Harusnya seperti itu.
      Terpikir dan menjadi salah satu item untuk menerbitkan perasaan sesal yang sebenar-benarnya. Membawa keluarga, terutama anak-anak ke lingkungan Rumah Tahanan, lebih-lebih dalam status menggunakan rompi orange yang bertulis " TAHANAN KPK", menjadi sebuah prasasti psikologis yang akan terus membekas sepanjang hayat?
      Wajah-wajah pembezuk di ruang tahanan KPK yang saya lihat, tidak ada tawa, tidak ada sorot mata kebanggaan di sana, meski secara fisik mereka terbalut oleh pakaian penampilan dari kalangan high-class. Namun apa artinya semua ini bila itu berada di lingkungan rumah tahanan korupsi? Tentu tidak sebanding ada makna dan penghargaannya. Mengapa?
      Yakinlah, di balik sela-sela besi pagar, warga masyarakat yang melihat para pembezuk tahanan KPK ini akan memandang rendah dan mempersepsikan bahwa mereka ikut menikmati hasil korupsi.
      " Lihat itu keluarga para koruptor! "
      Bisik warga yang lewat.
Jarak antara ruang tunggu pembezuk tahanan KPK dengan jalan yang biasa dilalui warga tidak lebih dari sepuluh meter. Tentu, para pembezuk ini menunduk ketika wajah-wajah warga yang entah sengaja atau tidak memandang mereka dari luar. Karena apa? Keluarga pembezuk tersebut tentu mempunyai perasaan "malu" dan seolah orang di luar yang melihat dirinya, seolah tengah berteriak " hai keluarga koruptor...kembalikan uang kami. Untuk apa kamu berpakaian sebagus itu kalau yang kamu pakai adalah bagian dari hasil korup orang yang akan kamu tengok?"
Percakapan imajiner
      Maka, wajah-wajah menunduk di ruang penunggu tersebut, telah menempatkan dirinya sebagai pihak yang ikut merasakan dampak dari perilaku korup. Saya membayangkan, bagaimana hancurnya perasaan seorang Istri ketika harus datang menjenguk suaminya dan saat itu Sang Anak yang masih SD, bertanya " Mama akan menjenguk Papa lagi hari ini? "
      Sang Istri menjawab : " Ya Nak. "
      Sang Anak : " Sampai kapan Papa di tempat itu Mam? "