Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan tetap mengusut dugaan korupsi yang menyangkut calon presiden (Capres), calon Wakil Presiden (Cawapres) dan Calon Anggota Legislatif (Caleg) meski saat ini memasuki tahun pemilihan umum (Pemilu). "KPK ada amanah dari undang-undang untuk terus melakukan pemberantasan korupsi, sehingga tentu kami lakukan sesuai dengan ketentuan sesuai dengan prosedur hukum yang berlaku," KPK akan mengusut kasus-kasus korupsi sesuai prosedur, secara profesional dan proporsional. Dalam melaksanakan tugas dan fungsi pokoknya, KPK bekerja dengan memegang asas keterbukaan, akuntabilitas, proporsional, dan menghormati hak asasi manusia (HAM). Kasus yang diusut KPK berangkat dari laporan masyarakat. "Itu yang jadi pegangan kami ketika menerima pengaduan masyarakat, memverifikasinya, kemudian menindaklanjuti pada proses penyelidikan," ungkap Ali Fikri Juru Bicara KPK, dikutip dari Kompas.com.
Pernyataan resmi yang disampaikan pihak KPK melalui Juru Bicaranya itu sejatinya sebagai upaya menjawab pertanyaan publik : akankah KPK tetap mengusut kasus korupsi yang diduga melibatkan Capres, Wapres dan Calon Legislatif mendekati tahun panas-tahun politik ini?
Pertanyaan publik tersebut wajar, karena masa-masa tahun politik, akan ada potensi black campaign --kampanye hitam. Dipahami oleh kita semua, black campaign tadi  merupakan upaya ke arah fitnah dan menyebarkan berita bohong untuk mendiskriditkan figure tertentu. Menyerang figure dengan persinggungan korupsi, tentunya menjadi salah satu cara yang bisa digunakan. Karena, bila sudah terjerat dalam isu korupsi, setidaknya akan berimbas signifikan pada integritas Sang Calon tadi.
Ketegasan KPK tetap akan mengusut tuntas pengaduan masyarakat terkait korupsi di tahun panas-tahun politik ini, tentulah diibaratkan seperti mengambil ikan di dalam kolam. Jangan sampai, mengambil ikan, dengan cara mengaduk-aduk, sehingga air seluruh kolam menjadi keruh. Landasan operasionalnya, disamping prosedural, juga profesional dan proporsional. Maka, sebagaimana terblow up dan khalayakpun menunggu, perkara yang melibatkan bakal calon presiden dan bakal calon  wakil Presiden -- Anies Baswedan dan Cak Imin -- Keduanya masih dalam status sebagai saksi, KPK benar-benar sangat menerapkan tiga prinsip tadi.
Proses penegakan hukum harus terjaga dan steril dari situasi dan kondisi apapun juga. Dengan perkataan lain, harus pure atau murni penegakan hukum. Pintu masuk diketahuinya adanya korupsi yang berdasarkan pengaduan masyarakat, harus secara berlapis melalui tahapan klarifikasi, penyelidikan dan setelah didapatkan minimal dua alat bukti yang sah, ditingkatkan menjadi penyidikan. Bukan karena faktor suka atau tidak suka -- like and dislike.
Terkadang, pada jelang tahun politik, pihak pengadu memberikan informasi yang tidak utuh, hanya sepenggal, tidak komprehensif terkait obyek perkara. Sepertinya, kesan yang muncul, adalah semata untuk "menyerang" figure tertentu yang tidak disukai atau menjadi lawan politiknya. Minimal untuk mengurangi simpati konstituen-nya di daerah. Sehingga laporan atau pengaduan yang disampaikan ibarat buah belum-lah matang, sehingga masih mentah dan membutuhkan proses "pematangan" di KPK. Pada titik ini, sangat mungkin mereka tidak memahami sepenuhnya, sehingga terus melakukan desakan pada KPK untuk penuntasan perkaranya, dengan rajin mendatangi KPK serta melakukan unjuk rasa.
Dalam masa tersebut, bisa jadi dimanfaatkan untuk terus "menagih" pada KPK, saat unjuk rasa dimunculkan di media, diekspos dengan harapan menjadi perhatian publik yang menjadi sasarannya. Kondisi seperti ini sangat mungkin muncul dan dimanfaatkan oleh segelintir atau sekelompok massa. Dampaknya, hampir setiap hari, bukan hanya pagi, siang atau sore jelang magrib, secara bergantian ada unjuk rasa atau demo dilakukan di depan Gedung Merah Putih KPK.
Uniknya, demo ada juga yang "hanya" dilakukan oleh beberapa orang, tidak lebih dari sepuluh orang dengan dua orang berdiri di kap atau bak mobil terbuka dengan sound system yang keras membahana, sementara enam atau tujuh orang lainnya memegang spanduk atau pamphlet berisi foto atau tuntutan mereka.
Bagaimanapun, itu menjadi dinamika ditahun politik. Ada saja yang berpikir, ingin menyerang harkat dan martabat figure tertentu dengan bidikan perkara korupsi. Karena memang, korupsi menjadi salah satu isu yang seksi, yang dengan mudah bisa menjatuhkan nama baik dan citra Sang Calon, entah Calon Presiden, Calon Wakil Presiden atau Calon Legislatif.
Jadi hari hari ke depan, sangat dimungkinkan adanya isu-isu korupsi menjadi bagian dinamika di tahun jelang pesta demokrasi dimunculkan, penegak hukum yang berkepentingan, tidak boleh terjebak dalam euforia tersebut, karena bisa jadi itu bagian taktik black campaign yang harus diuji kebenaranya, baik melalui tahapan penyelidikan, penyidikan hingga saat pemeriksaan di depan majelis hakim.