Ini dia, duhai para Istri yang dibahagiakan para suami, ada yang harus tetap dijaga. Merasa bahwa dirinya mendapat anugerah suami yang "memahami" bahwa istri bisa menjadi sumber rejeki, terus berubah segalanya. Ia tidak lagi seperti dulu-dulu. Bahasa Jawa-nya "nglunjak". Karena pemahamannya pada makna istri sumber rejeki bagi keluarga, dibelokan arah. Merasa menjadi "subyek", maka peralihan sikap menjadikan suami menjadi "obyek."
Mudahnya, sedikit-sedikit suami, sedikit-sedikit suami. Maka, terjebaklah suami dalam perangkap "Suami yang takut istri". Analognya, muncul keyakinan, suaminya tidak mau kehilangan rejeki, tidak mau sumber rejekinya tertutup. Sehingga istri lebih di atas angin.
Justru apa yang diperlihatkan, ditunjukan dan perlakuan suami menjadi sebuah lecutan istri untuk lebih menunjukan perhatian dan kasih sayangnya. Sehingga arus perhatian suami menjadi sebanding lurus dengan perhatian istri, dampaknya tercipta keharmonisan dalam rumah tangga. Maka, menghadapi kondisi yang menguntungkan bagi istri ini, sikapnya adalah sebagai berikut :
Pertama, meningkatkan rasa syukur telah dianugerahi lelaki yang sangat perhatian dan menyayanginya. Sikap syukur ditunjukan dengan lebih menghargai suami, menjaga diri dari hal-hal yang tidak disukai suami serta memosisikan diri untuk seias dan sekata baik dalam perbuatan maupun dalam sikap.
Kedua, tidak menggunakan kesempatan perhatian dari suami sebagai "aji mumpung" atau memanfaatkan kesempatan, meminta ini dan itu, menuntut adanya ini dan itu. Tetap mengukur batas kemampuan suami, sehingga tidak menjadikanya beban.
Ketiga, memberikan perhatian yang minimal sebanding, bahkan kalau bisa melebihi apa yang diberikan suami. Sehingga akan memberikan kesan pada diri suami, istri termasuk orang yang tahu diri. Perhatian dari suami, tidak tersia-siakan. Ini akan menjadi energy bagi suami, lebih giat dalam bekerja dan mencari rejeki.
Jadi, jelas benang merahnya perhatian suami pada istri dan istri berbanding lurus dengan perhatian yang diberikan istri membuahkan aura positif dalam keluarga. Suasana yang terbangun kemudian adalah keharmonisan. Tidak ada rebut-ribut, saling memarahi, saling diam. Yang ada adalah senyum manis, tertawa kecil, tatapan yang penuh sayang dan sikap saling mernghargai. Dari sinilah, pintu-pintu rejeki akan datang dari berbagai arah, tertuju pada langkah suami yang bersemangat meninggalkan rumah untuk bekerja dan mencari nafkah.
Apa yang terurai dalam narasi, dideskripsikan sebagai berikut :
Anton kelihatan murung. Dia jam 06 pagi sudah tiba di kantor. Padahal biasanya ia datang mendekati jam 08. Sebagai rekan sekantor, Rio memperhatikannya. Sudah hampir jam 09.00, sepertinya belum ada yang dikerjakan oleh Anton. Rio mendekat.
" Laporan mingguan yang diminta untuk dipresentasikan besok sudah selesai dibuat Rio? "
Dengan wajah luyu Anton menggeleng.
" Otak saya bebal untuk menyelesaikannya. "
" Ada masalah, biar saya bantu. Inikan kepentingan kita semua di sini? Bila hasil presentasi meyakinkan, berarti kerja tim kita dinilai bagus. Itu artinya ada bonus "
" Ya saya paham. Tapi sejak kemaren ada masalah di rumah. "
Sampai di sini, tanpa terus dilanjut deskripsi tadi, akan bisa ditebak kemana arahnya dan apa benang merah masalah di rumah dengan pekerjaan yang berbuntut bonus tadi.
Begitulah. Sederhana kausalitas atau hubungan sebab akibatnya. Maka, duhai para Istri, selalu dukung suami untuk bisa bekerja fokus, jauh dari sikap ego dan tetaplah tersenyum dengan manis di rumah. Bilapun ada masalah, segera atasi, jangan sampai kaki suami melangkah mencari nafkah dengan membawa persoalan yang belum terselesaikan. Istri yang bijak tentu sudah bisa mengukur kapasitas dan kemampuan suaminya. Maka, inilah yang selalu digunakan parameter dalam bersikap.
Salam harmonis di akhir pekan
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H