sampai ke depannya, apapun ending dari penanganan perkara dugaan pemerasan ini menghilangkan roh dalam pemberantasan korupsi. Justru yang diinginkan adalah penguatan antara lembaga tadi didukung oleh semua elemen bangsa.

***

Salam Anti Korupsi

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun