Jadi, ini menyangkut mental dan hati nurani yang sudah tidak lagi berbicara. Pelakunya hanya menuruti nafsu serakah dan bisa jadi gaya hidup hedon yang menjadi angan-angannya. Tipe seperti ini, jelas tidak layak bekerja di KPK. Benar kiranya, manusia tetap manusia, ada salahnya. Namun, kesalahan seperti ini tidak boleh diberi ruang toleransi, agar menjadi prasasti bagi pegawai lainnya dan berulang dengan modus yang sama atau dengan modus lainnya.
Kedepan agar tidak terjadi lagi, tidak hanya di rumah tahanan KPK, namun di semua rumah tahanan maka :
Pertama, proses hukum tanpa tebang pilih. Bukan hanya pada level pelaksana saja namun sudah harus pada level jabatan pengawas-nya, yang telah lalai dengan fungsi-nya.
Kedua, tinjau kembali celah regulasi yang berpotensi terjadinya pemberian pelayanan istimewa pada tahanan, sistem kunjungan, komunikasi tahanan dengan pihak penjaga tahanan atau pegawai dan sebagainya.
Ketiga, lebih memperketat dan mempersempit kesempatan komunikasi antara pegawai dengan tahanan, keluarga ataupun pihak lain, sehingga meminimalisir pula peluang pengulangan modus sebagaimana perkara yang terjadi ataupun dengan modus lain yang berbeda.
Keempat, pemberdayaan system digital yang terpadu dan berlapis yang dapat diakses tidak hanya level pimpinan di Rutan, namun oleh pejabat pengawas dan pimpinan lembaga. Sehingga memberikan beban tanggungjawab hingga level top manager.
Semoga selalu ada upaya perbaikan, baik sistem, regulasi dan sumber daya manusianya, sehingga perkara serupa tidak berulang dengan modus yang sama atau modus lainnya serta apapun yang dihadapi dan terjadi, petugas tidak mudah goyah bisikan halus dari balik terali rumah tahanan, tidak hanya di KPK namun di seluruh rumah tahanan negeri ini.
Salam anti korupsi