Napak perkara yang menimpa Bharada Eliezer, komentar singkatnya adalah : Luar biasa. Mengapa? Ia terperangkap dalam sebuah perkara besar yang sempat menghebohkan negeri ini.Â
Bagaimana tidak? Ia tidak tanggung-tanggung, menjadi eksekutor atas meninggalnya kolega-nya, Brigadir Yosua. Maka, ia tidak tanggung-tanggung masuk dalam barisan tersangka dengan sangkaan pembunuhan berencana, yang ancaman hukumannya adalah hukuman mati.
Persidangan yang panjang dan menyita perhatian publik, bak drakor series yang penuh dengan kejutan-kejutan. Pucaknya, ia-lah pembuka tabir semuanya. Sempat adu tegang, adu dan silang pendapat antara pihak LPSK yang melindungi Eliezer dengan pihak Jaksa Penuntut Umum tentang status Justice Collaborator pada Eliezer. Namun, sebelum ini terjadi, yang utama, Eliezer bersimpuh dan meminta maaf kepada orang tua Brigadir Yosua. Orang tua Yosuapun memaafkan apa yang dilakukan Eliezer.
Permintaan maaf Sang Eksekutor pada orang tua korban, ternyata menjadi kunci "keluar-biasaan" Eliezer dalam perkara yang berat tersebut. Buktinya, berurutan, atas ketulusan pemberian maaf orang tua korban, langkah Eliezer bagai mulus melenggang pada kondisi yang sekarang. Ia mendapat dukungan keluarga korban, bahkan masyarakat luas, terutama emak-emak, sampai dengan kalangan akademisi menjadi sahabat pengadilan yang maknanya mendukung keringanan hukuman untuk Eliezer.Â
Mereka memandang sangat layak dan adil menjatuhkan hukuman seringan mungkin pada Eliezer. Akhirnya, persidangan putusanpun tergelar dan memutuskan hanya 1,6 bulan untuk Eliezer, meski sebelumnya dalam tuntutan Jaksa Penuntut Umum, dituntut 12 tahun.
Keluarbiasaan Eliezer berlanjut, di induk organisasi tempat Eliezer berprofesi, yaitu di Kepolisian Republik Indonesia, digelar Sidang Kode Etik. Kali inipun lolos, Eliezer tidak direkomendasikan untuk di PTDH -atau diperberhentian dengan tidak hormat- atau di pecat.Â
Luar biasa. Bayangkan, perkara besar ini menyebabkan beberapa Jenderal Polri aktif dipecat, berikut beberapa Pamen Polri dan personel lainnya, tidak bisa lepas dari jeratan putusan Sidang Kode Etik. Mengapa tidak ada yang seperti Eliezer? Apa kunci semua ini?
Bila di napak tilas, jelas kuncinya ada pada kata "maaf" dan "JC". Dua klu tersebut mempunyai korelasi yang signifikan atas nasib baik yang dialami Eliezer. Permintaan maaf dan Justice Collaborator, seolah menjadi katalis atas terpenuhinya unsur-unsur perbuatan tindak pidana yang didakwakan pada Sang Bharada. Ia bagai dengan mudah berselancar di lahan salju, tanpa hambatan. Mulus dan lurus berbanding dengan apa yang menjadi harapan khalayak.Â
Khalayakpun menyambut apa yang menjadi putusan Sidang Etik dengan tangan terbuka. Artinya, Eliezer masih layak dan tetap menjalankan tugas sebagai polisi dengan segala hak dan kewajibannya. Setelah menjalani pidananya, Eliezer akan menikmati kebebasan, tanpa ada stiga negatif, meski ia pernah berkubang pada perkara pembunuhan berencana. Sebuah perjalanan nasib anak manusia yang benar-benar luar bisa.Â
Pada akhirnya, satu hal yang utama dan menjadi ibroh atau hikmah dan pelajaran berharga dari Eliezer tiada lain adalah perlunya pendekatan nilai-nilai humanis yang paling mendasar ketika kita berbuat salah. Yaitu permintaan maaf. Selebihnya adalah kejujuran untuk mengungkap apa yang terjadi, sehingga akan memicu simpati dari siapa saja, termasuk Majelis Hakim yang memegang palu untuk mengetuk vonis yang lebih meringankan.