Ada sebagian orang berpandangan, hidup akan terjamin masa tua ketika semasa muda hidup mempunyai gaji, dalam konteks ini adalah penghasilan tetap. Di ujung kerja, ada uang pensiun hari tua sebagai bekal mengawali hidup tanpa gaji penuh. Narasi ini sudah membudaya dan nyaris susah terbantah, walau pada kenyataannya, masing-masing orang yang mempunyai pekerjaan tetap tersebut berbeda-beda dalam mengelola gaji dan uang pensiunanannya. Ada yang karena utuh hidup tanpa ada tambahan selain dari uang gaji, ada juga yang seperti mobil double garden. Di samping melaksanakan pekerjaan dan menikmati gaji, ia juga bersusah payah dengan mengerjakan usaha sampingan yang halal, tentunya. Jadilah, di saat tua-nya ia seolah tinggal menikmati hasil jerih payahnya tersebut.
Lain hal, dengan mereka yang tidak memiliki gaji tetap. Bekerja secara mandiri atau dengan narasi hidup sebagai seorang swasta. Ada yang berdagang, menjual jasa dan lain sebagainya. Diketahui oleh umum, orang yang demikian, seolah “tiada batas” dalam perolehan penghasilannya. Bila ia sukses dengan usaha menjual jasa, berdagang dan sebagainya tadi, ia sangat mungkin menjadi kaya raya. Tidak susah menunjuk contoh orang swasta yang sukses dalam usahanya. Misalnya Chairul Tanjung dan puluhan orang lainnya yang menjadi “sultan” tanpa ia mengenyam dirinya sebagai pegawai berpenghasilan tetap atau gaji.
Saya sangat salut dan angkat topi kepada mereka yang gigih berinovasi, kreatif, mampu membaca peluang dalam mencari uang. Mereka, yang saya maksud tentulah orang-orang yang tidak bergaji tetap, namun mampu menyejajarkan diri bahkan melebihi perolehan finasial-nya di banding mereka yang mempunyai gaji tetap. Bahkan acapkali, mereka yang bergaji tetap hidup terlena dan menerima apa adanya, sehingga membuatnya malah hidup pas-pasan.
Maka, saya yakini bahwa sejatinya setiap manusia terlahir dengan rejeki yang bakal mengiringi sepanjang hidupnya. Bahkan, dalam konsepsi agama yang saya anut, masalah rejeki sudah melekat dan digariskan Tuhan. Bila rejeki-nya sudah pada titik ujung pemberian atau jatahnya, maka yang terjadi ia akan tutup mata untuk selamanya. Jadi sepanjang manusia masih bernafas, maka ada jaminan manusia memperoleh rejeki dalam bentuk apapun yang membuat manusia itu tetap bisa bernafas.
Oleh karenanya, betapa sedihnya bila melihat ada manusia yang seolah takut pada bayang-bayang diri terkait rejeki ini. Seolah, semua menjadi suram tanpa ia memiliki pekerjaan tetap dan menerima gaji setiap bulannya. Sikapnya justru menjadi pesimis dan memberatkan langkah-nya untuk menebar kreatifitas dan menangkap peluang yang ada.
Hidup adalah pilihan, ini yang sering terdengar di telinga ataupun terbaca pada deretan kata-kata motivasi. Bila sudah demikian, maka menjalani hidup dengan segala resiko adalah bagian dari perjuangan untuk memeroleh kesuksesan. Jangan sungkan, jangan ragu, adakalanya memulai sesuatu usaha tanpa bermodal uang dengan jumlah yang besar. Banyak kisah sukses orang-orang kreatif tanpa harus menggunakan uang yang jumlahnya besar tadi, meski banyak pula yang frustasi karena sudah mencoba beberapa usaha namun tetap saja menemui kegagalan.
Pemilik Rocket Chicken, Nurul Atik, sangat menarik untuk dikulik. Waralaba makanan cepat saji dengan menu utama ayam goreng ini berhasil menjadi waralaba yang besar di Indonesia. Siapa sangka, seseorang yang dulunya hanya petugas cleaning service mampu meraih keberhasilan membangun jaringan bisnis waralaba ayam goreng hingga memiliki lebih dari 1.030 gerai ini, dikutip dari idxchannel.com
Banyak pendapat perlu adanya bakat untuk menjadi sukses dalam nenekuni suatu bidang usaha, namun bila berkaca pada orang-orang yang sukses seperti owner Rocket Chiken tadi, mematahkan pendapat tadi. Faktanya bahwa kesuksesan merupakan hasil dari kerja keras, bukan murni dari bakat.