Foto : kompas.com
Dengan berbagai cara yang ada baik konvensional memalui pemanfaatan media, Polri tengah mengampanyekan penerimaan (rekruitmen) anggota Polri untuk TA. 2023 dari jenjang Tamtama, Bintara dan Perwira. Tentu ini menarik para remaja-remaja yang sudah memenuhi persyaratan untuk mendaftarnya. Seperti tahun-tahun sebelumnya, puluhan ribu remaja Putra dan putri mendaftar. Tentu persaingan ketat. Celah inilah yang akhirnya memunculkan "calo-calo", yang mengklaim bisa membantu meloloskan calon dengan imbalan hingga ratusan juta rupiah.
Padahal Mabes Polri sudah mewanti-wanti agar pendaftar optimis sesuai dengan kemampuannya, karena pihak Polri menjamin akan menjalankan proses rekruitmen dengan prinsip BETAH (Bersih Transparan Akuntabel dan Humanis). Namun, ada saja yang masih percaya bahwa apa yang dijanjikan calo-calo bisa membuat calon mewujudkan impiannya.
Pemberitaan tentang Lima polisi yang menjadi calo penerimaan Bintara Polri di Jawa Tengah (Jateng) resmi mendapatkan Hukuman Pemberhentian Tidak dengan Hormat (PTDH) menjadi bukti proses BETAH tersebut dilaksanakan. Kabid Humas Polda Jateng, Kombes Pol M Iqbal Alqudusy mengatakan, hukuman untuk lima oknum polisi tersebut sudah diputuskan. "Sudah diputus PTDH. " Â Dia mengatakan, lima oknum anggota tersebut, diduga kuat melakukan pelanggaran pidana pada proses rekrutmen Bintara Polri tahun 2022. Kompol AR, Kompol KN, AKP CS, Bripka Z, dan Brigadir EW diperiksa tim Ditreskrimsus, prosesnya sudah berjalan," kata Iqbal. Saat ini penyidik juga mengumpulkan bukti-bukti tambahan untuk kasus KKN yang melibatkan lima oknum polisi tersebut, dikutip dari kompas.com.
Fakta tersebut menjadi angin segar baru puluhan ribu calon pendaftar. Namun masih juga keraguan publik, jangan-jangan kelima anggota Polri yang terjaring OTT Mabes Polri tersebut hanya apes saja, ketiban sial. Artinya, modus percaloan yang sudah menggurita, disinyalir juga terjadi di Polda-Polda lain, hanya naas saja di Polda Jateng terungkap.
Artikel ini tidak mengulik lebih dalam tentang hal tersebut. Namun, lebih memberikan pemahaman, bahwa modus yang sering digunakan para calo-calo tersebut, sebenarnya lebih pada akal-akalan saja (dalam konteks prinsip BETAH dilaksanakan secara benar) Penjelasannya sebagai berikut :
Pertama, kebijakan Kapolri sudah tegas rekruitmen harus dengan prinsip BETAH. Dalam salah satu tahapannya orang tua dihadirkan untuk membuat komitmen tidak "turut campur" dalam proses seleksi anak-anak mereka, bila dilanggar kemudian hari terbukti, disamping ada sanksi pemecatan/ pembatalan sebagai peserta Didik Polri maupun sanksi pidana. Pengawas internal juga dimaksimalkan perannya selama proses seleksi. Buktinya OTT Propam Mabes yang menangkap 5 calo di Polda Jateng tadi.
Kedua, bahwa modus para calo-calo tersebut, diyakini hanya sekedar "menebar jala" saja, artinya ketika calo-calo tersebut yang merupakan Panitia atau orang-orang di sekitar Panitia, seolah "menyanggupi" untuk meloloskan peserta dengan sejumlah uang. Taruhlah satu calo "menyanggupi" hingga 100 orang peserta. Bisa dipastikan dari 100 tersebut, ada yang lulus murni karena kemampuannya. Indikasi ini terlihat dari "tidak adanya" uang yang diminta di awal, calo-calo tersebut mempunyai nomor telepon peserta atau orang tua, sehingga ketika pada kesempatan pertama ia memperoleh Informasi kelulusan, langsung memberikan tahukan pihak keluarga dan ujung-ujungnya mengklaim yang membantu serta meminta uang. Â Walaupun untuk mengatisipasi kondisi seperti ini, sidang kelulusan dilakukan secara terbuka. Namun ada pertanyaan siapa yang bisa menjamin data tersebut "tidak bocor" atau terkondisikan sedemikian rupa, sehingga ada yang bisa "mengintipnya?"
Ketiga, yakinlah wahai para peserta dan orang tua, selagi peserta mempersiapkan diri baik secara fisik dan mental, mengikuti les-les bimbingan psikotes, kesamaptaan atau olah raga, renang dan secara fisik proporsional, memenuhi persyaratan kesehatan dan persyaratan lain, yang bisa dilakukan pengecakan sebelum pendaftaran, akan terbuka peluang untuk lulus secara murni.
Keempat, karena teguhnya komitmen Kapolri, bila ada masyarakat yang mengetahui tetap saja ada calo-calo, apalagi melibatkan pihak internal Polri, tentu bisa menginformasikan hal tersebut, baik saluran internal maupun eksternal. Beberapa kejadian calon peserta yang "digugurkan" dan diganti peserta lain, akhirnya bisa diloloskan oleh Kapolri karena diviralkan oleh publik. Ini sebagai salah satu bentuk kontrol publik bagi terselenggaranya prinsip BETAH.
Saya berprasangka baik pada tekad dan semangat Kapolri untuk menanamkan prinsip BETAH pada jajaran SDM di Polda-Polda, untuk tidak main-main dalam pelaksanaannya. Semoga apa yang terjadi pada calo-calo penerimaan Polri di Jateng menjadi pembelajaran untuk calo-calo lain yang masih mau mencoba atau nekad bergentayangan menebar jala. Insyaflah. Sadarlah.
Salam Presisi Untuk Polri
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H