Mohon tunggu...
Dr. Herie Purwanto
Dr. Herie Purwanto Mohon Tunggu... Penegak Hukum - PNYD di KPK (2016 sd. Sekarang)

Bismilah, Menulis tentang : - Korupsi dan Bunga Rampai (2022) - Korupsi (2023) - Hukum dan Korupsi (22 Oktober 2024 sd. sekarang) - Sebelum aktif di Kompasiana (2022), menulis di Jawa Pos, Suara Merdeka, Tribun dan Beberapa Media Internal Kepolisian. (Masuk Dalam Peringkat #50 Besar dari 4.718.154 Kompasianer Tahun 2023)

Selanjutnya

Tutup

Love Pilihan

Nasihat Ayah untuk Anak Lelakinya (2)

25 Mei 2023   03:00 Diperbarui: 25 Mei 2023   07:21 329
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Selesai Ia bersujud, kedua tangan menengadah. Senyap, ditengah panjatan permohonan pada Sang Khaliq. Narasi hati-nya sudah ia tumpahkan tadi di sujud terakhir. Detik ini, hanya pengulangan dalam narasi doa yang penuh jiwa.

" Ya Robb, bila ini langkah yang baik untuk Hamba-mu, mudahkanlah. Jangan jadikan hati ini penuh prasangka, karena ini bukan ajaran-Mu ya Robb. Engkau akan memberi jalan bagi Kami, entah setelah ini, esok atau lusa. Karena aku yakini, Engkau pasti memberi apa yang Hamba-Mu minta. "

Selesai kesyahduan dalam doa, langkah perlahan menuju ruang sebelah. Belum terdengar kumandang adzan Subuh. Di ujung ruang, Nampak sosok perempuan bermukena, tengah menengadahkan tangannya. Ia memohon di kebisuan ujung malam, agar hajat yang tersimpan pada diri dan Anak Lelakinya, di dengar di ijabah-Nya. Doa seorang Ibu untuk anaknya, di penghujung malam, tembus ke langit.

" Jadi ihtiyar atas sebuah keinginan, menjadi sesuatu yang harus Kamu lakukan. Semakin serius, semakin sering terdengar di langit, semakin terbuka lebar solusi atas masalah yang Kamu hadapi terbuka. Bukankah selalu ada gembok pasti ada anak kuncinya? Pastilah ada masalah, ada solusi. "

Begitu ucap Sang Ayah beberapa hari kemudian. Permasalahan yang berlarut dan belum tuntas, mengajarkan sikap untuk istiqomah dan sabar.

" Jangan sampai, karena hambatan restu orang tua, Kalian menjadi nekad, lari dari restu orang tua. Itu bukan menyelesaikan masalah. Masalah bukan untuk dihindari, namun harus dikelola, menjadi sebuah ibroh. "

" Iya Ayah. Pasti, Aku tidak mungkin berbuat sesuatu yang menjauhkan dari ridho orang tua. Ridho orang tua adalah Ridho-nya Alloh. "

" Tentu menjadi sebuah keprihatinan bila ini terus berlanjut. Tapi, percayalah akan ada sinar putih membias dari kisi-kisi jendela di pagi hari, seiring dengan terbitnya Sang Mentari Pagi. "

" Ayah selalu memberikan sikap optimis, dalam setiap hal. Selalu Aku catat dan aku ingat Ayah. "

" Harus. Sebagai lelaki harus menanamkan hal tersebut. Tak ada kata menyerah, memperjuangkan sesuatu yang sudah ternarasikan dalam hati yang paling dalam. Ingat narasi itu? "

Ada anggukan pelan dari Sang Anak.

" Bahwa aku menyintai perempuan itu Ayah, Kami bisa menjadi pasangan yang penuh rasa sayang. "

" Anakku, apakah Kamu melihat perempuan itu secara fisik sebagai perempuan yang cantik, baik hati, punya Pribadi yang menarik atau...."

" Tidak hanya itu Ayah, aku juga melihat dan memendam dalam-dalam kekurangannya. Aku menyadari setiap manusia pasti ada kekurangan. Dengan kekurangan itu, akan melengkapi kesempurnaan rasa saya Kami, Insha Alloh. "

Sang Ayah tersenyum. Menepuk pundak Sang Anak Lelakinya.

" Tidak ada kesempurnaan yang akan Kamu dapatkan, bila Kamu mencarinya. Paduan kekurangan yang Kalian miliki berdua, adalah ujud kesempurnaan itu sendiri nantinya. Saling menutupi kekurangan, menjadi sebuah kekuatan rasa sayang Kalian, kelak bila perempuan itu jodohmu. "

Ada anggukan kepala.

" Begitulah, akan abadi bila cinta, kasih sayang dibalut dengan saling memahami adanya kekurangan masing-masing. "

" Iya Ayah, akupun banyak kekurangannya, sehingga sangat tidak adil bila aku menuntut kesempurnaan itu."

" Bagus. Doa Ayah dan Ibu akan selalu terpanjatkan untuk keinginan dan hajatmu, Anakku. "

Kaki Sang Ayah meninggalkan Anak Lelakinya, yang masih tertegun dengan kata demi kata Sang Ayah. Sampai akhirnya, ia memandang langit, ada warna biru yang terpendar di sana. Tipis awan berarak, menawan dipandang. Pandangan beralih pada bunga anggrek plastik di pot mini sudut ruangan. Bunga yang menawan, guman dalam hatinya.

Langkah menjadi ringan, meski belum juga ada sinyal bahwa apa yang ia harapkan, ia konsepkan bisa terselenggarakan. Setiap helaan nafasnya kini, hanyalah berisi rangkaian asa yang sangat ia yakini akan menjadi sebuah kenyataan. Ini hanya masalah waktu. Menguji kesabaran untuk tetap berada jalan yang benar. Dalam konsep dirinya, sebagai anak lelaki, menurut apa yang dinasihatkan kedua orang tuanya, adalah jalan untuk memperoleh Ridho Illahi.

Jadi kata hatinya, tidak pernah bersilangan dengan apa yang dinasihatkan Sang Ayah.

Jakarta, Asa Yang Mulai Tumbuh, 2023

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Love Selengkapnya
Lihat Love Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun