Menjadi persoalan yang serius manakala tempat tujuan wisata sudah "dikuasai" oleh para turis, khususnya turis mancanegara. Ia berperilaku seolah "bebas berbuat" di tempat destinasi wisata yang mendatangkan devisa bagi negara. Seperti di Bali misalnya, sangat biasa melihat perilaku yang "jelas-jelas" kurang sesuai dengan  budaya ke-Timuran. Sebenarnya, bila perilaku tertentu tersebut sesuai dengan konteks-nya bisa jadi masih dalam batas ditoleransi, misal ketika mereka hanya mengenakan "dalaman" saja ketika berada di pantai. Namun kalau sudah dengan leluasa berperilaku "serba" bikini, di manapun mereka berada dan melakukan interaksi baik dengan warga pribumi maupun sesama turis.
Belum lagi, konon beberapa turis sudah mulai "mengeklusifikan" diri dengan komunitas di tempat-tempat tertentu, hingga merekapun akhirnya terlibat dalam bisnis. Ironisnya, meski kondisi demikian sebenarnya sudah tercium sejak lama, belum ada stakeholder yang mengambil langkah-langkah strategis sehingga apa yang awalnya benih, kemudian mengakar dan tumbuh subur seperti sekarang ini.Â
Bila apa yang dilakukan turis tersebut sudah masuk dalam ranah hukum, maka tidak perlu lagi rasa takut atau gentar menghadapi ulah yang meresahkan tersebut. Namun, sebelum ini diterapkan perlu dipahami adanya fungsi dari hukum pidana sebagai ultimum remedium, yaitu hukum pidana baru digunakan apabila upaya-upaya lain sudah tidak bisa digunakan. Upaya-upaya tersebut misalnya berupa langkah pendekatan secara humanis, mengurai apa yang menjadi sumber masalah dan menyelesaikan secara bijaksana dengan mempertimbangkan asas manfaat dan kearifan lokal.
Keinginan atau adanya political will menjadi penguat upaya untuk menangani masalah ini secara serius. Menko Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan ikut menanggapi soal maraknya turis asing berulah di Bali. Luhut menegaskan Bali tidak membutuhkan turis asing yang nakal. "Jadi mengenai turis tadi, saya sudah bicara dengan Pak Gubernur Bali (Wayan Koster).Â
Turis-turis yang nakal tidak kami perlukan di Bali," Luhut menegaskan turis nakal itu bisa merusak Bali. Luhut meminta agar jangan sampai Pulau Dewata dikotori oleh turis asing yang berperilaku tidak baik. "Oleh karena itu, turis-turis yang nakal dan dengan penelitian yang cermat oleh polisi maupun aparat terkait, kami akan bisa persona non-grata-kan (negara berhak menolak atau mengusir) dari sini," terangnya, sebagaimana dikutip dari dw.com.
Bila sudah jelas adanya political will, maka para pemangku kepentingan bisa melakukan beberapa langkah strategis sebagai berikut :
Pertama, menginventarisi sumber-sumber permasalahan terkait dengan turis asing. Dari inventarisasi ini dilakukan maping solusi dengan mengedepankan human-approach. Pemangku kepentingan memberikan solusi dengan memberdayakan kearifan lokal, sehingga akan mendapat dukungan dari masyarakat setempat. Bagaimanapun juga, tidak bisa dikesampingkan sudah terjadinya interaksi sosial turis asing dengan warga setempat, menyebabkan adanya hubungan emosional di antara mereka, sehingga sangat dimungkinkan penonjolan komunikasi secara arif, bisa menjadi bridging solusi permasalahan.
Kedua, apabila tahapan maping solusi dengan memberdayakan kearifan lokal belum juga memberikan hasil yang diharapkan, dilakukan pendekatan hukum dalam batasan penerapan sanksi-sanksi yang lebih pada administratif. Diharapkan dengan pendekatan ini sudah menyentuh secara substansi dan memberikan warning tentang keseriusan untuk memecahkan permasalahan.Â
Ketiga, tahap penerapan fungsi hukum setelah cara-cara soft tadi tidak maksimal, maka penerapan hukum bisa diterapkan, sehingga bisa memberikan efek jera pada pelaku maupun kolega dari para turis yang "nakal" tadi, serta "orang-orang" pribumi yang ikut menikmati hasil dari "kenakalan turis asing yang nakal tadi. "
Semoga kontribusi ini bisa memberikan setitik harapan dalam penyelesaian masalah turis nakal, tidak hanya di Bali, namun di kota-kota lain yang menjadi destinasi wisata turis asing.
Salam hormat di awal pekan
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H