Mohon tunggu...
Dr. Herie Purwanto
Dr. Herie Purwanto Mohon Tunggu... Penegak Hukum - PNYD di KPK (2016 sd. Sekarang)

Bismilah, Menulis tentang : - Korupsi dan Bunga Rampai (2022) - Korupsi (2023) - Hukum dan Korupsi (22 Oktober 2024 sd. sekarang) - Sebelum aktif di Kompasiana (2022), menulis di Jawa Pos, Suara Merdeka, Tribun dan Beberapa Media Internal Kepolisian. (Masuk Dalam Peringkat #50 Besar dari 4.718.154 Kompasianer Tahun 2023)

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Restorative Justice dan Satya Haprabu

17 Januari 2023   03:30 Diperbarui: 17 Januari 2023   06:36 339
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Restorative Justice dan Satya Haprabu

Foto : Dok Pribadi


Penegakan hukum oleh Polri, sedang digelorakan dan menjunjung asas keadilan restorative. Harapannya dengan skema keadilan restorative justice, tidak lagi penegakan hukum seperti tidak memakai "kaca mata kuda" , Namun lebih melihat konteks masalah dan memperhatikan aspek aspek sosial.

Saya sangat setuju dengan penegakan hukum yang bertumpu pada keadilan restorative, terlebih apabila dikaitkan dengan tujuan dari penegakan hukum itu sendiri, sebagaimana disebutkan dalam tiga nilai dasar untuk menciptakan harmonisasi pelaksanaan hukum yang disampaikan oleh Gustav Radbruch, yaitu keadilan, kemanfaatan dan kepastian hukum, " rechct ist wille zur gerechtigkeit" (hukum adalah kehendak demi untuk keadilan).

Polri dalam situasi masyarakat yang semakin dinamis sekarang ini, harus menempatkan diri pada posisi bukan hanya sebagai pelaksana ketentuan normative dalam undang-undang (positivis), namun aspek sosial perlu mendapat ruang. Sehingga Polri bisa adaptif dan tidak berkaca mata kuda, lurus tanpa melihat lingkungan sekitar, seolah abai bahwa dalam penegakan hukum, tidak sekedar mengejar kepastian hukum semata, namun memiliki kausalitas dengan aspek lainnya.

Dalam bahasa Kapolri, Jenderal Listyo Sigit Prabowo, ia telah menampung kritik dan saran dari tokoh masyarakat dan agama terkait kinerja Kepolisian untuk mewujudkan rasa adil di tengah masyarakat. Ke depannya tidak boleh lagi penegakan hukum tajam ke bawah dan tumpul ke atas. Tidak boleh lagi ada kasus seorang nenek yang mencuri kakao kemudian diproses hukum hanya karena ingin mewujudkan kepastian hukum. Tidak boleh lagi ada seorang anak melaporkan ibu kandungnya kemudian Ibu tersebut diproses. Restorative Justice menjadi solusi ketika pihak yang berpekara "sudah merasa menemukan keadilan". Ujung-ujungnya, tidak ada embel-embel uang untuk yang menangani perkara tersebut.

Semangat pembaharuan yang ditebar ini, memberikan harapan baru dalam penegakan hukum oleh Polri. Bisakah ini terlaksana? Tidak mudah, mengapa? Masyarakat sudah terlalu kuat terbelenggu adanya stigma bahwa hukum itu tumpul ke bawah dan tajam ke atas. Mengubah paradigma ini membutuhkan kerja keras, karena menyangkut mind set. Sehingga salah satu upaya untuk menghapus stigma ini adalah fakta-fakta yang harus disajikan, bukan hanya teori.

Polri mempunyai kewenanangan diskresi, sebagaimana diatur dalam Pasal 18 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Polri, bahwa untuk kepentingan umum pejabat Kepolisian dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya dapat bertindak menurut penilaiannya sendiri dan hanya dilakukan dalam keadaan yang sangat perlu dengan memperhatikan peraturan perundang-undangan serta Kode Etik Kepolisian.

Kontekstualitas diskresi dengan keadilan restorative sebagai upaya mengubah stigma tadi adalah dengan memberikan ruang penyelesaian perkara pidana dengan melibatkan para pihak untuk bersama-sama mencari penyelesaian yang adil dengan menekankan pemulihan kembali pada keadaan semula serta bukan sebagai pembalasan. Memosisikan sebagai penegak hukum dengan kaca mata kuda, harus dengan skala priotitas, sebab bila tidak akan menjadi hal yang kontra produktif bagi terwujudnya tujuan penegakan hukum itu sendiri.

Berulang Kapolri menggiring jajarannya dalam semangat transparansi berkeadilan, dalam implementasi penegakan hukum yang dilakukan oleh Polri. Sebagai bagian dari  mewujudkan Polisi yang Presisi (prediktif, responsibilitas dan transparansi berkeadilan).  Pada konteks transparansi berkeadilan tadi, bagaimana penerapannya? Perkara yang ditangani, harus bisa diakses publik progress atau perkembangannya. Tidak ada lagi rekayasa kasus, intimidasi, kekerasan dan hal-hal lain yang menisbikan hak asasi manusia.

Penegakan hukum yang berkeadilan dengan semangat kekinian oleh Polri adalah keniscayaan. Tentu terhadap mereka, perlu diberikan pemahaman kembali bahwa sejatinya pada diri mereka terpatri semboyan satya haprabu, setia kepada Negara dan pimpinannya. Ketika pimpinan mengajak pada perubahan ke arah yang lebih baik, wajib untuk menaatinya, dengan tidak membiarkan tumbuh kembang sifat ego centris, yaitu tumbuhnya kepentingan diri sendiri.

Salam Untuk Perubahan

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun