Mohon tunggu...
Dr. Herie Purwanto
Dr. Herie Purwanto Mohon Tunggu... Penegak Hukum - PNYD di KPK (2016 sd. Sekarang)

Bismilah, Menulis tentang : - Korupsi dan Bunga Rampai (2022) - Korupsi (2023) - Hukum dan Korupsi (22 Oktober 2024 sd. sekarang) - Sebelum aktif di Kompasiana (2022), menulis di Jawa Pos, Suara Merdeka, Tribun dan Beberapa Media Internal Kepolisian. (Masuk Dalam Peringkat #50 Besar dari 4.718.154 Kompasianer Tahun 2023)

Selanjutnya

Tutup

Worklife Artikel Utama

Banting Setir Gabung di Lembaga Antirasuah

10 Juli 2023   09:37 Diperbarui: 10 Juli 2023   16:05 399
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto: Dokumentasi pribadi

Career switch atau banting setir dalam karier menjadi hal yang menarik untuk dibahas. Banyak yang berani mengambil keputusan untuk banting setir, namun ada juga yang ragu-ragu atau bahkan memilih untuk tetap jalan di tempat atau stagnan. Dari keputusannya yang diambil tadi, ada yang lebih sukses kariernya, ada pula yang sebaliknya.

Pengalaman masing-masing orang akan berbeda, terkait dengan alasan mengambil putusan untuk banting setir karier. Namun setidaknya, bila dibuat cluster akan terkelompok:

Pertama, termotivasi untuk lebih berkembang. Ada pribadi yang dinamis. Ia sepertinya tidak pernah "puas" dari apa yang menjadi capaiannya.

Ketika merasa sudah bekerja di tempat yang menurutnya sudah maksimal bekerja, meski dengan fasilitas yang bagus diterima, jiwanya tetap ingin berkembang. Maka, seolah ia membuat tantangan untuk dirinya, mencoba di bidang lain dan lebih sukses.

Kedua, merasa bahwa zona zaman bukan lagi sebagai tujuan dalam karier. 

Pribadi yang demikian terdorong oleh jiwa dinamis yang menganggap perlunya pengembangan kemampuan tidak hanya pada satu bidang, namun akan lebih bagus bila bidang-bidang yang lain, meski tidak serumpun, siap untuk dijajaki, dicoba dengan penuh keyakinan. 

Ia rela meninggalkan zona zaman demi tercapainya ambisi positif dalam kariernya. 

Ada semacam target pencapaian diri yang ingin di raih, meskipun harus memulai sesuatu dari nol, namun diyakini itu menjadi tantangan yang harus dihadapi.

Ketiga, ada semacam kepuasan batin, ketika bekerja tidak hanya pada satu bidang dalam rumpun yang sama. 

Namun dengan perluasan bidang yang terkuasai akan menjadi modal ke depan menjadi orang yang lebih sukses bila di banding dengan menguasai satu bidang yang dikuasai. 

Ia menyadari dunia selalu berkembang, ada saatnya sesuatu bidang terkait profesi "berjaya" pada saat ini, justru akan mengalami nasib sebaliknya dalam kurun waktu mendatang. Sehingga, ia mempersiapkan diri, sebagaimana pepatah sedia payung sebelum hujan.

Foto: Dokumentasi pribadi
Foto: Dokumentasi pribadi

Pengalaman empiris saya sebagai penyidik di KPK selama lebih dari enam tahun, diawali dari "tantangan" yang ada pada diri saya sendiri. 

Sebelumnya, saya adalah penyidik untuk tindak pidana umum. Masuk ke lembaga antirasuah, melalui seleksi yang dilaksanakan untuk pihak ketiga, menjadi sebuah tantangan bagi saya. Maka, saya putuskan untuk ikut seleksi tersebut. 

Dari sekitar 126 peserta yang sudah masuk "babak seleksi awal " dari masing-masing provinsi, dilakukan tes terpusat. Dari 126 peserta tes "pusat" inlah tersaring 12 orang untuk maju babak "final", yaitu wawancara dengan user, yaitu pimpinan KPK saat itu, tahun 2016.

Tahapan inipun terlewati, menyisakan 9 orang, di mana 8 termasuk saya didalamnya diangkat sebagai penyidik KPK dan 1 orang sebagai penyelidik KPK.

Apa yang terbayangkan sebagai sebuah tantangan benar-benar saya hadapi. Namun, pada perjalanan waktu, semua bisa terlewati hingga sekarang ini. Apa kiat-kiatnya?

Pertama, sebelum saya mantapkan diri untuk bergabung di lembaga antirasuah (KPK), saya berusaha "memahami dulu" lembaga tersebut, sehingga harapan saya, saya bisa "menyesuaikan lebih cepat" dengan iklim kerja yang lama ke iklim kerja yang baru.

Kedua, saya manfaatkan betul masa induksi atau masa "pengenalan" tentang lembaga yang baru. Pengenalan ini saya gunakan sebagai momentum untuk adaptasi dari tempat yang lama ke yang baru dengan segala dinamikanya.

Ketiga, melebur diri sepenuhnya pada "tradisi", pola kerja maupun nilai-nilai perilaku yang ada di lembaga baru. 

Berusaha untuk melepas semua "atribut" di tempat kerja yang lama, yang kurang sesuai dengan di tempat yang baru. Jadilah, seolah benar-benar telah mengalami "pencucian" diri, untuk berganti baju yang baru, dengan semangat baru dan dedikasi yang baru.

Dengan menggunakan pola yang demikian, tanpa butuh waktu yang lama, bisa menyesuaikan diri dan tantangan yang dulu ada di benak, benar-benar dihadapi dan satu persatu bisa dihadapi dengan sikap adaptif dan berdedikasi yang lebih baik dari sebelumnya.

Pada perjalanan pilihan karier tersebut, sampai hari ini sudah mendekati tahun ke 7 dan tentunya tantangan terus ada di depan mata, apakah tetap berlanjut atau memilih karier di lembaga lain? Karena hidup memang dinamis dan penuh pilihan.

Jakarta 100723, salam sehat selalu.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun