Mohon tunggu...
Dr. Herie Purwanto
Dr. Herie Purwanto Mohon Tunggu... Penegak Hukum - PNYD di KPK (2016 sd. Sekarang)

Bismilah, Menulis tentang : - Korupsi dan Bunga Rampai (2022) - Korupsi (2023) - Hukum dan Korupsi (22 Oktober 2024 sd. sekarang) - Sebelum aktif di Kompasiana (2022), menulis di Jawa Pos, Suara Merdeka, Tribun dan Beberapa Media Internal Kepolisian

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Menyemangati Pencari Jejak Penerima Kue Rp 8,3 Triliun

2 Oktober 2023   08:28 Diperbarui: 3 Oktober 2023   07:27 321
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sejumlah pihak diduga menerima aliran uang proyek penyediaan menara base transceiver station (BTS) 4G yang kini tengah diusut di Kejaksaan Agung. Hal itu terungkap saat lima saksi mahkota yang dihadirkan jaksa penuntut umum (JPU) memberikan keterangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Selasa (26/9/2023). Kelima saksi itu adalah Direktur Utama (Dirut) PT Mora Telematika Indonesia Galumbang Menak, Account Director of Integrated Account Departement PT Huawei Tech Investment Mukti Ali, dan Komisaris PT Solitech Media Sinergy Irwan Hermawan, dikutip dari Kompas.com.

Melihat tayangan keterangan salah seorang saksi perkara korupsi BTS, yang menyebutkan di hadapan Hakim, bahwa aliran dana korupsi tersebut mengalir ke BPK-RI, Komisi I DPR-RI dan  yang lainnya, sepertinya tidaklah mengagetkan. Karena memang dari awal perkara itu muncul, dengan kerugian Negara yang diduga hampir Rp. 8,3 Trilyun, sangat dimungkinkan akan mengalir kemana-mana. Angka yang tidak sedikit tersebut jelas "akan menjadi kue" untuk dibagi-bagi.

Seperti biasa, setelah adanya pemberitaan tersebut pihak-pihak yang disebut ramai-ramai melakukan pembelaan diri, atau minimal berkomentar moderat : " ya semua berproses melalui mekanisme hukum yang berlaku. " Sebuah jawaban standar dan normative. Sangat di sadari, pengakuan di depan persidangan, meski sudah menjadi fakta persidangan, tidak mudah untuk bukti-bukti pendukungnya.

Yang sangat mungkin mengagetkan kemudian adalah (semoga tidak terjadi),  bagaimana tindak lanjut dari fakta persidangan tersebut dengan langkah-langkah hukum yang cepat bisa diambil oleh penegak hukum.  Akankah langkah tadi cepat, lambat atau sama sekali no respon, dengan alasan :

Pertama, meski ada saksi yang menyebutkan kemana dan pihak mana yang menerima, karena hanya disebutkan nama, tanpa jelas siapa penerima tersebut, akan menjadi bias dan memungkinkan timbulnya penafsiran, itu benar atau hanya alibi semata? Karena, acapkali, penyebutkan penerimaan aliran dana korupsi menyebutkan sejumlah uang, penyerahan dan tempatnya namun, ujung-ujungnya hanya fiktif. Artinya, ia berusaha untuk menutupi perbuatannya untuk keuntungan ia sendiri atau untuk menutupi perbuatan orang lain, dengan menampilkan "tokoh fiktif" sebagai pelaku. Namun, bila ini cara yang ditempuh sangat riskan dan  bisa menjadi boomerang, dengan dakwaan baru sebagai pemberi keterangan palsu di depan persidangan.

Kedua, agar tidak menjadi fiktif dan tidak sebagai alibi, maka penegak hukum akan bekerja keras membuktikan bahwa "penyerahan uang" pada "seseorang" tadi, benar-benar peristiwa hukum yang ada. Banyak cara yang bisa digunakan, meskipun tidak semudah membalik telapak tangan. Cara-cara investigasi modern, dengan petunjuk jejak digital bisa menjadi pelengkap untuk pembuktian. Meskipun ini akan menjadi tidak gampang bila penyerahan uang cash dan dengan melibatkan perantara.

Saya menganggap, pengakuan saksi di depan persidangan sebagai sebuah fakta yang "lazim" terjadi dalam pengungkapan perkara korupsi, mengapa?

Pertama, siapapun yang terlibat dalam perkara korupsi, dimana ia dalam posisi yang kurang menguntungkan, misalnya sudah dijadikan sebagai tersangka/ terdakwa, maka sangat mungkin ia akan membuka semua fakta. Ini dikarenakan, ia tidak ingin menjadi pihak yang dikorbankan sendiri. Ini terjadi karena pihak-pihak yang "sementara waktu disembunyikan", ternyata tidak memenuhi janjinya, atau menunjukan sikap yang membuat saksi tadi memilih untuk berbicara di tahap penyidikan atau dalam tahap saat pemeriksaan di persidangan.

Kedua, ia dalam posisi ingin mendeclair diri bahwa bukan pada pihak yang satu-satunya bisa dimintakan pertanggungjawaban pidananya, namun banyak pihak lain yang seharusnya ikut mempertanggungjawakannya. Ini terjadi setelah ia ditahan, merasakan ketidaknyamanan, diskusi dengan sesama tahanan, peran dari penasihat hukum atau orang-orang di sekitarnya ataupun karena memang hati nuraninya yang terbuka untuk tidak menutupi fakta-fakta sebagai usaha diri untuk mendapat penilaian hakim sebagai pihak yang kooperatif sehingga bisa meringankan hukuman, bahkan kalau memungkinkan sebagai justice collaborator.

Menyebutkan pihak-pihak lain, yang mempunyai kewenangan lebih besar atau posisi jabatan yang lebih tinggi pada saat persidangan, bisa dinilai sebagai "puncak" harapan, bahwa ia merasakan adanya "ketidak adilan" bila ia sendiri yang harus menanggung semuanya. Maka, ia tidak lagi perduli pada keselamatannya, pada jabatan hingga sikap ragu-ragu yang selama ini pada awal perkara ia pertahankan.

Atas ini semua, maka menjadi sebuah tantangan bagi aparat penegak hukum, untuk menjadikan fakta persidangan digali kembali fakta-fakta yang ada, sehingga kian membuat benderang perkara dan rasa keadilan terpenuhi.

Semoga ada jalan membuka kotak pandora, karena tiada kejahatan yang sempurna. Di situ pasti ada jejak yang ditinggalkan, meski hanya awalnya sebuah petunjuk dari tukang parkir, misalnya.  Petugas parkir atau data keluar masuk mobil di pengelola parkir yang kemudian menunjukan identitas mobil, merambat pada siapa yang menggunakan mobil tersebut hingga diketahui siapa yang ada di dalam mobil dan seterusnya. Selalu ada jalan. Ini keyakinan patent bagi pengungkapan sebuah tindak pidana. Bila belum apa-apa sudah tergambar sesuatu yang suram, akan mematikan langkahnya sendiri. Karena, motivasi yang kuat selalu memberi dan membuka jalan yang suram tadi menjadi remang-remang dan akhirnya terang benderang.

Pengalaman empiris dalam mengembangkan sebuah petunjuk dari hal-hal yang sepele tadi sudah sering terjadi dan bisa mengungkap hal-hal yang tidak terpikirkan sebelumnya, menjadi pembuka dari sebuah alibi besar. Maka, artikel ini menjadi sebuah penyemangat dan menambah keyakinan bagi pihak yang menangani perkara tersebut. Rakyat negeri ini tentunya sangat mengharapkan ending yang bagus, yang menyenangkan dan sebaliknya memberikan penghukuman yang berat bagi mereka yang telah jahil, rakus dan tamak karena telah menggunakan uang negara untuk kepentingannya atau kelompoknya sendiri. 

Manfaat atas nilai Rp. 8,3 triliun tadi, bila benar-benar terimplementasikan, tentunya akan sangat bermanfaat bagi rakyat negeri ini. Karena sifat rakus tadi, kebermanfaatan bagi rakyat menjadi sirna. Itulah jahatnya korupsi. Ayo kita perangi. Dormiunt aliquando leges, nunquam moriuntur-hukum terkadang tidur, tetapi hukum tidak pernah mati.

Salam Anti Korupsi

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun