Mohon tunggu...
Dr. Herie Purwanto
Dr. Herie Purwanto Mohon Tunggu... Penegak Hukum - PNYD di KPK (2016 sd. Sekarang)

Bismilah, Menulis Tentang Korupsi

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Integritas Kodir, Pemilik Warung Jujugan Langganan Pegawai KPK

28 September 2023   05:00 Diperbarui: 29 September 2023   11:07 1736
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Diantara deretan warung di Jalan Gembira, Setiabudi, Jakarta Selatan, di belakang kantor atau Gedung Merah Putih KPK, ada sebuah warung sederhana. Pengelolanya bernama Kodir, ia dibantu istri, adik dan saudaranya.

Usianya belum manapak 40 tahun, sehingga masih energik dalam melayani para pegawai KPK dan warga sekitar. Ya, warung yang buka mulai jam 05.30 tersebut, mayoritas pembelinya adalah pegawai KPK. Dari OB, security hingga penyelidik, penyidik, jaksa KPK dan lainnya.

Pada hari tertentu, pada saat jam besuk tahanan, ada juga pengunjung warung Kodir dari keluarga tahanan yang akan besuk atau pengacaranya. Sambil ngopi-ngopi menunggu waktu, tak jarang mereka terlihat membaur dengan para pegawai KPK yang antri makan di tempat atau dibungkus.

Menu yang disediakan beragam, menu ala betawi maupun menu keseharian pada umumnya yang merakyat sesuai selera orang Indonesia, misal telor dadar, lele, ayam goreng, hingga aneka ragam sayur dari sayur asam; sayur bening, tumis kangkung, jamur, balado terong, tempe dan tahu goreng.

Kodir bercerita, bahwa yang menjadi pelanggannya bukan hanya pegawai KPK pada umumnya, namun dari beberapa pelanggannya mempunyai jabatan di komisi anti rasuah tersebut. 

Kodir menyebut sejumlah nama, namun tidak saya tulis di artikel ini. Namun, penyebutan nama ini, bukan sekedar mau pamer, namun Kodir seolah ingin menunjukkan, pelanggannya bukan saja level pekerja, namun juga pejabat di KPK. Tentu menjadi kebanggaan baginya.

Kodir membuka warung di Jalan Gembira, di belakang Kantor KPK, sudah lama. Sebelum menempati Gedung Merah Putih, Kodir sudah berjualan di Gedung KPK yang lama, yang sekarang untuk kantor Dewan Penasihat KPK.

Maka tak heran, keakraban Kodir dengan pelanggannya, bukan sekedar akrab ketika transaksi, namun di luar itu, saya pernah merasakannya.

Pada saat kaki saya sakit terkilir dan kelihatan berjalan tertatih-tatih, saat lewat depan warung dan saya sempat membeli makanan untuk di bungkus, Kodir bertanya pada saya, "Kakinya sakit ya Pak, biar saya anterin ya sampai kos. "

Kodir tahu saya kos tidak jauh dari warungnya, sekitar 400-500 meter. Ia juga beberapa kali mengantarkan saya ketika tahu saya akan pulang dan ia akan membeli sesuatu di pasar yang melewati tempat kos saya di Jalan Guntur, Setiabudi. Bahkan, sering ketika saya sudah sampai kantor dan ada yang ketinggalan, saat Kodir tahu saya akan pulang dengan jalan kaki, ia menawarkan untuk mengantar atau meminjam sepeda motornya.

Interaksi antara pelanggan, benar-benar dijaga oleh sosok Kodir. Maka, sepertinya menjadi sulit bagi saya untuk "pindah ke lain warung." Sehingga, bagi saya, mungkin juga pelanggan warung Kodir akan merasakan kedekatan dan pengalaman masing-masing. 

Namun, yang sering saya lihat, kedekatan itu memang Kodir berikan pada semua pelanggan. Seolah tidak ada sekat lagi dalam komunikasi, semua berlangsung nyaman-nyaman saja, bahwa ketika ada kritikan tentang rasa masakan di hari itu, misalnya, Kodir tidak marah.

Salah satunya dokter Jo, dokter senior di KPK, pernah mengeritik dan memberi masukan pada Kodir, bahwa masakannya terlalu asin. "Kurangi garam, Kodir, pelanggannya banyak juga yang perlu mengurangi garam." Begitu, Kodir mengiyakan dengan senyuman. "Siap Pak Dokter."

Begitu mengenai menu, saya pernah menyarankan agar Kodir menyediakan menu kesukaan saya yaitu sambal goreng kentang. Tidak pakai lama, keesokan harinya, menu tersebut sudah tersedia hingga sekarang.

Cara-cara penyajian yang familiar dan sudah terjalinnya komunikasi seperti itu, memang akhirnya membuat pelanggannya betah. Sering terlihat pelanggan berlama-lama di warung untuk ngopi dan merokok. Mereka di samping menikmati makan, ngopi, kadang juga ada yang diskusi kecil terkait isu-isu yang sedang hangat.

Warung Kodir yang sudah saya kenal sejak tahun 2017 tersebut, memang sudah dekat dan menjadi jujugan para pegawai KPK. Pada hari-hari tertentu, seringnya harus Jumat, menu makanan yang tersedia telah habis sebelum jam kantor tiba. 

Namun, Kodir mempunyai jurus jitu. Ia masih menyedikan stok seperti ayam, tahu dan tempe serta bebek yang sudah siap saji. Jadi bila menu di etalase warung sudah habis, tetap bisa menyediakan menu dadakan tadi, hingga malam hari.

Makan kenyang di warung Kodir, tidak perlu harus merogeh kocek mahal. Uang Rp. 10.000, masih bisa kenyang berupa nasi dan telur dadar dengan sayur pilihan. Bila ditambah ikan mas, bandeng lainnya, tidak lebih dari Rp. 17.000. Bila ditambah es teh, atau kopi tentu harga menyesuiakan dengan minuman tersebut.

Kodir tidak membedakan, apakah itu pelanggan dari pegawai KPK atau tamu dari keluarga koruptor yang akan membezuk tahanan atau para penasihat hukum. 

Persis di depan warung Kodir, adalah pintu gerbang Rutan KPK, sehingga bisa jadi warung Kodir banyak di kenal hingga seluruh negeri, karena memang pelanggannya ada yang dari keluarga tahanan korupsi, yang asalnya juga dari seluruh pelosok negeri itu.

Bahkan dalam bulan-bulan belakangan, selama proses penahanan Lukas Enembe menjalani persidangan, banyak pendukung Lukas Enembe yang kos dan tentunya makan di warung Kodir tersebut. 

Kebetulan, lantai 2 warung Kodir tadi juga diselenggarakan untuk kos. Di situlah puluhan warga Papua pendukung Lukas Enembe tinggal dan makan sementara, yang sesekali menyatu dengan pengunjung lainnya, termasuk dengan saya saat makan siang atau sore.

Satu hal yang menarik bila diperhatikan, ketika datang serombongan pelanggan warung Kodir tersebut, meski datang dengan kesan satu tim, akrab dan kemudian ngobrol di situ, setelah makan dan minum, mereka akan antri bayar sendiri-sendiri. Entah di situ ada senior dan yunior, saat urusan bayar membayar di bayar, adalah urusan sendiri-sendiri, termasuk bila mereka adalah satu tim. 

Karena itulah ciri khas Pegawai KPK, yang masing-masing mempunyai gaji sesuai standar KPK, tidak ada tambahan uang selain perolehan yang sah, sehingga membiasakan diri membayar sendiri-sendiri adalah salah satu ujud sikap integritas yang harus tetap di jaga. Tidak perlu rikuh, malu atau gengsi.

Bila ada yang ingin traktir atau bayari teman, maka Kodir akan balik bertanya, "Serius nih dibayarin?"

Kodir pun sangat paham. Bila empat Pegawai KPK masuk ke warungnya, empat kali pula ia akan menerima pembayaran dari para pelanggannya tersebut.

Salam Integritas.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun