Mohon tunggu...
Dr. Herie Purwanto
Dr. Herie Purwanto Mohon Tunggu... Penegak Hukum - PNYD di KPK (2016 sd. Sekarang)

Bismilah, Menulis Tentang Korupsi

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

The Impact Series: The Silent

10 Desember 2022   07:29 Diperbarui: 10 Desember 2022   07:31 105
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Fiksiana. Sumber ilustrasi: PEXELS/Dzenina Lukac

Sebelum vonis dijatuhkan oleh hakim, Direktur Yali tetap bersikukuh bahwa apa yang ia lakukan bukan sebagai sebuah kesalahan. Keputusan untuk pembelian aset tanah oleh Perusahaan yang ia pimpin sudah sesuai prosedur internal. Bahkan, peran dari pengawasan internal tidak menemukan adanya kesalahan tersebut. Yali juga berargumentasi, semua dilakukan secara transparan dan melalui pentahapan dan melibatkan peran dari masing-masing Unit kerja yang berhubungan dengan hal tersebut.

Namun Jaksa Penuntut Umum, mendasari hasil Penyidikan, menemukan fakta bahwa banyak kejanggalan-kejanggalan dalam pembelian aset tanah yang akhirnya oleh Ahli penghitungan kerugian negara, memastikan kerugian negara sekitar Rp 100 Milyar. Rangkaian perbuatan dan fakta adanya kerugian negara hasil audit, semakin dikuatkan oleh Keterangan Ahli keuangan negara, yang "menjustifikasi" bahwa perbuatan Yali sebagai perbuatan melawan hukum.

" Saudara Yali Selaku Direktur Perusahaan, telah menyebabkan kerugian negara..."

Begitu salah satu petikan ucapan Hakim sebelum mengetuk palu.

Yali yang saat persidangan tersebut, duduk hanya terdiam. Menunduk. Hatinya bergetar hebat. Sepertinya, saat ini ia benar-benar pada titik terendah "nilai kehormatannya" sebagai manusia. Ia duduk sebagai terdakwa, yang beberapa kali mengikuti persidangan, hanya sesekali keluarganya mengikuti persidangan. Saat sekali istri ikut datang dan sempat bertemu, meski tidak berucap, perempuan itu hanya bisa menundak dan meneteskan air matanya.

Saat itu Yali berusaha tegar. Ingin ia memeluk bahu istrinya. Meminta maaf dan akan mengatakan : "Percayalah, aku tidak bersalah. Dalam sidang ini belum bisa membuktikan aku menerima uang hasil keputusan perusahaan membeli aset tanah tersebut. "

Ini sebuah "kesombongan." 

Penuntut Umum memang belum menunjukan adanya feed back atau "fee" yang diterima oleh Yali sampai dengan detik-detik putusan Hakim. Yang sudah dibuktikan adalah bahwa perbuatan Yali Sang Direktur, dengan membeli aset tanah, tidak prosedural, dan memenuhi unsur perbuatan melawan hukum serta menyebabkan kerugian negara. Beberapa "penerimaan" kecil yang bisa disebut oleh Penuntut umum, lebih pada "pemberian" untuk perusahaan, bukan langsung ke pribadi Yali.

Bisa jadi, inilah yang menjadi "kekuatan" pihak Yali Sang Direktur di hadapan keluarga-nya. Seolah-olah ia berada pada pihak yang terdholimi. Kata terdholimi ini pula yang keluar dari Fanny, yang "nyata-nyata" mengadakan pembelaan pada Sang Direktur saat di rumahnya dilakukan penggeldahan.

" Semua pembelian melalui rapat-rapat, mendengarkan pendapat, dan fungsi pengawasan dilaksanakan. Pak Direktur didholimi..."

Begitu ucapnya penuh yakin pada penyidik.

" Itu hak Ibu untuk mengatakan hal tersebut, namun perlu diketahui Penyidik mempunyai minimal 2 alat bukti untuk menjadikan Pak Yali sebagai tersangka. Ibu berikan keterangan yang sebenarnya saat menjadi saksi, itu akan sangat membantu terangnya perkara ini. Tambah penyidik.

Itu menjadi kilas balik saat di persidangan yang terus terbayang di pelupuk mata Yali Sang Direktur di Lembaga Permasyarakatan.

Sementara kini, detik ini, di kamar rumah Bintang, ia masih serasa lunglai. Beberapa hari ini tidak ada komunikasi dengan sang suami. Rumah yang kadang ada canda tawa dan bisik mesra dari Randy, Sang Suami, nyaris lenyap. Bintang merasakan perubahan tersebut akibat perkembangan perkara yang melibatkan Yali Sang Direktur, semakin menyeret dirinya. Dengan demikian, Randy pun yang awalnya netral, percaya dengan ucapan-ucapannya, bergerak 180 derajat pada posisi "curiga", bahwa "ada kedekatan khusus" antara dirinya dengan Pak Yali.

Randy bukannya apatis. Ia juga mengikuti perkembangan perkara melalui media. Baik media on line maupun media TV yang sesekali menyiarkan sidang Yali Sang Direktur.

Puncaknya, di sebuah sore, di kamar, Randy menatap tajam pada Bintang.

" Rasanya, sebuah keputusan harus aku buat. "

Jantung Bintang berdegup keras.

Ia terdiam dan benar-benar terdiam, tak mampu sepatah katapun ia ucapkan, ketika Randy menguraikan kecurigaan tentang hubunganya dengan Pak Yali Sang Direktur dan pemberian barang berharga atas "kompensasi" hubungan keduanya. Hanya air mata menetes satu persatu dari kelopak mata Bintang.

Cerita di Hari Sabtu, 10 Desember 2022

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun