Mohon tunggu...
Dr. Herie Purwanto
Dr. Herie Purwanto Mohon Tunggu... Penegak Hukum - PNYD di KPK (2016 sd. Sekarang)

Bismilah, Menulis tentang : - Korupsi dan Bunga Rampai (2022) - Korupsi (2023) - Hukum dan Korupsi (22 Oktober 2024 sd. sekarang) - Sebelum aktif di Kompasiana (2022), menulis di Jawa Pos, Suara Merdeka, Tribun dan Beberapa Media Internal Kepolisian (Masuk Dalam Peringkat #50 Besar dari 4.718.154 Kompasianer Tahun 2023)

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop

Jatuh Di Lubang Yang Sama

18 Mei 2023   10:59 Diperbarui: 18 Mei 2023   11:22 121
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Foto Kompas.com

Kompas.TV memberitakan, Kejaksaan Agung (Kejagung) menetapkan Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Johnny G Plate sebagai tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan menara BTS 4G dan infrastruktur pendukung paket 1, 2, 3, 4, dan 5 Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi (Bakti) Kominfo 2020-2022. Adapun, Kejagung bersama Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) menyampaikan kerugian keuangan negara terkait dugaan tindak pidana rasuah itu mencapai Rp 8 triliun.

Berita ini tentu saja bisa ditanggapi dengan "biasa-biasa saja" bila berpijak pada sikap skeptisme pada korupsi di negeri ini. Sudah berulang kali pejabat negara, setingkat Menteri yang masih aktif ditetapkan sebagai tersangka dalam perkara korupsi. Seolah, tidak ada kata "jera", sehingga mereka-pun seperti jatuh di lubang yang sama, yaitu kubangan korupsi. Tentang siapa yang pantas menjadi penggantinya, tentu di samping berbicara masalah kompetensi yang mempunyai kausalitas dengan pembangunan masalah informatika yang berkembang pesat, yang tidak kalah pentingnya adalah ia yang hatinya bersih dari korupsi.

Bila korupsi dianggap berbanding lurus dengan masalah mental dan  keimanan seseorang, maka menjadi pejabat, terlebih setingkat Menteri, tidak hanya dibutuhkan karena intelektualitasnya sehingga menjadi variabel yang signifikan bagi profesionalisme dalam tugas, namun juga bisa membawa amanah, yang terbebas dari virus korupsi. Saya tidak tahu, apa yang menjadi dasar Pak Menteri Johnny G Plate, atau para Menteri lainnya yang lebih dulu dicokok dengan masalah korupsi. Awalnya mencoba-coba kah? Ada peluang kah? Adanya rayuan-kah? Adakah bujuk rayu yang menisbikan akal sehatnya? Atau karena memang ingin memperkaya diri sendiri atau orang lain? Atau hal yang lainnya?

Apapun alasannya, tentu disepakati, korupsi bukan dilaksanakan sendiri. Namun melibatkan banyak pihak, sehingga di situ ada waktu yang tidak sebentar, ada kesempatan untuk berpikir dan ada peluang untuk mengambil sikap yang benar, sesuai hati nuraninya. Namun bila ini sudah tertutup, maka sudah sepantasnya memang ia harus bertanggung jawab, dengan mengorbankan nama baiknya, nama keluarga, institusinya dan kolega-koleganya.

Korupsi selalu saja bisa terjadi, manakala seorang pejabat yang memiliki power hilang kendali. Apa yang ia lakukan, seolah auto pilot, sampai akhirnya ia tersadar ia sudah tercokok oleh aparat penegak hukum sebagai tersangka korupsi.

Kembali pada sosok pengganti yang harus mempunyai yang bersih dari korupsi, perlu dibold, karena seadainyapun ia lolos dari intaian Aparat Penegak Hukum, dipastikan kebijakan yang ia ambil, akan menimbulkan kerugian baik di masa jangka pendek ataupun jangka panjang. Bisa jadi berdalih, ia selamat dari incaran penegak hukum, namun ia telah berbuat sesuatu "cacat" atau pengaruh dan kuasanya selama menjabat. Bila terkait anggaran, tentu karena ada yang dikorupsi, maka hasil proyeknyapun tidak maksimal sesuai spek. Bila karena kebijakan, tentu akan ada efek atas kebijakan yang dibuatnya, karena lahirnya kebijakan itu ada manipulasi, atau hal-hal yang disembunyikan, sehingga seperti menyimpan bara dalam sekam.

Korupsi tidak terjadi kecuali dengan bentuk-bentuk perilaku mengakali regulasi, system ataupun minimal standar operating procedur, sehingga mulus bisa dilaksanakan apa yang dikehendaki, dengan ujung munclnya kerugian negara. Oleh karenanya, karena berkaitan dengan masalah internal hati dan sikap, Pak Presiden jangan terkecoh dengan ujud performance intelektual dan kapabilitas calon pengganti menteri yang korup tersebut. Perlu penelisikan track record seberapa jauh ia memahami makna dari sebuah hati nurani ketika akan menjalankan sebuah amanah.

Walaupun kadang, telisik jejak record ini, kelak dikemudian hari, bisa terbolak-balik, ketika sudah masuk dalam lingkaran kekuasaan dan gelimang harta. Disinilah letak ujian yang sesungguhnya.

Salam Anti Korupsi

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun