Sederhana saja yang saya lakukan ketika di rumah, libur di akhir pekan. Ajak Istri, ke pasar, belanja. Ada kebahagian di situ, walau harus belusukan. Ketika ingin sesuatu yang dijajakan, tinggal tunjuk. Istri yang akan membelinya. Ketika penjual menawarkan harga, Istri sudah saya kasih rambu-rambu untuk tidak menawar dengan serius. Kalaupun basa-basi pantasnya di pasar begitu, boleh. Misalnya begini :
" Berapa talas ini Bu? "
" Satu Kilo Rp. 15.000. "
" Boleh kurang? "
" Itu sudah tipis untungnya, Bu. "
" Ya sudah, beli dua kilo. "
Begitu. Karena saya sering bilang sama Istri, jangan suka menawar pada pedagang-pedagang di pasar, biar mereka untung. Barangkali, keuntungannya untuk sekedar makan atau menyekolahkan anak-anak mereka. Lebih-lebih bila pada pedagang keliling yang sampai masuk ke depan rumah. Kebiasaan tersebut, sekedar kita menunjukan empati bahwa mereka adalah pejuang-pejuang pencari nafkah untuk keluarganya.
Berjalan menyusuri lorong pasar tradisional, dengan membawa tas belanjaan memang bukan sebagai kewajiban suami. Namun, itu menjadi sebuah simponi untuk mengisi hari-hari dengan penuh semangat, dari pada libur hanya di rumah tanpa kegiatan yang bisa menjadikan tubuh malah terasa penat dan lelah dengan sendiri, akibat tanpa aktifitas. Ujung-ujungnya ya tiduran.
Mengapa memilih pasar tradisonal? Tempat yang segera menimbulkan asumsi kotor, berdesakan, kurang higienis dan sejenisnya. Kontra dengan keadaan mall atau pasar modern lainnya, yang AC, bersih, semua tersaji dan tinggal ambil sendiri dengan kebersihan yang terjaga.Â
Kalau semua orang berpikiran seperti ini, habis sudah riwayat pasar tradisional. Berapa pedagang, berapa pekerja kuli panggul, berapa orang penjual jasa lainnya yang hidup hari lingkungan pasar. Maka, terhadap kesan negatif tadi, saya berusaha tepis dengan berpikir positif saja. Apa yang kotor, kurang higienis, berdesakan dan sebagainya, harus disiasati dengan hati yang lapang, tidak mengeluh, serta memastikan apa yang harus dicuci sebelum dimasak, sehingga terjamin kualitas bahan makanan, ikan, daging atau sayur dan buah yang beli di lapak-lapak di dalam pasar tadi.
Berpikir yang sederhana, dengan tindakan yang sederhana pula, bukan menyederhanakan permasalahan. Namun hal ini bisa terbias dan terbiasa dalam menghadapi beragam persoalan, baik persoalan dalam keluarga, di lingkungan kerja maupun di lingkungan masyarakat. Konteks bertindak sederhana, bisa jadi mirip-mirip sebagaimana yang tengah menjadi viral sebagai bentuk frugal living?Â