Artikel ini mencoba untuk mengulik sebuah konsep wisata yang bagus, namun kurang sentuhan dan keberlanjutan program dari stakeholder, mengakibatkan kurang diminati warga dan akhirnya stagnan.
Tempat wisata tersebut yaitu Hutan Jati Rajawali yang berada di tengah kota Batang, Kabupaten Batang Jawa Tengah. Konsep dari tempat tersebut adalah menyajikan arena olah raga dan tersedianya makanan tradisional di bawah rerimbunan hutan kayu jati.Â
Uniknya, transaksi untuk  membeli jajanan atau minuman tradisional adalah tidak menggunakan mata uang secara langsung, namun melalui "uang atau koin kreweng". Jadi sebelum transaksi pengunjung menukar koin kreweng tersebut. Untuk satu koin kreweng nilainya Rp. 2.000 (dua ribu rupiah).
Pengunjung memilih makanan atau minuman yang menarik selera, seperti aneka macam olahan dari sengkong, ketela ataupun hasil kebun lainnya. Ditambah misalnya ada srabi Kalibeluk yang ukurannya jumbo, getuk sampai bermacam gorengan dan olahan lauk pauk yang serba tradisional. Ada keong, buntil, uraban, ikan asin, sampai bakso. Beragam jamu dan minuman menyehatkan lainnya.
Pengunjung yang ingin berolah raga, juga tersedia track untuk jalan kaki, dengan waktu tempuh sekitar 2 atau 3 menit dalam 1 putaran dalam lokasi tersebut. Setelah jalan, bisa dilanjutkan dengan olah raga lainnya dengan memanfaatkan sarana untuk pull up dan yang lainnya.Â
Untuk sarana bermain ada ayunan anak, lompat-lompatan hingga terowongan dari drum yang sudah dicat warna-warni hingga menarik perhatian anak.
Bahkan di awal opening lokasi tersebut sebelum era covid-19, puluhan lapak jualan aneka minuman dan makanan tadi, dipenuhi oleh pengunjung. Operasional keramaian mulai terasa ketika jam menunjukan pukul 06.00 dan berakhir 10.00.Â
Di tengah-tengah hilir mudik pengunjung yang menginginkan suasana santai dan gembira bersama keluarga, di hibur dengan musik live tradisional angklung. Kadang saat pertunjukan, pengunjung ada yang ikut berbaur bahkan merequest lagu yang diinginkan.