Mohon tunggu...
Dr. Herie Purwanto
Dr. Herie Purwanto Mohon Tunggu... Penegak Hukum - PNYD di KPK (2016 sd. Sekarang)

Bismilah, Menulis tentang : - Korupsi dan Bunga Rampai (2022) - Korupsi (2023) - Hukum dan Korupsi (22 Oktober 2024 sd. sekarang) - Sebelum aktif di Kompasiana (2022), menulis di Jawa Pos, Suara Merdeka, Tribun dan Beberapa Media Internal Kepolisian. (Masuk Dalam Peringkat #50 Besar dari 4.718.154 Kompasianer Tahun 2023)

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Status Penyidikan dan Deklarasi Bacawapres

5 September 2023   08:19 Diperbarui: 5 September 2023   08:30 257
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sangat naif bila berpandangan, pihak yang terlibat "mengawal" sebuah perkara sejak dari awal misalnya dari pengaduan masyarakat, ditelaah, kemudian dilakukan penyelidikan hingga akhirnya ditetapkan masuk dalam ranah penyidikan, semua tunduk pada satu perintah yang di luar substansi perkara itu sendiri. Dipastikan akan menimbulkan gejolak. 

Untuk mengetes hal ini, seberapa jauh reaksi internal atas penetapan perkara dugaan korupsi pengadaan sistem perlindungan atau proteksi tenaga kerja Indonesia (TKI)? Sampai dengan hari ini, tidak ada atau muncul suara-suara ketidaksetujuan, suara sumbang atas mekanisme penetapan perkara tersebut menjadi penyidikan. Bagaimana kritis dan vokalnya Pegawai di internal KPK terlihat dari beberapa fakta yang sudah pernah terjadi, misalnya menyangkut alih status Pegawai KPK menjadi ASN, Tes Wawasan Kebangsaan, sampai terakhir "kasus OTT-Basarnas". 

Tiga contoh fakta ini saya ambil dalam kurun dua atau tiga tahun terakhir, sebelumnya lebih banyak lagi. Karena memang dinamika di KPK, pegawainya sangat kritis dan pijakannya adalah nilai integritas. Keputusan pimpinan, meskipun kolektif kolegial, akan dikritik baik melalui media internal maupun eksternal.

Kedua, kepada pihak atau siapapun yang dipanggil oleh KPK sebagai saksi, tidak perlu ada rasa takut atau khawatir akan terkriminalisasi, selama apa yang menjadi fakta dan digali oleh penyidik KPK adalah apa yang ia lihat, ia dengar dan ia alami. Apabila faktanya, ia menutupi apa yang menjadi fakta, sedangkan pihak penyidik KPK mempunyai alat bukti, tanpa adanya pengakuan-pun status saksi bisa menjadi tersangka. 

Sangat dipahami, dalam ranah hukum positif kita, penyidik tidak memerlukan pengakuan seseorang untuk menjadikan ia sebagai tersangka sepanjang terpenuhi minimal 2 alat bukti yang sah sebagaimana diatur dalam pasal 184 KUHAP (Keterangan Saksi, Keterangan Ahli, Surat, Petunjuk dan Keterangan Terdakwa).

Tentu menjadi sebuah keprihatinan dan perlu ditanyakan kepada pihak yang mengaku dirinya ahli hukum, atau mengerti tentang hukum, namun membuat statemen ke publik bahwa apa yang dilakukan oleh KPK dalam proses penyidikan kasus dugaan korupsi pengadaan sistem perlindungan atau proteksi tenaga kerja Indonesia (TKI) sebagai sebuah bentuk kezoliman, rekayasa, kriminalisasi ataupun politisasi. Semua proses yang dilakukan akan diuji dengan melibatkan banyak pihak, termasuk bila perkara masuk sampai ke ranah pengadilan.

Lebih bijak, sambil menunggu ending dari proses penyidikan yang sedang berjalan, instrospeksi untuk merenungkan asas hukum universal ini : cum adsunt tertimonia rerum, quid opus est verbist- saat ada bukti dari fakta-fakta, apa gunanya kata-kata?

Salam Anti Korupsi

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun