Mohon tunggu...
Dr. Herie Purwanto
Dr. Herie Purwanto Mohon Tunggu... Penegak Hukum - PNYD di KPK (2016 sd. Sekarang)

Bismilah, Menulis Tentang Korupsi

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Status Penyidikan dan Deklarasi Bacawapres

5 September 2023   08:19 Diperbarui: 5 September 2023   08:30 257
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Mantan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Menakertrans), Muhaimin Iskandar atau Cak Imin bakal diperiksa sebagai saksi dalam kasus dugaan korupsi pengadaan sistem perlindungan atau proteksi tenaga kerja Indonesia (TKI) oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Selasa (5/9/2023). Adapun perkara yang terjadi pada 2012 di kementerian yang kini berganti nama menjadi Kementerian Tenaga Kerja (Kemenaker) itu disidik KPK sejak Juli 2023. 

"Melalui gelar perkara, KPK sepakat naik pada proses penyidikan perkara tersebut, setelah menemukan kecukupan alat bukti sejak sekitar Juli 2023 dan surat perintah penyidikan terbit setelahnya, sudah sejak sekitar Agustus 2023 lalu," kata Ali Fikri, Minggu (3/9/2023) kemarin. Ali juga memastikan, pengusutan perkara ini jauh sebelum adanya deklarasi Cak Imin menjadi bakal calon wakil presiden (bacawapres) mendampingi bakal calon presiden (bacapres) Anies Baswedan untuk kontestasi Pemilhan Presiden (pilpres) 2024, dikutip dari Kompas.com

Penjelasan dari pihak KPK ini memuat substansi sebagai berikut :

Pertama, Komisi Pemberantasn Korupsi sedang melakukan penyidikan terhadap dugaan tindak pidana korupsi pengadaan system perlindungan atau proteksi tenaga kerja Indonesia (TKI). Kejadian perkara tersebut diduga pada tahun 2012.

Kedua, KPK sudah menetapkan kecukupan alat bukti sejak sekitar Juli 2023 melalui proses gelar perkara, jauh sebelum adanya deklarasi Cak Imin menjadi pendamping bakal calon Presiden Anies Baswedan.

Dari kedua substansi ini dapat diperjelas sebagai berikut:

Pertama, KPK menegaskan, bahwa dugaan tindak pidana yang sedang dilakukan proses penyidikan terjadi di lingkungan Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi tahun 2012. Jadi siapapun menteri-nya atau pejabat yang terkait dengan locus dan tempus (tempat dan tahun kejadian) dipastikan akan dimintai keterangan sebagai saksi dan bila dari keterangan saksi serta alat bukti lain menunjukan dia-lah pihak yang layak diminta pertanggungjawaban pidananya, maka demi kepastian hukum, dipastikan akan ditingkatkan statusnya dari saksi menjadi tersangka. 

Tenggang waktu gelar perkara yang menetapkan peningkatan status dari penyelidikan ke penyidikan, sebelum pendeklarasian Cak Imin, menjadi absurd bila dikatakan KPK telah berbuat "kriminalisasi" atau " politisasi" atau " KPK menjadi alat politik." Justru kepada pihak-pihak yang  memahami proses hukum, mengaku sebagai pakar hukum atau sebagai pendekar hukum, tidak menisbikan fakta tersebut. Status perkara dari penyelidikan hingga ke ranah penyidikan, memakan waktu yang tidak sebentar, bisa berbulan-bulan atau bahkan tahunan.

Berulang kali saya menulis di artikel kompasiana, menjadikan sebuah perkara untuk direkayasa, akan melibatkan banyak pihak internal KPK, tidak serta merta hanya keputusan satu pihak, inipun bersifat kolektif kolegial. Sangat tidak mudah menyatukan, menjadikan banyak orang di KPK sesuai dengan tugasnya sebagai penyelidik, penyidik, Penuntut KPK, pengawas, auditor dan lainnya dalam sebuah "irama" orchestra yang diatur sedemikian rupa dengan mengesampingkan substansi perkaranya. Tidak mudah sekali lagi mendisgn sebuah perkara hanya untuk menuruti satu kemauan dalam situasi heterogenitas peran dan fungsi yang ada di KPK.

Pihak-pihak di luar KPK yang berasumsi, sebuah perkara bisa dengan mudah diatur, direkayasa dan sebagainya, hanya melihat seolah-seolah terbitnya surat perintah pernyidikan, cukup diajukan oleh penyidik dan ditanda tangani oleh Pimpinan KPK. Tidak semudah itu, seperti mengajukan surat non pro yustia lainnya. Melalui proses berlapis dan "diuji" melalui mekanisme gelar perkara tadi. 

Sangat naif bila berpandangan, pihak yang terlibat "mengawal" sebuah perkara sejak dari awal misalnya dari pengaduan masyarakat, ditelaah, kemudian dilakukan penyelidikan hingga akhirnya ditetapkan masuk dalam ranah penyidikan, semua tunduk pada satu perintah yang di luar substansi perkara itu sendiri. Dipastikan akan menimbulkan gejolak. 

Untuk mengetes hal ini, seberapa jauh reaksi internal atas penetapan perkara dugaan korupsi pengadaan sistem perlindungan atau proteksi tenaga kerja Indonesia (TKI)? Sampai dengan hari ini, tidak ada atau muncul suara-suara ketidaksetujuan, suara sumbang atas mekanisme penetapan perkara tersebut menjadi penyidikan. Bagaimana kritis dan vokalnya Pegawai di internal KPK terlihat dari beberapa fakta yang sudah pernah terjadi, misalnya menyangkut alih status Pegawai KPK menjadi ASN, Tes Wawasan Kebangsaan, sampai terakhir "kasus OTT-Basarnas". 

Tiga contoh fakta ini saya ambil dalam kurun dua atau tiga tahun terakhir, sebelumnya lebih banyak lagi. Karena memang dinamika di KPK, pegawainya sangat kritis dan pijakannya adalah nilai integritas. Keputusan pimpinan, meskipun kolektif kolegial, akan dikritik baik melalui media internal maupun eksternal.

Kedua, kepada pihak atau siapapun yang dipanggil oleh KPK sebagai saksi, tidak perlu ada rasa takut atau khawatir akan terkriminalisasi, selama apa yang menjadi fakta dan digali oleh penyidik KPK adalah apa yang ia lihat, ia dengar dan ia alami. Apabila faktanya, ia menutupi apa yang menjadi fakta, sedangkan pihak penyidik KPK mempunyai alat bukti, tanpa adanya pengakuan-pun status saksi bisa menjadi tersangka. 

Sangat dipahami, dalam ranah hukum positif kita, penyidik tidak memerlukan pengakuan seseorang untuk menjadikan ia sebagai tersangka sepanjang terpenuhi minimal 2 alat bukti yang sah sebagaimana diatur dalam pasal 184 KUHAP (Keterangan Saksi, Keterangan Ahli, Surat, Petunjuk dan Keterangan Terdakwa).

Tentu menjadi sebuah keprihatinan dan perlu ditanyakan kepada pihak yang mengaku dirinya ahli hukum, atau mengerti tentang hukum, namun membuat statemen ke publik bahwa apa yang dilakukan oleh KPK dalam proses penyidikan kasus dugaan korupsi pengadaan sistem perlindungan atau proteksi tenaga kerja Indonesia (TKI) sebagai sebuah bentuk kezoliman, rekayasa, kriminalisasi ataupun politisasi. Semua proses yang dilakukan akan diuji dengan melibatkan banyak pihak, termasuk bila perkara masuk sampai ke ranah pengadilan.

Lebih bijak, sambil menunggu ending dari proses penyidikan yang sedang berjalan, instrospeksi untuk merenungkan asas hukum universal ini : cum adsunt tertimonia rerum, quid opus est verbist- saat ada bukti dari fakta-fakta, apa gunanya kata-kata?

Salam Anti Korupsi

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun