Selalu saja, apa yang terjadi dengan lembaga Komisi Penyidikan Korupsi (KPP) bakal memantik pro dan kontra di publik. Permasalahan yang terjadi, baik yang menyangkut core business lembaga, yaitu terkait dengan penegakan hukum pada tindak pidana korupsi (law enforcement), maupun terkait dengan sumber daya manusianya. Pro dan kontra tersebut, menjadi sebuah dinamika dalam proses perjalanan KPK.
Ada yang berpendapat, wajar dinamika tersebut terjadi, karena lembaga anti rasuah, di manapun keberadaannya akan berhadapan dengan kelompok-kelompok yang berseberangan dengan visi misi lembaga yang jelas-jelas anti korupsi. Akan menjadi ironis, bila yang selalu mengkritisi KPK, dengan dalih menyelamatkan KPK, namun tidak pernah memberikan solusi atas "ketimpangan" yang mereka suarakan.Â
Menjadi sebuah pertanyaan kemudian, apa sebenarnya kritikan tadi sebuah ujud kebencian atau benar-benar dalam garis keinginan untuk menyelamatkan KPK? Bahasa yang ingin dinarasikan adalah dengan menggaungkan #save kpk.
Terkini, isu yang muncul adalah terkait dengan masa jabatan Pimpinan KPK. Di mana Ketentuan masa jabatan pimpinan KPK ini diatur dalam Pasal 34 Undang-Undang 30 Tahun 2002 tentang KPK, menyebutkan 4 tahun.Â
Namun setelah diuji di Mahkamah Konstitusi, Â dalam pertimbangannya, hakim konstitusi menilai, sistem perekrutan pimpinan KPK dengan jangka waktu empat tahunan membuat kinerja pimpinan KPK dinilai dua kali oleh presiden dan DPR yang sama.Â
MK menganggap penilaian dua kali itu bisa mengancam independensi KPK karena presiden ataupun DPR berwenang melakukan seleksi atau rekrutmen sebanyak dua kali dalam periode atau masa jabatannya, dikutip dari Kompas.com.
Atas putusan yang mengikat dan final tersebut, pemerintah tidak ada pilihan kecuali taat asas, sehingga jabatan Pimpinan KPK era sekarang, yang semestinya habis di bulan Disember 2023, menjadi mundur satu tahun, sehingga berakhir Desember 2024.Â
Narasi yang kontra terhadap putusan ini : sangat politis. Kaitannya tentu di tahun 2024 adalah tahun politik bagi bangsa ini. KPK seperti diketahui "menyimpan" perkara-perkara yang berhubungan dengan para  kontestan pemilu tersebut.Â
Perkara Formula-e, kardus durian menjadi dua ikon yang menguatkan kausalitas putusan MK tadi, disamping perkara-perkara lain yang bila ditelusuri, sangat "memungkinkan" memunculkan nama-nama yang bakal muncul dalam kontestan pemilu tahun 2024, baik dalam tataran sebagai Bakal Calon Presiden, Wakil Presiden maupun yang akan duduk di legislatif.
Lembaga KPK, menjadi lembaga yang sensi, bila dikaitkan asumsi bahwa proses hukum bisa diintervensi, dengan menisbikan bagaimana sebuah perkara berproses di KPK. Seolah, bisa dengan mudahnya sebuah perkara "dikendalikan" oleh pihak-pihak tertentu di KPK.Â