Mohon tunggu...
Dr. Herie Purwanto
Dr. Herie Purwanto Mohon Tunggu... Penegak Hukum - PNYD di KPK (2016 sd. Sekarang)

Bismilah, Menulis tentang : - Korupsi dan Bunga Rampai (2022) - Korupsi (2023) - Hukum dan Korupsi (22 Oktober 2024 sd. sekarang) - Sebelum aktif di Kompasiana (2022), menulis di Jawa Pos, Suara Merdeka, Tribun dan Beberapa Media Internal Kepolisian

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Gerak Cepat KPK untuk Pengamanan Aset

1 Maret 2023   17:15 Diperbarui: 1 Maret 2023   17:19 150
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bergerak cepat, merespon dinamika perkara yang tengah dialami oleh Rafael, dengan tandem awal perkara penganiayaan yang dilakukan Mario anak Rafael. Dari perkara ini merambah cepat pada perlunya telisik lebih dalam harta kekayaan Rafael. 

Sebagaimana diinformasikan oleh banyak media, mantan pejabat Direktorat Jenderal Pajak (DJP), Kementerian Keuangan, Rafael Alun Trisambodo dijadwalkan hari Rabu ini menjalani klarifikasi di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Rafael akan dimintai keterangan mengenai laporan harta kekayaan penyelenggara negara (LHKPN) dengan nilai Rp 56,1 miliar.

Tidak ecek-ecek efek dari perkara ini, Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD mengatakan bahwa Rafael terendus melakukan transaksi "yang agak aneh". 

Kepala PPATK Ivan Yustiavandana menduga Rafael menggunakan nominee atau orang lain untuk membuka rekening dan melakukan transaksi, dikutip dari Kompas.com.

Bagaimana langkah gerak cepat KPK ketika mendapatkan fakta bahwa seseorang diduga telah menyimpan harta tak wajar?

Langkah awal yang dilakukan adalah dengan mengklarifikasi harta yang dilaporkan dalam LHKPN. Apakah harta yang dilaporkan tersebut merupakan fakta atau hanya sekedar formalitas untuk memenuhi kewajiban Undang-Undang sebagai Penyelenggara Negara yang mempunyai kewajiban untuk melaporkan harta kekayaannya. 

Padahal filosofi dari kewajiban pelaporan ini adalah untuk dengan sebenarnya melaporkan secara rinci harta tersebut, yang disertai dengan asal-usul serta perolehannya.

Kedua, hasil klarifikasi akan dicroscek dengan data lainnya, misalnya data mengenai pajak, aset tidak bergerak dari Kementerian ATR/ BPN, transaksi perbankan sampai dengan kepemilikan saham ataupun dokumen dari sumber jasa keuangan lainnya, terutama yang sudah diulik oleh PPATK, sebagai transaksi yang dicurigai.

Ketiga, akan dilakukan pemblokiran terhadap aset bergerak maupun tidak bergerak. Dengan pemblokiran ini, maka status aset tadi dalam kondisi "status quo". Ini untuk menghindari aset dialihkan, dijual atau "dicuci". 

Pemblokiran ini akan menjadi pintu masuk invetarisasi harta-harta tak wajar tadi, sebelum nantinya ditentukan apakah akan dilakukan penyitaan atau tidak, dalam kontruksi perkara tindak pidana pencucian uang.

Publik juga tentunya masih belum lupa, tahun lalu KPK juga menyita harta tidak wajar dari salah satu mantan pejabat di Kementerian Keuangan yaitu  Direktur Pemeriksaan dan Penagihan Ditjen Pajak Angin Prayitno Aji (APA) yang terjerat kasus tindak pidana pencucian uang (TPPU). 

Total nilai yang disita mencapai Rp 57 miliar. Adapun aset yang disita berupa bidang tanah dan bangunan yang diduga terkait tindak pidana pencucian uang (TPPU).  

Berdasarkan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) milik Angin Prayitno Aji yang disampaikan pada 28 Februari 2020, dirinya tercatat memiliki total kekayaan mencapai Rp 18,62 miliar.

Dengan fakta seperti ini, akankah Rafael mengikuti jejak Angin Prayitno Aji? Kita tunggu saja progresnya. Publik sangat menunggu bagaimana hasil gerak cepat KPK ini. 

Sikap menunggu ini tentunya didasari pada kegetiran publik, terkait dengan bagaimana pejabat yang sudah dibayar tinggi oleh uang rakyat melalui  perasan keringat guna membayar pajak, namun berujung dengan pengkhianatan amanah. 

Kegetiran ini tentu dengan tidak menisbikan pejabat perpajakan yang telah bekerja dengan jujur dan amanah. Publik tentunya sangat respek dan menaruh hormat pada penyelenggara negara yang sudah berdedikasi pada tugasnya demi kesejahteraan negeri ini.

Salam Anti Korupsi

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun