Surat Ijin Mengemudi (SIM) menjadi kebutuhan utama, bagi mereka yang selalu beraktifitas di jalan raya dengan mengendarai kendaraan bermotor baik yang roda 2, roda 3 roda 4 atau lebih.Â
Masing-masing jenis kendaraan bermotor tersebut berbeda katagori kepemilikan SIMnya. Wajar, karena tingkat ketrampilan yang harus dimiliki pemegang SIM tersebut sesuai dengan karakter dan jenis kendaraan bermotor-nya.
Banyak pertanyaan sebenarnya terkait dengan pembuatan SIM ini, menjadi sorotan utama dari publik. Karena, sudah bukan rahasia lagi, di situlah menjadi "titik abu-abu" pelayanan kepolisian.Â
Banyak keluhan, banyak cemooh, banyak pula kadang pujian. Karena di arena pembuatan SIM itulah, berbagai karakter manusia berinteraksi dalam satu kepentingan pembuatan SIM.Â
Ada yang berpikir pragmatis, yang penting membuat SIM dipercepat, dipermudah, kalau perlu tanpa tes (baik tes tertulis maupun tes praktik).Â
Ada pula yang bersikeras prosedural, mengikuti tahapan tes, meski baru gagal, diulangi, gagal lagi dan mungkin baru lulus kemudian. Bahkan ironis ada yang harus mengulang sampai tiga kali gagal dalam ujian, sehingga menjadi putus asa.
Dari titik inilah, peluang adanya "kong-kalikong". "tau sama-tahu", atau ingin memperoleh "previlige" atau kemudahan-kemudahan tadi terbuka. Melalui calo, semua bisa diatur.Â
Ini fakta, dan menjadi fakta pula jika dengan tegas sesungguhnya Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo, sudah menengarai kondisi dan fakta tersebut.
 Sehingga perintah tegas diturunkan, agar dalam pelayanan pembuatan SIM, benar-benar dilaksanakan dengan transparan dan bukan dijadikan lahan untuk mencari keuntungan pribadi.Â
Kisah Lengkap Calo SIM yang Ditangkap Polisi Ternyata Sering Nongkrong di Satlantas Medan. Informasi yang diterima suaraburuh, Kedua calo SIM itu yakni SD (49) warga Jalan Cokro Aminoto Medan dan JS (36) warga Jalan HM Said Medan, Sumatera Utara.Â
Penangkapan pelaku penipuan yang diduga berkedok sebagai calo SIM itu telah dilaporkan kepada Kapolrestabes Medan," ucap Kasat Lantas Polrestabes Medan AKBP Sonny W Siregar, melalui Kasi Humas Polrestabes Medan Kompol Riama Siahaan, dalam keterangannya, Rabu.(19/10/2022) , dikutip dari suaraburuh.com.
Komisioner Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas), Poengky Indarti meminta masyarakat melaporkan ke pihak berwajib jika menemukan calo untuk mengurus (Surat Izin Mengemudi) SIM.Â
"Jika masyarakat menemukan ada calo atau orang yang mengaku anggota dan menawarkan membantu dengan imbalan uang guna mendapatkan SIM atau perpanjangan SIM, mohon segera melaporkan kepada pimpinan satuan wilayah, pengawas internal [Bid Propam dan Itwasda] atau pengawas eksternal seperti Kompolnas," terang Poengky. Â
"Jangan mau untuk dimintai uang suap atau malah memberikan suap, karena dua-duanya adalah tindak pidana," ujar Poengky, dikutip dari gatra.com.
Masalah SIM yang memang selalu mendapat perhatian baik dari jajaran internal Kepolisian maupun pihak eksternal, kini menjadi lebih marak lagi dalam perdebatan, perlukah SIM diperpanjang masa berlakunya, dari 5 tahun menjadi Seumur Hidup. Dari beberapa pendapat yang muncul di publik, bisa dicluster atau dikelompokan sebagai berikut :
Kelompok yang pro SIM dengan masa berlaku seumur hidup, pada intinya, lebih memandang pada aspek pragmatis dengan berbasis bagaimana ribetnya pembuatan SIM, bahkan sampai pada fenomena percaloan yang tak kunjung tuntas.Â
Dengan sekali membuat dan berlaku seumur hidup, maka tidak ada ditemui lagi keribetan-keribetan tadi.
Kelompok yang menolak SIM Seumur hidup, berpandangan pada basis, bahwa SIM bertalian dengan masalah ketrampilan dalam mengemudi yang dihadapkan pada beberapa aspek atau faktor, seperti kesehatan seseorang, kemampuan mengendara sejalan dengan pertambahan usia, sehingga diperlukan batasan waktu untuk mengontrol layak tidaknya seseorang berkendara.Â
Korelasi pentingnya adalah bila dalam batas koreksi waktu tersebut ternyata seseorang sudah tidak layak mengendarai kendaraan bermotor di jalan.
Maka, ya sudah sepantasnya tidak diterbitkan SIM baginya, karena ini menyangkut keselamatan berkendaraan di jalan raya, yang tidak hanya untuk keselamatan diri sendiri, namun juga menyangkut keselematan orang banyak di jalan umum.
Kelompok moderat, yang memosisikan berada di tengah-tengah dua cluster tadi. Kelompok ini menekankan tidak keberatan SIM dibatasi 5 tahun dengan catatan, tahapan pelaksanaan tes awal ataupun perpanjangan transparan dan mudah.Â
Bilapun seumur hidup, perlu dibuat sistem kontrol atau pengendali apakah dalam kurun waktu Seumur Hidup tersebut pemegang-nya memang masih layak atau perlu ditinjau ulang.Â
Jangan sampai dengan alasan memegang SIM Seumur hidup, tetapi mengendari kendaraan, walau sebenarnya ia telah mengalami "perubahan kondisi" fisik dan psikologis-nya, sehingga sebenarnya tidak layak untuk berkendara di jalan raya.
Bagaimanapun, keselamatan diri dan orang lain, menjadi hal utama yang harus ditempatkan, apabila pembahasan perlu tidaknya SIM berlaku seumur hidup terus berlanjut.Â
Jangan sampai, abai dan mengesampingkan jiwa orang lain hanya karena memburu selembar kartu sebagai tanda legalitas sah dan tidaknya berkendara di jalan raya. Sekali lagi, substansi keselamatan jiwa, lebih utama dari segalanya.
Salam hormat di awal pekan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H