Mohon tunggu...
Dr. Herie Purwanto
Dr. Herie Purwanto Mohon Tunggu... Penegak Hukum - PNYD di KPK (2016 sd. Sekarang)

Bismilah, Menulis tentang : - Korupsi dan Bunga Rampai (2022) - Korupsi (2023) - Hukum dan Korupsi (22 Oktober 2024 sd. sekarang) - Sebelum aktif di Kompasiana (2022), menulis di Jawa Pos, Suara Merdeka, Tribun dan Beberapa Media Internal Kepolisian. (Masuk Dalam Peringkat #50 Besar dari 4.718.154 Kompasianer Tahun 2023)

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Bila Atasan Tidak Percaya Penilaian Kinerja Pegawai

21 Februari 2023   09:46 Diperbarui: 21 Februari 2023   09:57 211
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tentu saja Agus, Metha dan Budi kecewa berat. Bulan ini biasanya sudah turun bonus tahunan. Namun, hingga mendekati bulan ketiga yang ditunggu belum juga tiba. Padahal, secara teori untuk penilaian pegawai, karena sudah by system, tentu tidak perlu butuh waktu yang "berbulan-bulan". 

Ternyata, meski by system tadi, ada penyebab lain, tiada lain justru dari level atasan mereka sendiri yang tidak percaya hasil akhir penilaian. Seolah, ada upaya up grade dalam penilaian. Sejatinya, substansi kejengkelen bukan semata-mata karena bonus, namun adalah adanya "ketidakpercayaan" atasan. Ini yang membuat tidak nyaman mereka. Sudah merasa kerja maksimal, e ujungnya, ketidakpercayaan?

Tentu apa yang dirasakan Agus dkk tersebut, menjengkelkan. Karena  bagi pegawai,  ketika hasil kinerjanya selama satu tahun berjalan "tidak diakui" oleh atasan. Atas dasar penilaian tersebut, Pegawai bisa mendapatkan bonus tahunan dan insentif yang diberikan setiap bulan. Seolah, hasil kerja Pegawai, telah di up grade sedemikian rupa, entah oleh kepala unit kerja, departemen ataupun dari bagian Human Resource Development.

Tentu hal ini akan berpengaruh secara psikologis bagi Pegawai secara person maupun secara kelompok. Apakah mungkin up grade seperti ini terjadi? Bukankah HRD bekerja secara profesional, mendasari parameter atau elemen-elemen Kinerja yang menjadi KPI (Key Performance Indicator)? Bagaimana rekayasa dilakukan? Bukankah ini menyangkut fakta-fakta yang berkaitan dengan dokumen? Perilaku ataupun metode lainnya dengan berbasis digital? Semua penilaian by system?

Sehingga, adanya kecurigaan dari level top manager tersebut menjadi sebuah preseden yang tidak baik dalam etos kerja di tahun berikutnya. Mengapa?Itu akan menjadi gap dalam hubungan internal. harus dicarikan solusinya.

Pertama, kecurigaan tersebut mengecilkan peran dari atasan langsung di masing-masing unit kerja ataupun rekan dalam satu team yang terlibat dalam penilaian individu dengan penerapan metode silang, di mana satu Pegawai menilai Pegawai lain dengan materi beberapa aspek yang menjadi parameter dalam KPI.

Kedua, akan memunculkan prasangka dan ketidakpercayaan dalam Kinerja. Hal ini terpicu oleh ketidakpercayaan personal yang menjadi bagian dari system penilaian. Seolah system yang dibangun dan sudah disetujui sebagai rule of game dalam permainan, bisa direkayasa, sehingga validitasnya dipertanyakan.

Ketiga, akan muncul disharmoni antara Pegawai dengan top manager, seolah membentuk gap tersendiri. Satu sisi yaitu Pegawai menghendaki kinerjanya dihargai yang berujung pada harapan reward dalam penghasilan, di satu sisi level top manager tidak memandang bahwa Kinerja Pegawai yang sudah mendasarkan pada paramter yang terbangun tadi.

Sehingga solusi dari ini semua adalah pemetaan kembali (maping) terkait parameter dalam KPI, apakah ada yang perlu untuk direvisi, disesuaikan dengan target dan dinamika yang ada. Bisa dilakukan pengecekan ulang relevansi Kinerja dengan variable target, bila kurang siginifikan berarti ada yang harus diperbaiki, bila ternyata mempunyai korelasi, maka perlu dihindari ketidakpercayaan atasan pada Kinerja Pegawai, karena hal ini sangat berpengaruh pada motivasi dalam bekerja.

Semangat Untuk Kerja Lebih Baik

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun