Memperingati HUT ke-78 Republik Indonesia (RI), Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengajak seluruh lapisan masyarakat untuk menggelorakan semangat perjuangan bangsa yang belum sepenuhnya berakhir. Pemberantasan korupsi, misalnya, masih menjadi pekerjaan rumah yang harus diselesaikan dan diperangi bersama-sama. Â "Indonesia maju hanya akan terwujud jika Indonesia bebas korupsi, di sinilah peran KPK mengawal dan memastikan gerak pembangunan dan pemerintahan mewujudkan Indonesia maju," kata inspektur upacara sekaligus Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron di halaman Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Kamis (17/8/2023). Dikutip dari republika.co.id.
Tentu semua anak bangsa negeri ini sepakat dengan apa yang disampaikan pihak KPK tersebut, bahwa pemberantasan korupsi masih menjadi pekerjaan rumah yang harus diselesaikan dan diperangi bersama-sama. Seolah, akan menjadi retorika belaka, apabila hal tersebut didengung-dengungkan, namun korupsi masih terjadi di hampir semua aspek kehidupan. Ini tidak dipungkiri dan masih menjadi fakta yang memrihatinkan. Saking prihatinnya, saya sempat colling down, mengurangi tema penulisan saya di blog ini terkait dengan korupsi. Seolah, seperti ragu sampai kapan saya terus menerus, seolah berteriak jangan korupsi, jangan korupsi dan jangan korupsi, namun "di depan mata, di sebelah, di kanan dan dikiri" masih saja terjadi korupsi.
Dalam hampir dua bulan kemaren, blog saya isi dengan tema traveling story, lyfe bahkan kemaren saya menulis puisi untuk yang pertama kalinya saya publish. Puisi Untuk Negeri (Seolah Itu Ilusi), di up load pada momentum 17 Agustus, pada saat momentum kebangsaan negeri ini gempita dengan berkibarnya bendera merah putih ke seantero negeri. Bahkan pernik-pernik hingga penjor berhias dan identik dengan warna merah putih.
Saya memaknakan, memang begitulah seharusnya semangat kebangsaan dalam pemberantasan korupsi, menjadi sebuah gerakan bersama, bukan menumpukan pada tiga lembaga yang diberi kewenangan untuk memberantas tikus-tikus alias koruptor, yaitu KPK, Kejaksaan dan Polri.  Kelewat mengguritanya korupsi di negeri yang sebenarnya gemah ripah loh jinawi, alias melimpah kekayaan dan sumber daya alamnya, yang secara teori kesejahteraan dan kemakmuran anak bangsa bukan sebagai fatamorgana, namun sudah dirasakan dalam kehidupan keseharian.
Banyak hal yang kadang "seolah" menjadi batu sandungan dalam pemberantasan korupsi, meski tagline KPK terus menggelorakan Berantas Korupsi Hingga Ujung Negeri, untuk membakar semangat semua elemen bangsa, bukan hanya berlaku untuk internal KPK sendiri. Maka, sebagaimana menjadi ending dan substansi pada puisi saya kemaren tersebut, dari mana akar untuk memberantas korupsi? Tiada lain adalah dari diri sendiri. Yang Profesi maupun Non Profesi, bila sudah menanamkan kuat-kuat, mendoktrin diri untuk tidak korupsi, maka cluster-cluster korupsi, termasuk yang sepele masalah pungli, tidak lagi dilakukan. Karena apa? Ada sebuah keyakinan pada konteks relegi bahwa kehidupan ini tidak selesai begitu saja setelah raga ini mati, namun masih ada peradilan illahi yang tidak mungkin luput mencatat dan "mendokumentasikan" setiap helaan nafas, sejengkal langkah dan perilaku kita.
Mungkin dengan tulisan ini, kembali gaung untuk berperang dalam memberantas korupsi melalui jejaring media ini dikuatkan kembali. Tak boleh lemah, tak boleh apatis dan putus asa, bahwa negeri ini masih membutuhkan kita-kita semua, seluruh elemen bangsa dalam pemberantasan korupsi, sebagai salah satu mewujudkan Indonesia Maju. Biar perjuangan kita semua, anak cucu kita yang menikmatinya, dari pada sama sekali kita tidak berbuat dan korupsi masih menjadi cerita dan keseharian anak cucu kita.
Jadikan anak cucu kita kelak bisa bertanya pada kita semua : " Kek, korupsi itu apa? Seperti apa? Bagaimana bentuknya? Rasanya bagaimana? Kok sekarang menjadi langka ya Kek?"
Mungkin sebuah impian? Kita yang bisa menentukan. Menjadikan kita untuk semerbak bak rangkaian kembang mawar dengan nuansa merah putih di setiap penjuru negeri.
Menutup artikel ini, kembali saya cuplikan paragraf alinea terakhir puisi saya PUISI UNTUK NEGERI (Seolah Itu Ilusi) :
Dirgahayu Negeri,Â
semua anak negeri,Â
Menakutkan diri berbuat korupsi
Kelak ada pengadilan illahi
Takutlah, jangan tantang pengadilan illahi
Seolah itu sebuah ilusi
Jadi melenggang hidup tak terkendali
Tak ragu untuk melakukan korupsi
Sadarlah Duhai Anak Negeri........
Jakarta, semangat MERAH PUTIH, dari GEDUNG MERAH PUTIH : Jujur Itu Hebat!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H