Masjid KPK memang mengagendakan kajian Islam setelah bakdal solat duhur berjamaah selama bulan Ramadan. Sedangkan di hari di luar Ramadan, kajian terjadwal Senin dan Kamis.
Dalam dua hari, yaitu kemaren dan hari ini Masjid Al Ikhlas KPK menjadwalkan kehadiran dua ustadz kondang. Kedua ustadz tersebut 'Ustadz Nur Maulana (yang mengisi tauziyah hari Selasa kemaren) dan siang ini, Ustadz KH Aa Gym. TakmirArtikel ini tidak mengulas isi materi kedua Ustadz tersebut, namun lebih pada daya tarik dan animo pegawai KPK untuk mendengarkan ceramah kedua Ustadz tersebut. Menjadi fakta, kehadiran kedua Ustadz tersebut "menggairahkan" pegawai untuk berbondong-bondong memenuhi saf di Masjid. Ini tentunya bukan fenomena yang aneh, memang wajar, di masjid atau tempat manapun, ketika dalam suatu acara dihadiri oleh "publik-figur", akan menyedot perhatian publik.
Yang menjadi pertanyaan kemudian adalah, sebenarnya tertarik dengan tema kajian yang sebelumnya sudah disosialisikan melalui monitor papan pengumuman masjid atau karena sosok Sang Ustadz-nya itu sendiri? Bila suatu kebetulan, mengapa setelah ceramah selesai, ada juga jamaah yang meminta untuk foto bersama? Sedangkan bila ustadz-nya "biasa-biasa" saja, tak satupun jamaah yang berlarian minta foto bersama?
Memang harus diakui, fakta "siapa berbicara" lebih menarik perhatian orang, tidak terpungkiri. Namun, pada sisi lain, ada sebuah kata-kata bijak : jangan lihat siapa yang bicara, tapi apa makna yang diucapkannya, lebih berarti. Dalam bahasa anekdot, disebutkan, tidak usah mempersoalkan dari mana telur itu keluar, namun manfaatkan telur-nya. Ini yang lebih bijaksana.
Sepertinya, kita memang harus bijak pada kata-kata maupun anekdot tersebut. Namun, seolah sudah membumi. Sehingga yang terjadi kemudian, dalam referensi komunikasi publik, untuk sebuah program sosialisasi, diperlukan publik figur yang sudah dikenal dalam masyarakat akan lebih efektif dari para menerjunkan puluhan atau ratusan relawan di tengah masyarakat. Ingat dulu bagaimana Raffi Achmad dijadikan pioner untuk menarik massa agar tidak takut vaksin covid-19. Ia menjadi duta. Ia dipercaya. Ia menarik kepercayaan dan keberanian massa untuk berbondong-bondong mengikuti jejaknya.Â
Dalam konteks Ramadan, bulan yang penuh ampunan dan rahmat ini, tidak salah bagi takmir masjid untuk mengundang ustadz-ustadz yang masuk sebagai publik figur tadi, sebagai daya tarik jamaah. Pesan-pesan atau tema yang sudah disusun oleh takmir, bisa disampaikan dan diterima oleh para jamaah. Dalam pandangan saya, memang kehadiran Ustadz publik figur mempunyai nilai plus karena ada keinginan tahuan, keinginan dekatan kita pada sosok tersebut. Namun yang terpenting, substansi dari materi yang tidak boleh dikesampingkan.Â
Ada kedalaman materi yang menggugah nurani, memunculkan kesadaran baru, semangat untuk memperbaiki diri, setidaknya ini yang menjadi hasil dari semangat setelah mendengar tauziyah, dari siapapun yang berbicara. Di tempat saya tinggal, acara solat tarwih, dipastikan akan diisi oleh warga sendiri yang siap menjadi volunteer, berceramah dalam format kultum (kuliah tujuh menit) secara bergantian.
Meski bukan "ustadz" beneran, namun misi para ustadz dadakan atau volunteer tersebut patut diapresiasi karena ikut menyebarkan ayat Alquran walaupun satu ayat. Dikutip dari sabda Rosululloh SAW " Sampaikan dariku walau hanya satu ayat", telah menjiwai mereka semua.
Setidaknya, menebarkan kebaikan, melalui penyampaian ayat walau satu ayat tersebut bisa berimplementasi pada sebuah kesadaran untuk terus belajar, menggali atau mentadaburi Alquran beserta apa yang menjadi ajaran Nabi. Semangat ini akan terbawa dalam perilaku, Insha Alloh.
Selamat Menunaikan Ibadah Puasa.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H