Mohon tunggu...
Dr. Herie Purwanto
Dr. Herie Purwanto Mohon Tunggu... Penegak Hukum - PNYD di KPK (2016 sd. Sekarang)

Bismilah, Menulis Tentang Korupsi

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Ini Dia, Memang Panjang Tangannya

12 Oktober 2023   08:06 Diperbarui: 12 Oktober 2023   13:38 141
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bekas Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo diduga menginstruksikan bawahannya untuk mengumpulkan uang dari aparatur sipil negara di Kementerian Pertanian. Demi kepentingan tersebut, Syahrul menugaskan Kasdi dan Hatta melakukan penarikan sejumlah uang dari unit eselon I dan eselon II dalam bentuk tunai, transfer rekening bank, hingga pemberian barang dan jasa.

"Sumber uang yang digunakan di antaranya berasal dari realisasi anggaran Kementerian Pertanian yang sudah di mark up termasuk permintaan uang pada para vendor yang mendapatkan proyek di Kementerian Pertanian. Atas arahan Syahrul, Kasdi dan Hatta memerintahkan bawahannya untuk mengumpulkan sejumlah uang di lingkup eselon I, direktur jenderal, kepala badan, hingga sekretaris di masing-masing eselon I dengan nilai yang telah ditentukan Syahrul mulai 4.000 dollar AS sampai dengan 10.000 dollar AS. Penerimaan uang melalui Kasdi dan Hatta sebagai representasi sekaligus orang kepercayaan Syahrul dilakukan secara rutin setiap bulan dengan menggunakan pecahan mata uang asing. bersumber dari Kompas.Id

Begitulah salah satu modus bagaimana koruptor memanjangkan tangannya. Dari pengalaman empiris menangani perkara korupsi, " tokoh representasi" atau "tangan kanan" korupsi dikelompokan dalam beberapa kluster sebagai berikut :

Pertama, koruptor (Penyelenggara Negara atau Pegawai Negeri) melibatkan saudara atau koleganya sebagai representasi dirinya. Melalui kepanjangan tangannya inilah, niat jahatnya dalam mengeruk uang Negara ataupun berupa suap atau gratifikasi dilaksanakan. Agar figur representasi ini dipercaya bahwa ia benar-benar kepanjangan tangan Sang Koruptor, maka figur tadi senantiasa membawa-bawa nama Sang Pejabat. Bisa dengan bahasa yang mudah dipahami, atau langsung to the point. Misalnya terkait jabatan, langsung menyebut jabatan dan angka rupiahnya.

Sekedar informasi bahwa sejak 2016, KPK talah mengusut setidaknya delapan kasus dugaan korupsi terkait jual beli jabatan yang di mana tiga diantaranya masih dalam proses hukum. Terbaru terkait dugaan kasus jual beli jabatan Bupati Probolinggo Novi Rahman Hidayat yang mulai diusut pada Agutus 2021, merdeka.com

Salah satu dari enam korupsi tersebut adalah Bupati nonaktif Klaten Sri Hartini didakwa menerima suap dan gratifikasi sekitar Rp12 miliar berkaitan dengan penataan struktur organisasi dan tata kerja (SOTK) di kabupaten tersebut. Akibatnya, jaksa penuntut umum dari Komisi Pemberantasa Korupsi (KPK) menjerat Sri Hartini dengan dakwaan ganda, dikutip dari solopos.com.

Kedua, Sang Pejabat yang korup melibatkan struktural pejabat di bawahnya. Pejabat yang dilibatkan tersebut sebagai "pengepul" atas setoran, baik dari bawahan maupun pengusaha pemenang proyek. Uang yang sudah dikumpulkan, oleh pejabat kepanjangan tangan Sang Koruptor bisa menyerahkan hasil "jarahannya tadi" dalam bentuk uang, property ataupun pembayaran transaksi tertentu. Seolah, tidak ada aliran pada Sang Koruptor. Dugaan terhadap eks Mentan masuk dalam kluster ini sebagaimana dikutip dari Kompas.com menyebutkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menahan Sekretaris Jenderal Kementerian Pertanian (Sekjen Kementan) Kasdi Subagyono dan Direktur Alat dan Mesin Pertanian Kementan, Muhammad Hatta sebagai tersangka, dikutip dari kompas.com

Ketiga, koruptor Sang Pejabat menggandeng asosiasi tertentu yang berhubungan dengan pengadaan barang dan jasa pemerintah. Mereka petinggi asosiasi dijanjikan memperoleh proyek dengan kompensasi antara hingga 5% dari nilai proyek. Modus ini sangat halus, karena seolah diciptakan iklim pengkondisian dari internal asosiasi sendiri. Bahasa mudahnya : " sebagai ucapan terima kasih menang proyek.". Sehingga seringkali anggota asosiasi tadi setor pada pengurus asosiasi tanpa pernah berhubungan langsung dengan Sang Pejabat.

Dari tiga pengelompokan ini keunikan yang sering terjadi adalah "mereka" yang kepanjangan tangan atau sebagai representasi tadi, sering kali "juga mengutip jasa" atau "memotong" setoran sebelum di setorkan pada pejabat. Ilustrasinya sebagai berikut :

A representasi dari Sang Koruptor, memungut 5% dari anggaran atau jumlah suap tertentu. Ia minta tambahan 1% atau berapa sesuai kesepakatan atau dengan cara memotong langsung, misal menerima Rp. 1 Milyar, diserahkan Rp. 750 juta. Bila ini sudah terungkap di proses penyidikan atau pemeriksaan persidangan, Sang Koruptor baru tahu bahwa yang ia terima, ternyata "tidak utuh". Begitulah, kecurangan acapkali juga berhadapan dengan kecurangan.

Pada sisi lain, setelah melihat kluster pemanjangan tangan koruptor tadi, tidakah ada kesadaran bahwa modus seperti itu sangat mudah terbaca, terlacak dan sangat mudah diketahui oleh khalayak, sehingga dengan kemudahan penyampaian sarana informasi sangat mudah untuk melaporkannya kepada aparat penegak hukum dalam konteks ini KPK, Kejaksaan dan Polri? Bukankah juga KPK sering mengungkapkan sebagai prolog saat konferensi pers penetapan status tersangka atau penerbitan surat perintah penyidikan suatu perkara korupsi dengan prolog : Perkara korupsi ini terungkap diawali dengan adanya laporan dari masyarakat?

Artinya, sudah begitu besar perhatian publik atau kejengahan publik atas perilaku korupsi, sehingga mereka tidak segan lagi untuk melaporkannya kepada aparat penegak hukum tadi. Ataukah memang koruptor itu adalah orang-orang yang sudah tertutup mata hatinya? Keras hatinya, tidak lagi bisa membaca kemungkinan-kemungkinan yang bakal terjadi atas perbuatan yang ia lakukan? Ataukah memang nekad demi ambisinya?

Salam Anti Korupsi

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun